"Mas Galang," gumam Hani lirih. Kedua manik matanya berkaca-kaca.
Pria itu turun dari mobil dibantu sang asisten, Dedi.
"Assalamu'alaikum," ucap Galang dengan tatapan sendu.
"Wa'alaikumsalam." Lirih Hani menjawab.
Keduanya saling terpaku. Nyaris seperti patung untuk beberapa detik. Seperti mata mereka saling bicara, melepas rindu yang selama ini bersembunyi di bilik hati.
_______Sinar rembulan benar-benar menambah suasana menjadi semakin syahdu. Beberapa hari terakhir ini, cuaca yang biasa mendung, kini, seolah memberikan kesempatan dua insan untuk merangkai satu kenangan manis malam ini.
Hani dan Galang duduk di sebuah tempat duduk yang terbuat dari bambu kering yang dibelah dua lalu dipaku sejajar pada empat buah kayu penyangga. Nyaris seperti perancah, tapi kaki penyangga lebih pendek. Masyarakat di sini menyebutnya gethek (tempat duduk untuk thethek/nongkrong).
Hamparan sawah terbentang di hadapan. Dengan sinar rembulan yang tengah purnama, dan pendar lampu jalan yang hanya lima watt tak membuat Galang kesulitan menikmati wajah ayu gadis di sampingnya.
"Gimana kabarnya, Mas?" Basa-basi Hani membuka percakapan.
"Kurang begitu baik sejak aku tahu besok kamu akan menikah dengan pria itu."
"Bukankah menikah adalah sesuatu yang mulia? Kenapa sesuatu yang baik bisa membuat Mas Galang menjadi merasa tak baik?"
Galang menoleh, membuat Hani melakukan hal yang sama. Beberapa detik mereka saling menatap, lalu, Hani memalingkan wajah ketika menyadari ada sesuatu yang salah dari tatapan sang mantan majikan.
"Han ... apa kamu serius akan menikahi pria itu?"
"Semua sudah diputuskan, Mas. Hanya tinggal menjalani saja."
"Apa kamu cinta sama dia?"
Tiba-tiba saja dada gadis itu berdebar tak beraturan. Bibirnya gemetar untuk menjawab pertanyaan berat itu.
"Cintaku pada Allah yang membawaku pada keputusan untuk menikahi Tuan Reymond. Jadi, nanti setelah kami menikah, Allah pasti akan menumbuhkan rasa cinta di hatiku."
"Itu artinya, kamu nggak cinta, kan, sama dia? Jujurlah, Han?"
"Apa pentingnya itu, Mas? Besok aku akan menikah, aku kira sudah nggak ada yang perlu dibahas, bahkan tentang rasa sekali pun."
"Nggak! Kamu salah, Han! Siapa bilang itu nggak penting?! Han, aku tahu kamu suka sama aku, dan aku juga suka sama kamu. Jadi, pikirkan kembali, Han .... Ini belum terlambat."
Kedua bola mata pria itu berkaca-kaca. Memantik rasa iba di hati Hani. Juga, memantik rasa cinta yang selama ini telah ia coba kubur sedalam-dalamnya. Entah kenapa, rasa itu tumbuh kembali.
"Tapi, Mas--"
"Han ... aku cinta sama kamu ...." Galang mendesah. "Maaf karena terlambat mengatakannya, tapi, aku pikir, sekarang masih ada waktu untukku membayar kebodohanku itu."
Bulir bening meluncur begitu saja dari satu mata gadis mungil itu.
"Mas ... aku--"
"Nduk!" teriak Maryati dari dalam rumah, memenggal ucapan putrinya yang belum selesai. Ia berjalan tergesa mendekati dua insan yang berada di belakang rumah.
"Ada apa, Mak?" Hani bergegas bangkit, menyambut sang ibu.
"Itu, Nak Reymond sama kedua orangtuanya sudah datang," ucap Maryati. "Kamu cepat bersiap-siap, Mamak mau menyambut mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Honey (COMPLETED √)
RomanceSebelum baca, jangan lupa follow dulu, Gaes. Abis baca, jan lupa vote, yak. ******* "Buka pintunya, Tuan!" "Kok, kamu marah, sih?!" "Loh, ya, wajar saya marah! Tuan nyium saya tanpa izin!" Wajah gadis itu merah sebab amarah yang membuncah. "Kalau so...