Sing For You 8

284 47 16
                                    

°°°

Happy Reading

°°°

"Mark, aku tidak tahu masalahmu tapi, kenapa kau menangis?" tanya Wendy yang masih di peluk oleh Mark. Walaupun kini tangisan itu udah tidak sesakit tadi, tapi Mark enggan untuk melepaskan pelukan itu.

"Aku, merindukan seseorang." Mark bersuara di pelukan itu. Tangan Wendy enggan untuk membalas pelukan Mark. Sejujurnya ia gugup dan jantungnya ia buat senormal mungkin. "Lalu, apa hubungannya denganku?! Dan kenapa kau memelukku?!" Wendy melepaskan pelukan Mark tapi, karena Mark lebih besar darinya maka Mark mengeratkan pelukannya.

"Ku mohon, tetaplah ada saat hati ku sakit." Mark menenggelamkan kepalanya dipelukan itu. Permintaan Mark membuat Wendy bingung. Ia sudah melihat sisi kedua dari Mark. Ternyata dia bukan sekuat yang Wendy kira. Saat ini, Mark tampak terpuruk dan membutuhkan dukungan.

°°°

Bukan hanya di sekolah tadi saja Mark tampak aneh tapi, saat les ini ia juga tampak begitu aneh dan membuat penasaran. Dia tidak sedingin biasanya dan dia juga tidak seketus biasanya. Dia lembut dan manis. Tatapannya pun seperti mengartikan sesuatu tapi entah apa.

Selama latihan, Mark begitu serius dan begitu lekat menatap manik mata Wendy. Dialog yang ia lontarkan pun seperti tulus dari hati. Malah Wendy yang dibuat gugup olehnya. Wendy memang lebih terbiasa dengan sikap Mark yang ketus dan dingin.

"Bagus sekali, Mark. Kau dengan fasih melontarkan kalimat dialognya tanpa merasa gugup." Guru Bahasa itu menghampiri keduanya. Mark hanya memberi senyum tipis. "Tapi, Wendy, kenapa malah kau yang tampak begitu gugup? Bahkan kau suka lupa dialogmu." Wendy menyetir menggeruk tengkuknya.

"Mungkin Wendy gugup karena Mark begitu dalam menatapnya." Irene bersuara menjawab pertanyaan Guru itu sambil terkekeh. Wendy mebelalak, sungguh Irene mengesalkan. "Apa itu benar Wendy?" tanya Guru itu. "Ti–tidak, aku hanya kelelahan." Gumam Wendy menunduk. Melihat sikap malu-malunya Wendy membuat Mark tersenyum lucu.

"Terserahlah. Sekarang kalian boleh beristirahat. Jam 23:30 kita kembali latihan lalu pulang."

Semua mengiyakan kalimat Guru cantik tersebut.

"Mark," Wendy menarik pergelangan tangan Mark membawa lelaki itu pergi ke tempat yang sunyi. Dan mereka pun berhenti di loker. Wendy cemberut mengerutkan keningnya. "Ada apa dengan mu sekarang?" tanya Wendy. Mark menaikan sebelah alisnya. "Kenapa?"

"Kau aneh, aku tidak melihat sisi kekejaman mu lagi."

"Jadi, kau ingin aku selalu kejam kepadamu? Pagi tadi, kau ingin aku yang manis dan perhatian. Tapi sekarang, kau ingin sifat kejam ku lagi. Cih, lucu." Wendy di buat diam dengan begitu banyak kalimat dari Mark. Ia juga tidak tahu ada apa dengannya. Seharunya dia menyukai Mark yang sekarang, mungkin Mark ingin membuka hati dengan nya. Tapi, itu membuat Wendy canggung.

"Aku ... aku juga tidak tahu ada apa dengan ku." Lirih Wendy menunduk sedalamnya. Wajahnya tertutup oleh rambut yang tergerai. Lagi, dia selalu bertingkah bodoh dan tidak masuk akal.

"Tadi kau memelukku tanpa alasan, dan ... dan aku kira itu hanya pelampiasan emosimu. Tapi tadi, secara terang-terangan kau menatap ku lekat dan tidak bisa ku artikan. Semua itu membuat ku canggung dan merasa aneh." Masih dengan posisi yang sama. Wendy enggan untuk menatap Mark karena malu. Ia terbawa perasaan dengan tingkah Mark.

"Wendy, apa sebuah pasangan harus mengatakan cintanya?" tanya Mark memegang pundak Wendy. Gadis itu mendongak. "Hm ... menurutku iya." Jawab Wendy. Mark tersenyum tipis. "Salah, seorang pasangan tidak harus mengatakan cintanya. Dengan sebuah tindakan, maka mereka bisa merasakan sebuah cinta yang saling mereka berikan."

Aneh bukan, Mark menjadi seorang puitis padahal dia hanyalah orang aneh yang selalu diam. Wendy tidak bisa berkomentar, setelah di pikir-pikirnya yang dikatakan Mark ternyata memang benar.

"Jadi maksudmu?" tanya Wendy masih belum mengerti. Mark maju selangkah, kini jarak mereka begitu dekat. Jantung Wendy mulai tidak normal. Ia membatin. "Ini hanya sebuah akting Wendy, ini hanya akting. Kau hanya perlu seolah-olah kau yang sangat menyukainya. Hadiah mu tidak boleh kau sia-siakan."

"Ku harap kau bisa mengartikan tindakan ku ini." Hangat, itu lah yang Wendy rasakan. Begitu nyaman. Pelukan itu tidak senyaman tadi. Ini seperti mengartikan bahwa Mark memang sudah menyukainya.

°°°

Dep...


Wendy terbangun, duduk dengan tegak.

"Apa aku bermimpi? Kemarin aku telah menjalin hubungan dengan Mark. Sepasang kekasih? Sungguh memalukan!"

Wendy mengacak-acak rambutnya, memukul-mukul selimutnya bahkan melempar bantal nya kesembarang arah. Lalu menutup wajahnya dengan bantal. Berharap kejadian tadi malam hanyalah sebuah mimpi. Tapi, memang itu kan tujuannya? Wendy pun duduk dengan tengak di atas ranjangnya.

"Kenapa aku harus malu, gugup dan canggung? Ini kan hanya tipuan untuk nya. Menjadi pacarnya, maka dengan itu aku bisa memeluk hadiahku." Kini wajahnya kembali ceria. Untungnya ini hari libur jadi dia bisa bermalas-malasan. Memilih untuk kembali tidur.

"Wendy!" baru saja ingin memejamkan mata tapi Ibunya sudah berteriak menggedor pintu kamarnya. "Eomma, aku ingin tidur." Rengek Wendy menutup tubuhnya dengan selimut. "Sebaiknya kau mandi dan berdanda, lelaki itu datang untuk mencemputmu," kata Ibunya dari balik pintu yang masih tertutup.

Tentu mendengar itu Wendy membuang selimutnya lalu berjalan membuka pintu kamarnya. "Apa? Siapa yang menjemputku?" Wendy mengintip dari pintu kamarnya. Ternyata ada Mark di ruang tamu. "Bergesalah." Ibu Wendy mendorong tubuhnya agar kembali masuk kamar untuk mempersiapkan diri.

Memilih baju jika berjalan-jalan dengan lelaki adalah hal yang paling dia malaskan. Ia harus tampak perfect di depan lelaki itu. Dan pada akhirnya ia hanya memutuskan menggunakan dalam berlengan pendek berwarna hitam polos, lalu kemeja polos berwana biru dongker serta jins hitam. Menurutnya itu tampak oke dan dia suka.

Polesan pada wajahnya juga biasa saja seperti biasa. Liblam dan bedak biasa. Sudah, hanya itu untuk mempercantik dirinya yang natural.

"Maaf menunggu lama. Kau tidak memberiku pesan kalau ingin menjemput." Wendy sudah berdiri di depan Mark. Lelaki itu tetap santai seperti biasa. "Ayo." Mark berdiri dari duduknya lalu berpamitan kepada Ibi Wendy.

"Kita akan kemana?" tanya Wendy. Mark diam, hanya menyetir mobilnya. "Kenapa aku bertingkah seperti semula lagi?" tanya Wendy. Apa mungkin Mark suka mengubah-ubah sikapnya? Lalu, bagaimana sikap aslinya?

Yang ditanya hanya diam. Mungkin benar ia hanya sehari menjadi orang manis. Wendy mengeluarkan ponselnya, merekam sesuatu.

"Hm, Mark, apa kini kita telah menjadi sepasang kekasih?" Seperti biasa, Mark hanya berdehem. "Jawab, Mark jangan hanya berdehem saja!" Wendy kesal, kini Mark kembali menjadi dingin.

"Iya," kata Mark singkat. "kita sepasang kekasih." Sambungnya. Wendy mematikan power ponselnya. Berharap semoga ini hanya cinta sepihak.

TBC

Nah kan aku double update hehehe.
Semoga gak bosan sih, soalnya menye-menye udah hampir selesai :')


mwah kyososate

Sing For You || Markdy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang