Sing For You 15

248 41 0
                                    

°°°°

Happy Reading

°°°°

Ternyata, yang mengambil gitar tersebut adalah Mark. Mereka berharap semoga Mark tidak membanting gitar tersebut. Mark mengambil posisi nyaman. Ia duduk dibangku depan pintu.

Memeluk kunci gitar sehingga menghasilkan musik yang selaras dengan lagu yang akan ia nyanyikan. Wendy lah yang paling terkejut. Ia menghampiri Mark.

"Apa yang kau lakukan? Sebaiknya jangan," kata Wendy tapi terdengar seperti bisikan. Mark hanya meliriknya lalu melanjutkan lagu yang akan ia nyanyi. Bukan hanya Irene dan teman-teman yang lainnya yang kaget. Seluruh murid yang mendengar suara petikan gitar itu juga ikut berkumpul.

"Aiiss." Wendy rasanya ingin membawa Mark pergi dari sana tapi, begitu banyak orang bahkan ia terhimpit-himpit. Wendy meremas-remas jarinya khawatir. Sebab, ia tidak mau Mark teringat lagi akan kematian orang tuanya.

Saat kaki Wendy ingin melangkah memilih pergi, langkahnya tertahan. Mark mulai bernyanyi. Melantunkan musik dari petikan gitarnya. "Out of my head".

"Waw, daebak. "

"Suaranya sangat merdu."

"Lihatlah, aku merinding mendengarkannya."

"Aku, rasanya ingin terbang."

"Kenapa dia menyembunyikan bakat terpendamnya."

"Tampan, pandai bermain gitar, dan bisa bernyanyi. Itu adalah hal plus bagi seorang pria."

"Aaa..., rasanya aku ingin memeluknya!"

Kira-kira begitulah kalimat dari setiap murid perempuan yang Wendy dengar. Bahkan ia rasanya ingin mencabik-cabik mulut yang membanggakan pacarnya itu. "Hey, kalian, sadarlah Mark adalah kekasihku." Batin Wendy tapi tatapannya menatap tajam ke para gadis-gadis tadi.

Karena tidak ingin Mark begitu lama menjadi pusat perhatian, Wendy mencoba menembus atau menyempil melewati kerumunan orang banyak dengan tubuh kecilnya.

"Menyebalkan," kata Wendy menarik Mark saat ia berhasil menembus banyaknya orang. Tentu mereka tanpa sengaja memberi jalan kepada Mark dan Wendy. Wendy menarik Mark penuh amarah. Entah akan mengamuk atau tidak itu urusan Wendy.

Kini mereka berhenti di dekat gudang. Mungkin ini adalah tempat yang aman. "Kenapa cemberut?" tanya Mark santai. "Tidak." Mark hanya berdehem dan itu membuat Wendy kesal. Memang wanita selalu serba salah.

"Kenapa? Soal tadi? Maaf."

Tiba-tiba ekpresi Wendy berubah. "Tadi itu sangat keren! Akhirnya kau bisa bernyanyi lagi dengan hati yang tulus. Tapi, aku tidak suka para gadis itu membicarakan mu."

"Kau tahu, aku melakukannya demi mu. Selagi mereka membicarakan hal yang baik, apa salahnya."

"Untuk ku?"

"Kau telah membuatku menyadari sebuah keikhlasan. Kau benar, aku harus ikhlas atas kepergian orang tuaku."

"Syukurlah, aku turut bahagia mendengarnya. Kau tidak seperti batu lagi kalau begitu." Wendy tertawa menunjukan jajaran giginya, matanya pun menjadi sipit karena tawaannya. Mark yang melihatnya ikut gemas. Ia hanya mengelus kepala Wendy.

°°°

"Jadi, tidak ada yang perlu di kembalikan lagi kan? Aku sudah bernyanyi sesuai keinginan kalian," kata Mark menghampiri meja Irene yang dipenuhi teman-temannya.

"Oh, tentu. Lagi pula, gitar itu memang untuk Wendy. Kami menghadiahkannya untuk kontes bernyanyi Wendy."

"Kontes bernyanyi?"

"Kau tidak tahu?"

"Tahu apa?"

"Wendy selama ini berjuang untuk mendapatkan gitar itu. Sebab, ia akan mengikuti kontes bernyanyi solo. Katanya, gitar lamanya sudah rusak. Dan kami hanya iseng saja berinisiatif mendekatkannya kepadamu. Ya, sebab kau itu batu." Penjelas Irene sidah cukup bagi Mark.

Ia menarik senyum tipis di bibirnya. "Oh, terimakasih." Mark pergi meninggalkan Irene dan yang lainnya di kantin.

Ruang musik adalah tempat langganan Wendy sekarang ini. Sebab kontesnya tinggal satu minggu lagi. Wendy tidak mau kalah seperti sebelumnya. Ia harus memenangkan tiket ke Amerika. Harus.

Setelah mendapat pesan dari Mark, kalau gitar itu murni menjadi milik Wendy, ia semakin bersemangat untuk berlatih. Speak Now ( Taylor Swift,  adalah lagu yang akan Wendy pelajari untuk kontesnya.

Sebenarnya itu sudah biasa bagi Wendy. Tapi, ia hanya ingin mengasah kemampuannya.

Suara tepuk tangan itu membuat Wendy tersipu malu. Ternyata sedari tadi Mark memerhatikannya di depan pintu. "Bagus," kata Mark menghampiri Wendy. Wendy hanya tersenyum girang. Ia merasa senang kini hubungannya dan Mark sudah lebih baik.

"Kau akan mengikuti konten?"

"Iya, bagaimana kau bisa tahu?"

"Temanmu."

"Ah, mereka. Aku akan mengikuti kontes minggu depan. Dan aku harus terus berlatih."

"Jaga kesehatan."

"Tentu, kan ada kau, yang mengingatkan makan ku." Wendy tertawa dengan kalimatnya sendiri. Dan Mark hanya tersenyum. Keduanya hening. Merasa percakapan mereka garing.

"Mark, saat kontes nanti, aku ingin kau ikut menonton ku. Bisa?" Mark sedikit ragu dan pada akhirnya ia menggangguk.

°°°

Sepulang sekolah, Suga menghampiri Mark di parkiran. Tampak dari wajah Suga hanya santai biasa saja dan begitu pula dengan Mark.

Mark menaikan sebelah alisnya bingung.

"Maaf, atas salah paham kemarin itu." Permintaan maaf itu membuat Maro berdecih antara lucu dan konyol. "Tidak apa-apa. Wajar kau salah paham sebab kau tidak tahu yang sebenarnya."

"Oleh sebab itu aku meminta maaf." Mark mengangguk. Dari kejauhan, Wendy juga tersenyum memerhatikan kedua pria yang seperti anak-anak itu.

Kemarin bertengkar, lalu sekarang saling meminta maaf. Entahlah, mereka lucu. Wendy berlari menghampiri kedua lelaki yang memang cukup dekat dengannya.

"Hai, my boy! " seru Wendy kepada kedua lelaki itu. "Siapa yang kau panggil my boy?" tanya Suga. "Tentu saja kalian berdua." Wendy terkekeh. Sepertinya ia belum bisa mengatakan kepada Suga kalau sebenarnya ia dan Mark sudah berpacaran.

Dan soal my boy  itu tentu saja panggilan untuk Mark, bukan untuk keduanya. Mungkin, ada saatnya Wendy akan memberi tahu semuanya kepada Suga. Untuk saat ini, ia tidak ingin hubungannya dengan Suga rusak.

TBC

Sorak sini yuk :')



mwah kyososate

Sing For You || Markdy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang