Yoongi jelas bukan pedofil. Ia tidak suka anak-anak; tidak suka dalam segala arti. Ia pikir Jimin sudah keterlaluan, hanya karena ia mencium Jungkook, serta-merta ia dianggap seorang penyuka bocah kecil. Padahal, ia hanya menggunakan jalan tercepat untuk membungkam anak yang suka merengek itu. Masalah ini terus terpikirkan olehnya, siang dan malam, baik saat di kampus atau saat ia mengasuh bocah yang bersangkutan. Yoongi merasa kalau Jimin lebih sering memerhatikannya beberapa hari ke belakang. Bukan dalam artian yang bagus, maksudnya, pria itu sering kedapatan sedang memandangnya penuh penilaian. Raut Jimin adalah raut orang berpikir. Seringkali ketika Jungkook berada di dekatnya, baik sengaja ataupun tidak, Jimin akan mengambil anak itu untuk memisahkan. Yoongi merasa was-was sebab tidak ada kata-kata yang sampai ke telinganya tentang kenapa Jimin bersikap seperti itu; selain karena Jimin menganggapnya pedofil, atau mungkin juga ada hal lain yang jadi tambahan. Seokjin pun hanya geleng kepala karena tidak punya jawaban.
Sore itu Yoongi yang telah selesai berkuliah hendak kembali ke apartemen Jimin untuk menunaikan tugasnya sebagai manny. Ia berjalan sendirian, bukan karena tak punya teman, tapi memang sedang tak mau diganggu siapa-siapa. Ia badmood sejak pagi dan belum sembuh. Sebelumnya ia sempat mengunggui Jungkook selama beberapa jam di pagi hari dan ia benar-benar dibuat kerepotan karena bocah itu mengompol di kasur. Yoongi mau tak mau mesti mengganti sprei baru sekaligus mencuci yang terkena ompolan, tak lupa dengan celana Jungkook juga. Ia ingin sekali mengumpat dan mengirimkan pesan berisikan sumpah-serapah pada ayah dari anak itu tapi Seokjin bilang ia hanya perlu bersabar. Jadi, Yoongi yang amarahnya terpendam itu pun masuk kelas dengan tidak selera, dan pulang dengan tidak selera juga.
"Tae, apa kau akan datang ke festival musik kampus sebelah Sabtu ini?"
Saat sedang berjalan melewati pepohonan dan kerumunan mahasiswa di taman, Yoongi mendengar seseorang memanggil nama Tae. Yang namanya berawal dari Tae ada banyak, tapi entah mengapa dia merasa jengah karena ada satu orang yang otomatis muncul di benaknya ketika panggilan itu disebut. Yoongi mendengus, perasaannya benar. Yang dipanggil Tae itu memanglah Taehyung yang ia kenal.
"Ah? Yoon?"
Saat Taehyung menyadari keberadaannya, seketika ia terdiam di tempatnya berdiri. Ia memasang senyum masam yang dipaksakan, kemudian memutuskan untuk berlalu dan hanya meninggalkan lambaian tangan untuk Taehyung. Lelaki itu tidak mengikutinya. Ia tahu. Meski sedikit berharap disusul, tapi ia merasa begini lebih baik. Ia tidak siap seandainya Taehyung ingin bicara atau bersentuhan lagi dengannya seperti kemarin-kemarin.
Setelah jauh, ia merasa dadanya bergemuruh. Ia bingung harus benci atau tidak pada lelaki itu.
.
PUNCH!
.
"PAPA SUDAH PULANG?! HUWAAAAA!!! PAPA PULAAAANGG!!"
Jam empat sore, teriakan Jungkook menggema, sehingga Jimin harus segera menutup pintu supaya suara anak itu tidak terdengar sampai ke koridor. Jimin pulang lebih cepat dari biasanya dan Jungkook sangat girang. Kegirangannya dilampiaskan dengan melompat ke gendongan sang ayah dan memberinya ciuman bertubi-tubi di muka. Jimin, dengan tampang lurusnya yang tidak punya banyak variasi itu, hanya diam saja menanggapi Jungkook yang rusuhnya mendadak ekstra.
"Selamat datang, Sunbae." Seokjin muncul dari dapur dan menyambut Jimin yang masih berdiri di dekat pintu.
"Kau sendirian?"
"Iya, Yoongi sedang kuliah."
"Oh."
Lantas setelah berbasa-basi yang sebetulnya sangat tidak perlu itu, Jimin pergi ke kamarnya, diekori oleh sang anak yang melangkah riang. Melihat mereka, Seokjin jadi teringat masa kecilnya dengan Yoongi di mana kawannya yang mungil itu selalu menyambutnya dengan gembira setiap ia bertandang untuk menginap.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNCH! [pjm x myg]
FanfictionYoongi sayang, Yoongi malang. Sejak ikut Seokjin ke sasana tinju dan bertemu Jimin si sunbae kembang es di sana, hidupnya menjadi penuh drama. [pjm x myg]