Liburan semester harusnya menjadi waktu yang tepat untuk dihabiskan bersama keluarga. Namun, itu tidak berlaku untuk Diandra. Waktu liburannya dihabiskan untuk meratapi kecacatan dalam hidupnya. Hidup bergelimang harta tidak membuatnya bahagia, justru ia hanya merasa sepi dan pilu.
Tak ada ayah yang mengajaknya berlibur, tak ada ibu yang menyiapkan ini itu. Yang ada hanya isak pilu dari bibir kering sang ibu, atau kegaduhan yang datang bersama hadirnya sosok sang ayah. Jika boleh jujur, Diandra sangat lelah dengan situasi ini. Hingga akhirnya, untuk hari ini ia memutuskan untuk menghabiskan waktunya di luar rumah, hanya sendiri. Tanpa Dirga. Ia memilih untuk pergi ke Lembang seorang diri. Entah tempat wisata mana yang menjadi pilihannya, biarkan nanti kakinya saja yang memilih, pada tanah bagian mana ia ingin berpijak.
***
Dirga cemas, sangat cemas. Pasalnya, sekarang sudah menunjukkan pukul dua dini hari namun Diandra belum juga pulang. HP Diandra mati, sehingga Dirga tak bisa menghubunginya sama sekali. Dirga juga tak tahu ke mana Diandra pergi, dengan siapa dan melakukan apa saja Dirga benar-benar tak tahu apapun. Dan anehnya, ini untuk pertama kalinya Diandra pergi tak ingat waktu. Sejak pukul enam pagi tadi, Diandra memang sudah rapi, namun saat Dirga bertanya ia akan ke mana, Diandra hanya tersenyum dan mengatakan bahwa ia ingin berjalan-jalan sebentar, dan ia tak menginginkan Dirga untuk ikut. Namun hingga saat ini, tak ada kabar dari Diandra ataupun tanda-tanda Diandra akan segera pulang, dan itu membuat Dirga cemas setengah mati.
“Kamu di mana, Dek? Jangan bikin mas khawatir dan takut,” lirih Dirga saat lagi-lagi nomor HP Diandra tak aktif saat Dirga menelponnya.
Dirga terus berusaha berpikir positif, namun pikiran positif yang ia tanam dalam dirinya seketika hilang, ketika ia menerima pesan dari nomor baru.
08569234****
Dirga Putratama Hermawan, jemput adek lo sekarang juga di alamat yang udah gua kirim. Jangan telat, kalau lo masih ingin melihat adek kesayangan lo selamat!Seketika rahang Dirga mengeras, memperlihatkan urat-urat di sekeliling lehernya bahkan hingga ke pelipisnya. Tanpa banyak bicara lagi, Dirga bergegas menuju lokasi yang sudah ia terima, menggunakan mobil sport-nya, ia melaju dengan kencang.
***
Kini, Diandra terbaring tak berdaya di atas kasur pesakitannya. Sejak tiga jam yang lalu, ketika Diandra sadar dan mengamuk, dokter terpaksa menyuntikkan obat penenang, hingga akhirnya Diandra kembali tertidur. Tak banyak yang dokter katakan, selain menyampaikan bahwa Diandra sedang mengalami trauma, atas tragedi yang baru saja menimpanya. Dirga tak habis pikir, siapa yang melakukan hal ini pada adiknya? Menghancurkan adiknya seperti ini? Dirga bersumpah, bahwa ia akan mencari siapa yang melakukan hal biadab ini kepada adiknya.
Tekadnya kian bulat saat Dirga kembali diingatkan pada kejadian sebelumnya. Di mana Dirga menemukan Diandra dalam keadaan yang mengerikan.
Hotel. Lokasi yang dikirim dari pesan singkat tersebut membawa Dirga ke sebuah hotel. Dirga heran, hingga tak lama sebuah pesan dari nomor yang sama kembali ia terima.
08569234****
Lantai 5 kamar nomor 619 atas nama Diandra Dwiputri Hermawan. Selamat menikmati sebuah pertunjukan, Mas Dirga Putratama!Dirga bergegas mendatangi kamar tersebut, dan dengan segera ia memasuki kamar yang dituju, aneh! Ada apa ini? Hingga ia mendapati Diandra berada di sudut ruangan dengan mata sembab, wajah yang berantakan, kedua pipinya yang memerah, serta sudut bibir yang memar dengan sedikit darah di sudutnya. Yang membuat Dirga semakin naik pitam adalah, ketika Dirga melihat baju berserakan dan Diandra yang memeluk erat selimut yang melilit tubuhnya. Dirga paham sekarang, apa yang terjadi. Dan Dirga pastikan bahwa saat ini, adiknya tidak mengenakan selembar benang pun ditubuhnya.
“PERGI! PERGI KALIAN! JANGAN MENDEKAT!” Teriakan Diandra mengagetkan Dirga.
“Dek, ini mas.” Dirga mencoba mendekat, namun Diandra dengan cepat melempar vas bunga yang berada di dekatnya ke arah Dirga, dan mengenai kepala Dirga.
“PERGI! BAJINGAN KAU! PERGI!” Diandra semakin histeris. Sedangkan Dirga masih berusaha mendekati Diandra, walau kini kepalanya sangat sakit akibat lemparan itu. Bersamaan dengan Dirga yang berhasil menyentuh pundak Diandra, tubuh gadis itu melemas dan pingsan dalam pelukan sang kakak. Dan di saat itulah Dirga melihat banyak bekas merah di leher sang adik, tak hanya leher, bahkan hampir di sekujur tubuh sang adik.
“Tuhan, jika kau ingin menghukumku, aku terima. Tapi kumohon, hukum aku lewat tubuhku! Jangan adikku!” Kali ini, Dirga hancur bersama Diandra yang lebih hancur darinya.
Bersambung
30.06 19
Anjar-Habi🐘
KAMU SEDANG MEMBACA
KALAH ✔
RomanceIni semua adalah tentang Dirga yang harus kalah oleh dirinya sendiri. Tentang Dirga yang harus tunduk sebab gagah dan hebatnya diri. Remuk redam tak lagi kokoh berdiri. Kemudian dia tergugu perih .... "Kalah, aku mengaku kalah."