07: adaptasi

3.5K 762 177
                                    

Setengah jam. Jungkook menangis selama setengah jam. Yoongi menyadari itu ketika ia mendongak pandang jam dinding. Badannya yang terasa kaku memperingatkan bahwa ia terlalu lama duduk tanpa mengubah posisi di depan pintu kamar bocah itu. Yoongi kemudian bangkit dengan sedikit kesusahan. Ia tak cukup sabar untuk menunggu sampai Jungkook benar-benar selesai menangis. Ia kesal. Jelas, siapa yang tak kesal mendengar raungan tangis bocah kecil? Tapi selain itu, ia juga merasa bersalah. Ia tak menyangka candaan aku tidak suka kamu begitu sensitif bagi Jungkook sampai-sampai bocah itu menangis begini lama. Rasanya ingin ia tarik kata-katanya. Tapi sayang tak bisa. Sudah terlanjur.

"Papa..."

Yoongi tersenyum kering. Anak-anak lain mungkin saja akan merapalkan mama setiap kali mereka menangis. Tapi Jungkook berbeda. Mungkin benar bila bocah itu amatlah menyayangi ayahnya.

"Jungkook?" panggil Yoongi halus. Ia mencoba sebisa mungkin tidak melakukan pergerakan yang membuat Jungkook merasa terganggu. Pelan-pelan ia buka pintu yang memang tak terkunci sedari tadi. Ia melongok ke dalam. Dilihatnya Jungkook tertelungkup di atas kasur yang berantakan. "Jungkook, apa kamu baik-baik saja?"

Mendengar suara Yoongi, Jungkook seketika bangun, berdiri dan mengambil bantal yang kemudian dia lemparkan pada lelaki di hadapannya. Dua bantal di atas kasur dia lempar, lalu gulingnya juga. Belum lagi selimut. Dia seolah berusaha untuk mengusir Yoongi keluar dari teritori. Hanya saja Yoongi kukuh tidak mau mundur, malah semakin dekat ke kasur dan Jungkook dengan cepat menyambar rimot AC.

"Pergi!"

"Jungkook—ADUH! HEI APA-APAAN KAMU!" Yoongi berteriak setelah rimot itu mengenai keningnya. Dia berdiri tepat di hadapan Jungkook dengan gigi beregemeretak menahan amarah.

Raut bocah itu berubah sedih dan takut. Lalu dia berjongkok di atas kasur dan dengan lemah dia berkata, "Pergi sana, katanya kamu tidak suka Jungkook ... pergi saja kalau kamu tidak suka aku."

"Uugghh! Berhenti bicara seperti itu!"

Yoongi yang frustrasi kemudian ikut-ikutan berjongkok dan mengubur muka di lutut. Hingga ketika mengangkat kepala, ia sadar bahwa dari sudut itu ia bisa memandang figur Jungkook secara amat jelas. Bahunya sempit. Jari-jarinya mungil. Rambut cokelatnya kusut. Benar-benar anak kecil.

"Kenapa kamu marah...?"

Bocah itu sedikit memperlihatkan wajahnya ketika ia bertanya. Pipi gembilnya merah, matanya basah. Dia memandang Yoongi dengan tatapan yang begitu naif. Yoongi menghela napas, tak tahu mesti jawab apa. Ia merasa tak boleh salah bicara untuk kesekian kali atau Jungkook akan menangis lagi dan dengan brutal melemparinya barang.

"Hei, kenapa kamu marah?"

Yoongi mendelik. Mulutnya bungkam, masih tak mau menjawab. Dia lebih memilih untuk beranjak duduk di tepian kasur, di samping bocah itu.

"Kamu tidak suka aku, kamu marah tapi kamu tidak bilang kenapa—"

"Karena kamu menyebalkan!" pekiknya. "Oh, sial." Yoongi segera menutup mulut setelah dengan spontan merespon ucapan Jungkook. Dia lihat raut wajah anak itu berubah lebih sedih dari yang tadi. "Maaf, Jungkook. Aku tidak bermaksud—"

"Huwaaaaaaa!" Jungkook meraung lagi.

Yoongi dengan panik menghambur untuk memeluk badan mungil Jungkook tapi tangis itu tak lantas berhenti. Ia malah mendapat dorongan dan pukulan kuat karena memaksa bocah itu untuk tetap berada di pelukannya. Semakin kuat dia memeluk, semakin kuat juga Jungkook meronta.

"Maaf, maaf! Maaf ya? Jangan nangis dong, uuh, apa kamu tidak capek menangis terus?"

"Capeeek!"

PUNCH! [pjm x myg]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang