Rumah besar bergaya modern minimalis itu berdiri kokoh menantang langit. Bercat putih kombinasi abu-abu, dengan taman yang lumayan luas di halaman depan.
Pagi-pagi sekali, Indah turun dari mobil taksi online tepat di depan pintu gerbang setinggi dua setengah meter. Ia lalu menelepon si pemilik rumah.
"Rey, aku di depan rumahmu sekarang."
"Mau apa?"
"Aku mau bicara, Rey! Buka pintunya sekarang atau aku teriak!"
Panggilan di akhiri. Menit kemudian, seorang pelayan keluar lalu bergegas membukakan pintu gerbang. Mempersilakan Indah untuk masuk menemui sang majikan yang sedang berada di tepi kolam renang pribadi yang terletak di halaman belakang rumah.
"Rey," panggil wanita tinggi semampai itu saat menemukan Reymond sedang minum teh.
"Duduklah." Pria berpiyama itu menunjuk ke kursi di sampingnya.
"Tidurmu nyeyak?" tanya Indah satire.
"Mau apa ke sini? Bukannya kemarin kita udah bicarain semua di kantor?"
"Denger, Rey! Aku memang belum tahu janin yang kukandung ini benih siapa, tapi setidaknya kamu juga pernah tidur sama aku. Nggak cuma sekali, bahkan beberapa kali. Jadi, kamu nggak bisa lepas tanggung jawab gitu aja."
"Kita belum lama bercinta, Ndah! Nggak mungkin itu anakku!"
Tangan wanita itu nyaris menampar wajah tampan di depannya, tapi Reymond berhasil menahan.
Wajah merah padam semakin jelas menampakkan kemarahan. Indah menarik tangannya yang mulai kesakitan karena genggaman Reymond yang terlalu erat.
"B*j*ng*n kamu!" makinya.
"Hei! Jaga omongan kamu! Kita ini nggak ada hubungan apa-apa!"
"What?! Lalu selama ini apa? Kita tidur bersama! Lalu kamu bilang kamu suka sama aku! Kamu bilang cinta! Nggak mau pisah sama aku! Apa itu semua bohong?"
Pria itu tersenyum sinis. "Cinta? Bullshit! Kita cuma sebatas pelanggan dan pelayan napsu ... nggak lebih!"
Plak!
Tamparan tangan kecil itu berhasil mendarat di pipi Reymond. Sangat keras. Bahkan meninggalkan bekas kemerahan yang cukup jelas.
Wanita itu pergi. Langkah panjang membawanya keluar meninggalkan pria yang masih mengusap pipi dengan satu tangannya.
_______Suara kokok ayam jago dan kicau burung bersahutan terdengar di pedesaan. Hawa dingin yang menyentuh tubuh tegap itu sedikit demi sedikit mulai terkikis oleh hangatnya teh yang masuk ke kerongkongan.
"Kamu nggak mau balik ke kota, Lang?" Wajah renta itu menatap lurus ke depan, ke hamparan sawah yang membentang sejauh mata memandang.
"Entahlah, Kek. Aku nggak tahu apakah berani pulang dan ketemu sama perempuan itu. Sepertinya aku nggak akan kuat, Kek, kalau ingat perselingkuhannya." Galang mendesah berat.
"Pulanglah, Lang. Masalah itu harusnya diselesaikan, bukan ditinggalkan."
"Tapi, Kek--"
"Pergilah ...! Setidaknya, selesaikan baik-baik. Jangan seperti ini. Ini bukan sikap seorang pria sejati." Kakek kembali menyesap teh hangat sambil menikmati sinar mentari pagi menerpa raga.
"Baik, Kek. Aku mau pulang ... tapi cuma untuk mengurus perceraian. Aku nggak mau lagi dikhianati."
"Pikirkan lagi, Lang ...."
"Kek ...."
"Pikirkan lagi!"
Kawanan burung pipit yang dihalau sang pemilik sawah terbang tinggi membawa serta lamunan sang pria bermata hitam.
_______Selepas magrib, Galang duduk di teras rumah sang kakek yang berada di tepi jalan kampung.
"Udah shalat, Lang?" Sapaan Kakek membuyarkan lamunan pria itu.
"Udah, Kek."
"Alhamdulillah," ucap Kakek, "sekarang kamu udah mau shalat lima waktu. Sepertinya ada yang buat kamu sadar."
Wajah yang mulai dihiasi jambang karena telah jarang dicukur itu menampakkan senyum kecil. Teringat hal yang tanpa dugaan tiba-tiba mengembalikannya ke jalan yang lurus.
"Nggak tahu persisnya, Kek. Mungkin udah hidayah, jadi hanya karena hal kecil aja bisa nyadarin aku."
"Benarkah?"
"Iya, Kek. Syafaat melalui seorang gadis."
"Gadis? Siapa?"
"Namanya Hani. Dia asisten rumah tangga yang baru. Entah kenapa, tiba-tiba hanya karena dia nyuruh shalat, serta merta hatiku tergerak untuk shalat. Bahkan sejak itu, nggak pernah bolong lagi. Selalu lima waktu."
"Masyaa Allah ...."
Bulan tampak bersinar terang tergantung di langit. Jangkrik-jangkring bersuara membentuk irama membiaskan suasana pedesaan di malam hari.
"Kek ...," ucap Galang, "haruskah aku pulang?"
Desahan Kakek terembus pelan.
"Pulanglah, Lang. Kakek nggak membela Indah. Kakek cuma mau kamu menyelesaikan masalah dengan baik. Kalau kalian bisa bersatu kembali, Kakek bersyukur. Kalau pun harus berpisah, berpisahlah baik-baik."
Kepala pria dengan garis wajah tegas itu menunduk. Mata yang semula hanya berkaca-kaca, kini mengalirkan air dari sudutnya. Kakek yang menyadari itu, serta merta mengusap lembut punggung sang cucu.
"Jalani saja, Lang. Semua akan baik-baik saja. Serahkan semua pada Allah. Nanti pasti akan ada jalannya."
Malam pun berlalu begitu lambat.
_______
Pagi hari, saat Hani tengah sibuk memasak di dapur, tiba-tiba terdengar jeritan dari kamar tidur utama. Serta merta ia mematikan kompor, lalu bergegas berlari menuju arah sumber suara."Mbak Indah ...!" Gadis itu sontak berteriak histeris kala mendapati sang majikan telentang di lantai dengan darah segar keluar dari sela-sela kedua kakinya.
"Hani! Tolooong ...! Sakiiit ...!" rintih wanita berpiyama kimono itu.
"I-iya, Mbak. Saya panggil ambulans."
Tak lama setelah Hani menelepon bantuan, sebuah ambulans datang dan segera membawa Indah ke rumah sakit terdekat.
Lima belas menit kemudian, mereka telah sampai di tempat yang dituju.
Cemas. Hani hanya mondar-mandir saja ketika sang majikan tengah ditangani di IGD.
"Bagaimana keadaan majikan saya, Dok?" tanya Hani ketika Dokter keluar dari ruangan di mana Indah berada. Jantungnya berdegup kencang menanti apa yang akan dikatakan Dokter itu.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Honey (COMPLETED √)
RomanceSebelum baca, jangan lupa follow dulu, Gaes. Abis baca, jan lupa vote, yak. ******* "Buka pintunya, Tuan!" "Kok, kamu marah, sih?!" "Loh, ya, wajar saya marah! Tuan nyium saya tanpa izin!" Wajah gadis itu merah sebab amarah yang membuncah. "Kalau so...