Sing For You 10

283 40 7
                                    

°°°

Happy Reading

°°°

Sepulang sekolah, Suga menghampiri Wendy yang masih sibuk mengemaskan peralatan sekolahnya ke dalam tas. Suga mengajak Wendy untuk pulang bersama, sekalian mampir untuk makan siang.

Sambil mengemaskan barangnya, Wendy pun memikirkan jadwalnya sepulang sekolah. Tampaknya ia tidak memiliki kesibukan sepulang sekolah. Jika di ajak makan gratis tentu sana dia mau. Karena pada umumnya, jika Suga mengajaknya makan maka Suga lah yang membayar. Dan, itu cukup bagus bagi Wendy.

"Hm ... baiklah, aku mau." Wendy mengangguk. Saat keduanya ingin berdiri, sebuah tangan menarik Wendy lebih dulu untuk pergi. "Ayo pulang." ternyata itu adalah Mark. Dengan santainya ia menggenggam jari-jemari Wendy di depan Suga. Bahkan bukan hanya di depan Suga, di depan para teman sekelas mereka yang masih di kelas.

"Ta-tapi aku ..., akan makan bersa-"

"Ayo, aku sudah lapar." Perkataan Wendy terpotong. Mark menariknya keluar kelas. Bukan hanya Wendy yang terkejut tapi yang lain juga.

"Wah, ternyata Wendy hebat juga." Kekeh Seulgi melipat tangannya di dada. Begitu pula ketiga temannya. "Usaha dia memang membuahkan hasil yang baik," timpal Irene.

"Girls. Saat Wendy sudah bisa membuat Mark bernyanyi, maka saat itu pula kita mengajak Wendy ketoko itu dan memilih hadiah sesukanya."

"Tentu, lagi pula uang kita sudah cukup untuk membeli hadiahnya."

°°°

"Mark, kita tidak jadi makan?" tanya Wendy sebab Mark menyetir menuju rumahnya. "Kau ingin makan gratis tidak?" tanya Mark penuh keyakinan. "Tentu saja mau." Jawab Wendy semangat. Mark mengangkat sudut bibirnya sehingga menghasilkan senyum miring.

"Kita makan gratis di tempat siapa?" tanya Wendy penasaran. Tapi, yang di tanya diam saja. "Ah, mungkinkah kita makan di kedai paman mu?" tanya Wendy lagi. Mark tetap diam. "Atau ...," Wendy memukul bibirnya dengan jari telunjuknya tampak berfikir.

"kau ingin membawaku bertemu orang tua mu, ya?"

Dengan tiba-tiba Mark merem mobilnya, untuk Wendy sedang tidak reflek. Dadanya sesak saat Wendy mengatakan kalimat itu. Bahkan dia sendiri enggan untuk bertemu kedua orang tuanya. Mark memejamkan matanya dalam. Berusaha menahan rasa sesak.

"Mark, kenapa?"

"Turunlah," balas Mark membuka matanya. Ia tidak mau terbawa suasana. Ia ingin ini menjadi hari yang mengesankan baginya. Tanpa sedih tanpa masa lalu.

"Ha?" Wendy melihat ke luar jendela mobil. "Ini kan rumah ku."

"Memang. Kau ingin yang gratiskan? Makan di rumah." Mark terkekeh lalu keluar dari mobil. Tampaknya Mark akan singgah sebentar di rumah Wendy.

"Ibu, aku pulang." Wendy membuka pintu rumah lalu masuk. Mark mengekorinya dari belakang. Wendy menyalim Ibu nya dan begitu pula dengan Mark. "Ini lelaki yang kemarin mengantarkan Wendy pulang, kan?" Mark hanya mengangguk memberi senyum ramah.

"Duduk lah, kita akan makan siang bersama. Ini sebagai tanda terimakasih karena sudah repot-repot menggendong Wendy ke kamarnya kemarin itu." Ibu Wendy memundurkan bangku yang ada di meja makan itu. Mempersilahkan Mark untuk duduk.

"Terimakasih kembali." Segan Mark.

°°°

Ya, tidak ada percakapan yang menarik. Ibu Wendy hanya menanyakan tempat tinggal Mark dan ternyata benar, rumahnya tidak jauh dari perumahan Wendy. Bedanya, rumah Wendy lebih dulu lalu beberapa meter rumah Mark.

"Kau hanya tinggal bersama nenek mu saja? Kemana orang tua mu?"

Pertanyaan itu seperti tamparan bagi Mark. Sebab, ia tidak pernah menceritakan tragedi kematian orang tuanya. Walaupun memang benar orang tuanya mati karena kecelakaan. Tapi, Mark tetap menyalahkan diri.

"Maaf, Bu, aku pamit pulang dulu. Nenek sudah memberi pesan kepadaku." Mark menyandang tasnya. Lalu membungkuk memberi salam kepada Ibu Wendy.

"Hati-hati di jalan, Nak."

"Wendy, antar dia sampai depan," kata Ibu nya. Walau sebal tapi Wendy tetap menuruti perintah Ibunya.

"Mark," panggil Wendy saat mereka sudah di luar rumah. "Kenapa kau pulang begitu cepat? Apa ada terjadi sesuatu kepada nenek?" tanya Wendy ikut berjalan sampai ke depan pagar. "Tidak." Mark hanya membalasnya singkat.

"Lalu?"

"Nenek menyuruhku pulang."

"Ah, baiklah, semoga selamat sampai tujuan mu, Mark." Wendy melambaikan tangannya kepada Mark. Lelaki itu membuang nafas berat. Seperti membopong beban saja. "Terimakasih." Mark memukul pelan punjak kepala Wendy. Lalu ia masuk ke mobilnya dan pergi.

Setiap perhatian Mark membuat Wendy bingung. Ia tidak mudah untuk di tebak. Terkadang dia begitu manis dan terkadang dia begitu ketus. Sorot matanya juga tampak menyimpan sesuatu yang selama ini sulit untuk ia lupakan.


°°°

Malam ini, malam terakhir bagi mereka untuk berlatih pensi. Bisa di katakan malam ini adalah gladi resik. Tentu semua tokoh dalam ceritanya sudah berkumpul dan berlatih peran mereka. Bahkan mereka juga sudah berlatih di atas pentas seni.

Awal hingga konflik cerita berjalan begitu baik. Hingga kini telah tiba di penghujung cerita. Entahlah jantung Wendy seperti tidak terkendalikan. Tatapan itu, genggaman itu, membuat Wendy tak karuan. Tampaknya Mark begitu dalam mencintai Wendy. Sayangnya ini hanya sebuah permainan bagi Wendy.

"Wah, kenapa lagian tampak begitu serasi?" kagum Yeri terpukau saat pelatihan selesai. Mark yang masih menggenggam tangan Wendy melirik gadis itu. "Apa kau pura-pura tidak tahu? Mereka kan sudah berpacaran." Seulgi berdiri di samping Yeri.

Mendengar itu membuat Wendy tersipu malu. Tapi tidak dengan Suga, dia kalah cepat lagi. Suga hanya berpura-pura tidak tahu dan tidak cemburu.

TBC

Aku tuh lagi buntu ide guys :')
Ditambahkan aku malas nulis belakangan ini. Sedih sih pake banget :'(
Kayaknya ini part nya gak banyak deh. Semoga suka dan terhiburlah yah :')



mwah kyososate

Sing For You || Markdy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang