Dirga tidak pernah merasa seberuntung ini sebelumnya. Bukannya tidak ingin memberitahu Dira ihwal pernikahan Gani, Dirga hanya ingin menunggu waktu yang tepat. Saat dirinya siap dan ketika Dira juga Dian lebih kuat untuk menghadapi kenyataan lain yang bisa kembali melukai mereka.
Berkat Ratna yang saat ini berdiri di hadapannya dengan mata besar yang berkedip khawatir, Dirga bisa dengan mudah menghindar dari pertanyaan Dira.
Namun, siapa sangka, lepas dari mulut singa, Dirga masuk ke mulut buaya. Terhindar dari Dira, Dirga terpaksa dihadapkan pada amarah Ratna.
“Ratna?”
“Iya, ini Gue. Lo bener-bener ya, Ga!” Ratna bersungut-sungut, wajah putihnya berubah merah, marah sambil meneliti setiap senti wajah Dirga yang babak belur. “Udah dibilangin jangan macem-macem, itu muka kenapa bisa kayak gitu? Berantem sama siapa lagi? Trus ngapain hp kamu mati?” lanjutnya.
Masih banyak yang ingin Ratna utarakan malam itu. Tetapi, Dirga lebih dulu menariknya masuk ke dalam, mendudukannya di ruang tamu kemudian menyodorkan segelas air putih. Ratna bungkam, dia menerima semua perlakuan Dirga padanya, termasuk saat Dirga yang duduk tepat di sebelahnya meminta Ratna untuk segera meminum air putihnya.
Ratna meneguknya perlahan, hampir tersedak saat Dirga menyentil dahinya pelan.
“Udah ngomelnya? Sekarang giliran Gue!”
Ratna mengangguk kaku, mereka berdua tidak pernah dalam jarak sedekat ini sebelumnya. Jantung Ratna berdebar aneh.
“Lo masih pake daster, sandal jepit, trus nyetir sendiri jam segini gara-gara khawatir sama Gue?”
Ah iya … saking khawatirnya Ratna belum sempat mengganti pakaiannya, apalagi mengenakan sepatu. Bagaimana tidak khawatir? Terakhir dia meninggalkan Dirga di rumah kosong menyeramkan dan lingkungan asing yang sepertinya rawan tindak kejahatan. Ditambah lagi ponsel Dirga yang tidak bisa dihubungi sejak sore.
Memang sih … mereka bukan dalam hubungan khusus atau sebagainya. Lagipula Ratna tidak membutuhkan alasan semacam itu untuk peduli pada Dirga. Dia akan melakukan hal yang sama jika kejadian serupa menimpa teman-temannya. Mungkin ….
“Heh jawab! Malah bengong!”
“Ya iyalah, salah Lo juga, ngapain pesan sama telepon Gue enggak Lo angkat?”
Dirga berdecak, mengambil alih gelas yang masih digenggam Ratna sambil berujar pelan.
“Hape Gue mati bu guru …, yaudah yuk Gue anter balik.”
Dirga melangkah lebih dulu, sementara si berisik Ratna mengekor tepat di belakangnya.
“Itu muka Lo kenapa bisa sampai kayak gitu, Ga? Jelasin dulu ih!”
“Kelihatannya kenapa?”
“Dihajar orang.”
“Nah, itu tahu. Pinter ih!”
Ratna mendengkus sebal. Namun, tetap mengikuti Dirga masuk ke dalam mobilnya. Menerima tawaran Dirga untuk mengantarnya pulang.
***
“Iya … sabar! Ini Gue jalan.”
Dirga yang semula berniat menghabiskan seharian penuh di dalam kamar, terpaksa keluar rumah oleh ancaman Ratna. Kata Ratna, dia akan dengan sengaja melaporkan kehilangan mobil jika dalam setengah jam Dirga tidak menjemputnya. Padahal semalam, Ratna sengaja meminta Dirga untuk membawa mobilnya pulang, daripada naik taksi atau kendaraan umum lainnya.
Sekali lagi dengkusan sebal keluar dari mulut Dirga saat dia sampai di meja makan. Sudah ada Dira dan Dian di sana.
“Kenapa, Mas?”
KAMU SEDANG MEMBACA
KALAH ✔
RomanceIni semua adalah tentang Dirga yang harus kalah oleh dirinya sendiri. Tentang Dirga yang harus tunduk sebab gagah dan hebatnya diri. Remuk redam tak lagi kokoh berdiri. Kemudian dia tergugu perih .... "Kalah, aku mengaku kalah."