Yoongi tidak paham dengan dirinya sendiri. Ia jelas-jelas masih punya rasa pada Taehyung, tapi semuanya biasa saja bahkan ketika lelaki itu mencium. Ia tidak merasakan getar yang hebat waktu itu. Hanya seperti debur ombak yang kecil dan halus. Selepas pertemuan di perpustakaan dia bahkan agak merasa bersalah karena dia telah membuat situasi menjadi canggung. Dia tidak mau begini, tapi apa daya hatinya yang menuntun dia untuk berbuat. Alhasil, beberapa hari ini dia tidak bicara pada Taehyung, dan hanya membalas pesan-pesan singkat yang dikirimkan lelaki itu dengan kalimat-kalimat sederhana tanpa mengembangkan topik.
Lantas karena merasa perlu mendapat pelampiasan dari stres, ia memutuskan untuk ikut Seokjin ke sasana. Setidaknya di sana ia bisa menonton orang latihan, atau yang tanding kalau ada. Yoongi pikir berada di keramaian lebih bagus ketimbang sendirian, jadi dia tidak selalu terfokus memikirkan Taehyung.
Kira-kira jam lima sore Seokjin datang untuk menjemput. Lelaki itu muncul dengan kaos hitam dan celana pendek yang sama warnanya. Dia masuk ke kamar Yoongi, melempar tas selempangnya, lalu tanpa izin membuka kulkas dan mengambil sebotol air dingin. Perhatian Yoongi tertuju pada rambut Seokjin yang ungu menyala. Rasa-rasanya terakhir lihat rambutnya masih cokelat biasa.
"Kau mengecat rambutmu? Kapan?"
"Kemarin malam. Namjoon yang mengecat rambutku. Rapi, kan? Kupikir dia ada bakat jadi staff salon. Kapster misalnya."
"Aku tidak sangka kau bakal berani pakai warna terang. Kepalamu seperti permen kapas."
"Ya bagus dong, lucu, manis. Jadi pingin makan aku, kan?"
"Jadi pingin menjambak."
"Sialan kau. Puji sedikit, kenapa?"
Yoongi tertawa. Seokjin pada dasarnya sudah menarik dari lahir, dan dengan warna rambut yang terang begitu daya tariknya bertambah. Ia ingin bilang kalau Seokjin cocok-cocok saja dengan rambut ungu, tapi tak dikatakan karena kawannya itu bakal besar kepala.
"Ngomong-ngomong kenapa kau tiba-tiba minta kujemput ke sasana? Kau tidak main dengan mantan pacarmu?"
Yoongi mendelik, lalu mengerucutkan bibir, pura-pura berwajah sedih. "Aku hanya sedang bosan. Lagipula aku kangen padamu karena kita jarang ketemu kecuali di kampus."
"Aigoo ... Yoongi, kalau mau bohong carilah alasan yang lebih bagus. Telingaku geli mendengar kata kangen darimu."
"Kau ini maunya apa, sih!" Yoongi marah.
Tok, tok, tok! Saat itu ada yang mengetuk pintu. Mereka berdua sama-sama menoleh. Seokjin yang berjalan ke depan untuk melihat siapa yang mengetuk. Tak disangka setelah membuka pintu, ia menemukan Taehyung.
"O-oh, hai," sapa lelaki itu canggung.
"Hm. Hai." Seokjin lihat Taehyung menjinjing plastik bening berisikan dua kap boba milk tea. Dia berdeham, lalu tanpa menyingkir dari ambang pintu, dia menoleh untuk memanggil Yoongi. "Yoongi, ada tamu!"
Si mungil itu keluar dari kamarnya, lalu tercenung. Entah mengapa dia merasa gugup ketika tahu ada Taehyung berkunjung. Ia lalu bicara sambil berjalan kembali ke kamar, "Kok kau tidak bilang-bilang mau kemari?"
Taehyung dan Seokjin saling bersitatap. Lewat tatapan itu Taehyung minta Seokjin untuk minggir. Si rambut ungu memutar bola matanya dan mundur selangkah. Setelah Taehyung lewat, ia menutup pintu.
"Aku ingin saja bertemu denganmu, makanya aku kemari."
"Tapi aku mau pergi dengan Seokjin." Yoongi hendak mengambil jaket dan tasnya tapi dia malah diam lama setelah berucap seperti itu. Matanya kosong, dia bimbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNCH! [pjm x myg]
FanfictionYoongi sayang, Yoongi malang. Sejak ikut Seokjin ke sasana tinju dan bertemu Jimin si sunbae kembang es di sana, hidupnya menjadi penuh drama. [pjm x myg]