"Terima kasih, Sayang," ucap Reymond santai saat menerima tisu tersebut.
Maryati terkejut mendengar apa yang baru saja didengarnya. "Sayang?"
Hani yang semula tak begitu menghiraukan, tiba-tiba ikut terkejut. Kedua matanya membulat sempurna. Ia sungguh tak percaya pria itu keceplosan bicara.
Tanpa dinyana, Reymond ternyata juga baru menyadari ada yang salah dari ucapannya. Membuatnya menelan ludah dengan susah payah.
"Eh, eng ... anu ...." pria itu jadi salah tingkah. Tak tahu harus berkata apa.
"Jadi, Tuan ini sebenarnya siapa?"
Sejenak pria itu berpikir. Namun, karena sudah terpojok, akhirnya ia mengaku juga.
"Ehm ... jadi, karena memang sudah ketahuan, sekalian saja saya sampaikan maksud saya ke mari," terangnya.
Ia berdehem sejenak. Menatap Hani sekilas, lalu melanjutkan ucapannya. "Sebenarnya saya ke sini untuk meminta izin kepada ibu untuk merestui hubungan kami. Kami meminta izin untuk ... menikah."
"Apa?" Wanita berkulit putih yang sudah menampakkan keriput di beberapa bagian wajahnya itu tampak masih belum mengerti. "Apa kalian pacaran sebelumnya?"
"Enggak, Mak! Kami nggak pacaran!" sahut Hani kilat. Takut ibunya tersebut salah paham.
"Tunggu dulu, Tuan. Saya belum mengerti. Tolong jelaskan lagi."
"Jadi ... intinya adalah saya akan menikahi putri Ibu jika diizinkan."
Maryati mengerutkan dahi. Menoleh ke arah gadis berjilbab ungu yang duduk tepat di sampingnya.
"Beneran, Nduk?" tanyanya memastikan.
Anggukan, jawaban yang Hani berikan.
"Kenapa mendadak sekali? Mamak bahkan belum pernah bertemu dengannya sebelum ini. Kenapa tiba-tiba kamu bilang akan menikah sama dia? Jangan bilang kalau kamu ham--"
"Nggak, Mak!" Hani secepat kilat memotong ucapan Maryati. "Bukan seperti itu, Mamak jangan salah paham. Kami bahkan nggak pacaran, Mak."
"Lalu?"
"Jadi, begini, Bu," potong Reymond.
"Saya jatuh cinta sama putri Ibu. Jujur, saya belum pernah bertemu wanita seperti Hani yang nggak matre. Selama ini ... semua wanita yang mengenal dan dekat dengan saya, adalah wanita-wanita yang hanya memandang harta yang saya miliki. Ibu tahu? Cuma Hani yang berani nolak saya, loh, Bu!" Tawa Reymond berderai. Melepas semua ketegangan yang sedari tadi menyelimuti hatinya.
"Satu hal yang membuat saya yakin Hani adalah wanita yang tulus, adalah syarat yang diajukannya untuk bersedia saya nikahi. Dia nggak meminta saya mahar mewah. Jangankan uang, ia hanya minta saya untuk berhijrah. Berubah menjadi manusia yang lebih baik dan dekat dengan Yang Maha Kuasa."
"Masyaa Allah ...." Maryati tertegun. Ditatapnya putri satu-satunya tersebut dengan penuh haru.
Sedang si wanita yang dibicarakan hanya terpaku. Ditatapnya pria yang sedari tadi juga melihat ke arahnya, mata mereka seolah tengah saling bicara. Menyadari hal tersebut, Maryati kemudian berdehem.
"Eh, ehm, jadi begini, Bu. Kalau Ibu merestui kami, lusa, Mama Papa dan rombongan keluarga sudah siap untuk datang ke mari. Nggak banyak, hanya beberapa orang saja. Lamaran sekaligus ijab kabul."
"Apa! Lusa?!" Maryati tak sanggup menahan keterkejutan hingga tanpa disadari ia berteriak cukup keras. Kedua matanya bahkan membulat sempurna.
"Untuk apa menunda-nunda untuk sesuatu yang baik, ya, kan, Bu?" ucap Reymond meyakinkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Honey (COMPLETED √)
RomanceSebelum baca, jangan lupa follow dulu, Gaes. Abis baca, jan lupa vote, yak. ******* "Buka pintunya, Tuan!" "Kok, kamu marah, sih?!" "Loh, ya, wajar saya marah! Tuan nyium saya tanpa izin!" Wajah gadis itu merah sebab amarah yang membuncah. "Kalau so...