Burung-burung belingsatan dari satu dahan ke dahan lain. Seokjin duduk di depan komputer setelah menekan tombol power di CPU. Segelas cokelat panas ada di tangan. Ia menyesap sedikit lalu menaruh gelasnya di meja, kemudian bersandar punggung di badan kursi. Kira-kira jam sepuluh lewat saat itu, dan Yoongi belum terlihat tanda-tanda kepulangannya.
"Aku pulang..."
Nah, baru saja dibicarakan.
Seokjin membuka pintu lebih lebar supaya Yoongi bisa masuk. Lelaki mungil itu menanggalkan sepatunya dan menaruhnya di rak. Ia tidak melihat pada kawannya, malah menggeluyur saja ke arah meja komputer dan si situ dia berhenti, kemudian mengambil gelas Seokjin dan meminum isinya.
"BWAH! PANAS!"
"Siapa suruh langsung minum? Kau tidak tanya juga di dalam gelas itu isinya apa."
Yoongi menjulurkan lidahnya, mendesis-desis dan mengangkat bahunya tinggi-tinggi gara-gara cokelat panas yang tak ia sangka akan sepanas itu. Seokjin menghampirinya. Yoongi masih pakai baju yang sama dengan kemarin.
"Masih ingat rumah, rupanya?"
"Ini rumahku!" bentak Yoongi.
"Kau pulang naik apa?"
Lelaki itu meniup-niup minumannya dulu sebelum menjawab, "Naik taksi."
"Kukira kau diantar oleh Jimin-sunbae?"
"Tidak. Tapi aku diberi ongkos pulang olehnya," kata Yoongi, sembari memejamkan mata menikmati enaknya cokelat panas yang sudah ditiup, "Lama-lama aku merasa kalau dia itu seperti ayahku. Apa karena dia sudah bapak-bapak, ya?"
"BWAHAHAHA!" Ucapan Yoongi telak membuat Seokjin terbahak-bahak.
"Cih! Kenapa kau tertawa!"
Lelaki itu menyelesaikan tawanya dulu, tapi tidak benar-benar selesai ketika ia menyentuh kedua pundak Yoongi dan bersandar dagu di salah satunya. Seokjin termasuk yang susah sembuh kalau sudah kena serangan histeris. Yoongi keburu kesal jadinya.
"Ya Tuhan, ini tidak seperti di drama-drama tivi. Kupikir kau mau sebut dia seperti sugar daddy-mu. Tapi itu, ayahmu, astaga, father!"
"Berhenti tertawa, Piglet jelek!"
Tiba-tiba saja tawa Seokjin berhenti. Yoongi terkejut juga gara-gara itu. Apa Seokjin baru sadar kalau sebutan Piglet itu adalah ejekan, bukan pujian?
"Eh, sebentar. Apa saat di sana pacarnya Jimin-sunbae ada?"
"Tidak."
Mata Seokjin membola. Dia kemudian menarik Yoongi dengan agak kasar hingga badan kecil kawannya terhuyung dan dengan mudahnya jatuh di kasur. Yoongi masih tergeletak di situ ketika Seokjin mendudukkan diri dan menatapnya dengan sorot antusias. Kenapa kawannya ini tiba-tiba bersemangat? Yoongi bertanya-tanya.
"Serius?"
"Iya."
"Lalu Jungkook? Kau tidur di mana? Di kursi? Di karpet?"
"Anak itu tidak ada, dia bersama pacarnya Sunbae. Jadi semalam—"
Seokjin menyela, "Aku mau dengar semuanya. Semuamuamuanya tentang cerita semalam dan alasan kenapa kau bisa sampai menginap di rumah Jimin-sunbae."
"Ah... uh..."
"Cepat cerita!"
Yoongi kebingungan, tak tahu harus mulai dari mana. Ada beberapa bagian yang tak ingin diceritakannya pada Seokjin. Ia tahu kawannya akan murka seandainya tahu bahwa semalam ia telah diturunkan di jalan dan ditinggalkan begitu saja setelah bertengkar dengan Taehyung. Seokjin tidak akan suka ini. Dan belajar dari kesalahan kemarin, Yoongi tak ingin memicu pertengkaran lagi dengan kawannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNCH! [pjm x myg]
FanfictionYoongi sayang, Yoongi malang. Sejak ikut Seokjin ke sasana tinju dan bertemu Jimin si sunbae kembang es di sana, hidupnya menjadi penuh drama. [pjm x myg]