"Yoongi, kau masih memikirkan lelaki itu? Kau sudah ditransfer uang dari Sunbae, jadi pikirkan saja uangmu jangan pikirkan Taehyung!"
Seokjn menegur sambil menggebrak meja. Malam telah larut, hampir jam setengah satu, dan Seokjin sedang sibuk main gim di komputer. Tadinya dia kira Yoongi sudah berangkat ke negeri mimpi sejak lama, namun nyatanya kawan kecilnya itu tengah melamun, dengan kedua tangan saling teramit di atas perut dan muka menghadap langit-langit kamar. Yoongi tidak tidur, tidak juga sadar, bahkan oleh gebrakan meja itu, dia tidak menggubris.
"Yoongi?" Seokjin memanggil, agak khawatir. Takut-takut kalau kesadaran kawannya direbut hantu gentayangan atau setan. "Yoongi, Yoongi, Yoongi, Yoongi, Yoongi?"
"APA SIH, BABI?!"
Akhirnya atensi Yoongi berhasil terjaring. Dia teriak, bahkan sampai bangun.
"Galak amat. Aku hanya ingin memastikan kalau kau tidak sedang kesurupan atau meraga sukma."
"Kau gila."
"Ya makanya, kenapa kau tak tidur?"
"Aku tidak bisa tidur! Coba kau pikir, apa aku bisa tidur setelah Taehyung pulang dengan roman seperti itu? Sudah dipukul Jungkook, dikompor-kompori olehmu juga. Padahal tadinya kami sedang membangun atmosfer yang bagus—"
"Aish, omonganmu ketinggian," kata Seokjin. "Kau benar-benar ada niatan untuk berpacaran lagi dengannya?"
Yoongi terenyak. "...aku... tidak tahu."
Seokjin memutar kursinya lalu bicara dengan nada yang kalem, "Yoongi, aku mau memberitahumu tentang suatu hal, terserah mau kau dengar atau tidak, tapi yang jelas, kau ini bukan tempat reparasi mobil. Aku hanya takut Taehyung bergantung padamu—terlalu bergantung padamu untuk bersikap. Kalau kulihat, kau ini memang tipe yang mudah luluh. Jika Taehyung berbuat salah, kau akan memaafkannya dan menerimanya kembali, kan? Lantas kalau dia seribu kali salah, apa kau akan seribu kali memaafkan dan menerimanya juga? Kau tidak capek?"
"Bagaimana denganmu? Apa yang akan kau lakukan seandainya Namjoon berbuat salah? Sekali, atau dua kali, atau berkali-kali. Kau bilang kau sayang padanya, kan?"
"Hahaha!" Seokjin tertawa, lantas tersenyum sinis. "Buat apa dipertahankan? Buang saja lelaki seperti itu."
Yoongi agak kaget juga dengan jawaban kawannya. Seokjin bukan orang yang lemah lembut, dia itu nyentrik. Segala-galanya nyentrik. Bisa dikatakan dia ini juga tegas, agak keras hati. Yoongi mencoba membayangkan Namjoon yang dicampakkan Seokjin. Jika itu terjadi, mungkin tak ada penyesalan dari Seokjin sendiri.
"Jin," panggil Yoongi dengan suara yang kecil. Saat itu Seokjin telah kembali ke layar komputernya.
"Apa?"
"Namjoon itu orang yang seperti apa, sih?"
"Ha?" Seokjin menghentikan gimnya. "Kenapa kau ingin tahu?"
"Jawab saja!"
Lelaki jangkung penyuka merah muda itu kemudian memundurkan kursi, mengangkat sebelah kaki, menaruh sikunya di atas lutut dan mulai berpikir sambil mengelus dagu.
"Namjoon itu sekilas kelihatan seperti seseorang yang perlu disegani, mungkin karena wajah dan gaya berpakaiannya. Tapi kalau kau sudah kenal dia, kau akan tahu kalau dia itu sebetulnya orang yang lembut dan manis. Kadang-kadang canggung, malu-malu. Dia takut kalau aku sudah marah, dan karena itu pula dia tidak pernah cari gara-gara. Kupikir memang orangnya pun tidak suka cari gara-gara. Lurus sekali."
"Apa dia pernah membuatmu menangis?"
"Seorang Namjoon? Tidak, lah! Aku yang justru pernah membuatnya menangis!"
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNCH! [pjm x myg]
FanfictionYoongi sayang, Yoongi malang. Sejak ikut Seokjin ke sasana tinju dan bertemu Jimin si sunbae kembang es di sana, hidupnya menjadi penuh drama. [pjm x myg]