KALAH - 18

1.1K 107 5
                                    

Lamat-lamat Dirga memperhatikan pantulan dirinya di cermin. Kemeja batik priangan Tasikmalaya yang Dira belikan tahun lalu, nampak kebesaran. Dirga sadar, dia banyak kehilangan berat badan. Wajah rupawan yang dulu dia jadikan modal utama untuk menarik perhatian cewek, kini kusam tidak terawat.

Hah … kacau sekali, pikirnya.

Dirga jadi ingat ujaran sembrono Dian tadi siang, sepulangnya Dirga dari barbershop.

“Lumayan lah, Mas, buat ukuran mantan playboy.”

Anak itu mulai bisa bercanda. Kadang berceletuk kecil mengejek Dirga sebagai playboy tobat, kadang berkelakar ringan dengan Dira di pinggir kolam renang.

Dirga bersyukur untuk itu. Keluarga yang semula dia pikir akan luluh lantak tak tertolong, kini bertahan dengan harapan-harapan kecil yang tertinggal.

Berkat cinta yang selama ini selalu Dirga damba. Cinta yang hanya untuk menyentuhnya saja, Dirga harus diteror oleh panasnya api neraka.

Cinta Yessa.

Cinta dari seorang perempuan bersuami.

Ini bukan jenis beban yang bisa Dirga tanggung tanpa keluh kesakitan. Karena rasanya menyiksa, seolah ada belati dengan dua mata pisau berkarat yang mengoyak hatinya.

Tetapi, akan lebih berat rasanya jika Dirga menyerah begitu saja. Kali ini saja, Dirga ingin memperjuangkan cinta yang belum pernah dia kenal sebelumnya. Peduli apa pada perasaan Yessa untuknya! Masa bodoh dengan  bagaimana Yessa mengartikan keberadaan Dirga untuknya.

Dirga menginginkan Yessa. Untuknya seorang.

“Mas, udah siap belum? Ada Mbak Ratna tuh di bawah.”

Dirga membuang napasnya kasar, merasa beruntung ada Dian yang memanggilnya. Menariknya dari rasa yang kian hari kian menyiksa. Malam ini ada acara akbar yang harus Dirga hadiri, dia tidak mau berakhir meringkuk kesakitan sambil menangis bersedu-sedu kemudian tergugu karena rasa ganjil yang tumbuh untuk Yessa.

Rasa itu seperti akar yang mendamba air alam. Menjalar ke segala arah, menghancurkan setiap partikel yang dilewatinya.

Dirga perlahan hancur olehnya.

“Maaf, Rat. Ngelibatin elo.”

Ratna yang malam itu mengenakan longdress full brokat berwarna hazel wood  tersenyum maklum. Dia mengangguk kecil, sebelum merapikan tuspin di hijab yang dia kenakan.

“Kayak sama siapa aja! Enggak mungkin juga kan lo perginya sama Novi!”

Dirga terkekeh. Mereka beriringan meninggalkan rumah Dirga setelah pamit pada Dira dan juga Diandra. Menunggangi Jazz silver milik Ratna, melaju ke tempat di mana Dirga akan menjadi saksi atas pernikahan Gani, dengan wanita lain.

Melepas sepenuhnya laki-laki setengah baya yang dulu pernah Dirga kagumi sebagai ayah yang ajaib. Ayah yang selalu bisa mewujudkan segala permintaan aneh Dirga kecil. Walau pada akhirnya Dirga sadari, uanglah yang berperan, materi lah yang selama ini Gani gunakan untuk mengganti kehadiran dan kasih sayangnya.

“Gue duduk di belakang lo,” ucap Ratna, dia melepas genggaman dingin Dirga, menepuknya dua kali hingga Dirga yang terlihat melamun beralih menatapnya. Dirga mengangguk singkat, bibirnya menyunggingkan senyum, tapi sorot matanya menggambarkan luka.

Ratna tahu Dirga terluka. Ratna mengerti dalam bisu juga senyum lugu itu, ada sebongkah kecewa yang butuh Dirga udarakan. Namun, bukan ranah Ratna untuk masuk terlalu dalam urusan keluarga Dirga. Sebatas mengerti dan selalu ada untuk Dirga lah yang bisa dia usahakan.

Termasuk saat Dirga yang masih ragu untuk menempati kursi saksi--padahal Gani dan penghulu sudah menunggunya--Ratna di sana, mengangguk pada Dirga, dengan senyum hangat coba menyampaikan pesan untuk sahabatnya itu, bahwa semua akan segera berakhir, bahwa semua akan baik-baik saja.

KALAH ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang