09: pusing!

3.5K 734 287
                                    


Yoongi terkunci dalam tatapan setajam elang dan sedingin es itu. Jimin si Sunbae kembang es seolah tidak mengizinkannya untuk berpaling sama sekali. Tiap mata Yoongi lari, Jimin mengikutinya. Pertahanan diri Yoongi yang tak sekokoh karang membuat lelaki mungil itu menyerah pada akhirnya. Ia menunduk lalu menghembuskan napas yang sarat akan kecemasan dan kebingungan.

"Jelaskan kenapa."

Baru saja Yoongi hendak membuka mulut, Jimin sudah menyela. Bibir tipis itu terkatup lagi. Ada desisan sebal yang kentara dari lelaki di depannya. Jimin tak sabaran.

"Kenapa tiba-tiba kau panggil aku Sayang di jalan itu?"

Brak! Yoongi tersentak karena lokernya digebrak. Secara reflek kepalanya terangkat dan mau tak mau harus kembali terkunci dalam tatapan Park Jimin.

"Kalau ada yang bertanya, jawab."

"A-aku... anu... aku..." Yoongi gagu.

"Ya, aku tak bodoh. Aku tahu kau lari dari lelaki yang berwajah lonjong itu, bukan? Tapi kenapa harus kau peluk aku dan panggil aku Sayang? Sayang, huh. Apa-apaan..."

Yoongi agak ngeri ketika melihat seringai Jimin. Sudut bibir itu terangkat di satu sisi saja dan nampak jelas sekali dari ekspresinya kalau dia merasa terganggu. Jimin mungkin akan meledak seperti bom. Yoongi mau menjawab, tapi takut. Takut, tapi mau menjawab.

"Kenapa kau memilih untuk berbohong seperti itu? Kenapa kau tidak membalik badanmu ke hadapannya lalu pukul dia keras-keras seperti ketika kau memukul hidungku dulu. Kau kemari untuk belajar tinju, bukan? Apa gunanya kau datang ke sasana ini, menggunakan sarung tinju dan memukul samsak kalau di luar sana kau sama sekali tidak bisa menghajar seseorang? Gunanya apa? Kau mau main-main?"

Bibir Yoongi bergetar. Tidak, badannya juga. Ada sensasi panas di sudut-sudut matanya dan dia tahu itu mulai berair. Yoongi sebetulnya tidak ingin menangis tapi ia tak bisa menahannya. Sialan betul, katanya dalam hati. Ia menunduk dan gunakan dua tangannya untuk menyeka air mata itu dengan kasar.

"Tidak pantas kau menangis. Kau lebih tua dari Jungkook. Bisakah kau lebih tegar sedikit? Aku bahkan tidak berteriak padamu."

Ia teringat ayahnya; cara ayahnya marah. Beginilah kira-kira. Yoongi bisa menangis seharian hanya karena diceramahi ayahnya. Tapi ia tak mau, untuk kali ini. Karena Jimin bukan ayahnya, dan Jimin tak boleh melihat betapa lemahnya ia terhadap kata-kata.

"Maaf..." Yoongi melirih.

"Kucing menampar karena ia tidak bisa mengepalkan tangannya. Tapi kau bisa. Kalau kau tak suka pada seseorang, pukul saja dia. Bukankah begitu cara laki-laki bertengkar dan menyelesaikan masalah?" Jimin mendesis. "Atau..."

Yoongi menyilang tangan di depan dada, gestur awas dan melindungi diri sendiri. "S-s-sunbae aku tulen laki-laki, hanya saja aku memang tidak terbiasa berharapan dengan orang. Sejak kecil Seokjin yang selalu memukul orang untukku."

"Kau mau bilang kalau kau si tuan putri dan temanmu adalah si pengawal, begitu?"

"Pangeran, kata Seokjin dia pangeran," ralatnya.

"Oke. Pangeran. Persetan."

Mata Yoongi membulat begitu mendengar umpatan Jimin. Sekadar persetan, tapi terdengar begitu menakjubkan. Ia tak sangka Jimin si orang dewasa itu masih bisa mengeluarkan kata kasar dari mulutnya.

"Dan kau belum menjawab pertanyaanku."

"A-aku..." Yoongi mengkeret. "tidak terpikirkan apa-apa waktu itu, Sunbae, jadi aku ambil jalan tercepat. Aku hanya ingin Hoseok pergi sesegera mungkin."

PUNCH! [pjm x myg]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang