Keluar dari parkiran rumah sakit dengan motornya Danu mengiringi mobil Tiara hingga sampai di rumahnya. Setelahnya Danu langsung pamit pulang tanpa mampir. Ia kuatir kalau ia berlama-lama berdua dengan Tiara malam itu bisa-bisa ia kebablasan mengungkapkan perasaan hatinya pada Tiara yang terasa makin menggebu.
Tiara berbeda bebeda dengan cewek-cewek lain yang Danu kenal selama ini, sejak dulu Danu selalu merasa nyaman dengannya. Persahabatan mereka dimulai sejak masa SMP saat Danu terpilih menjadi ketua OSIS dan Tiara wakilnya. Banyaknya kegiatan dan acara-acara yang diselenggarakan OSIS tempat mereka sekolah membuat mereka lambat laun menjadi akrab. Dan sewaktu SMA mereka satu sekolah lagi, Danu dan Tiara kembali aktif di kegiatan OSIS. Persahabatan mereka terus berlanjut hingga saat ini mereka sama-sama kuliah di kampus dan jurusan yang sama.
Bersama Tiara Danu merasa bisa benar-benar menjadi dirinya sendiri. Dan betapa leganya Danu karena ternyata Tiara juga bisa menerima Danu apa adanya setelah mengetahui bahwa ia hanyalah mantan anak panti dengan asal usul yang tidak jelas dan bukannya anak kandung dari Ayah dan Bundanya saat ini yang hidup mapan dan berkelimpahan. Belum tentu cewek lain bisa begitu.
Saatnya belum tepat, batin Danu dalam hati. Ia masih perlu bersabar sebelum yakin cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.
Baru saja Danu rebahan di kamarnya setibanya ia di rumah, tiba-tiba ada telpon masuk di ponselnya dari nomor yang tidak ia kenal. Dengan malas Danu mengangkatnya. Ternyata dari Yovita, Danu hapal sekali dengan suaranya yang agak sengau. Rupanya cewek itu sengaja menggunakan nomor baru agar Danu mau menerima telponnya. Dalam hati Danu menyumpah-nyumpah kesal.
"Ada apa Yov?" tanya Danu dingin teringat cerita Tiara bahwa Yovita hampir saja menamparnya di pesta ulang tahun Debby tempo hari karena cemburu.
"Sori, ganggu ya?"
"Iya, aku baru pulang nih, capek."
Terdengar suara merajuk sok manja di seberang sana.
"Kamu dulu seneng banget kalau aku telpon. Secapek apapun kamu pasti mau menerima."
"Iya dulu, tapi sekarang kita udah putus setahun lebih."
"100 persen?"
Danu memutar kedua bola matanya tidak sabar. Kenapa sih cewek ini suka banget main persen-persenan?
"Iya, 100 persen."
"Kamu udah bener-bener nggak sayang aku lagi?"
"Kita udah putus Yov," jawab Danu datar.
"Tapi kamu masih simpen cincin yang kita beli waktu jadian dulu kan?"
"Sori udah hilang nggak tau kemana."
"Kamu jahat!" tiba-tiba suara Yovita meninggi, "benar kata Marsela, kamu sekarang udah jadian sama Tiara. Aku tahu dari dulu kalau cewek itu berkedok sahabat padahal dia suka sama kamu kan?"
Danu menggaruk-garuk kepalanya frustasi, "Beneran deh Yovita, aku capek. Aku nggak ada waktu untuk ini."
"Aku benci sama dia, aku benci sama kamu!" Yovita berteriak-teriak histeris.
"Yov, please deh, nggak usah drama."
Tidak mau menunggu amukan cewek itu lebih lanjut, tanpa pamitan Danu langsung menutup telponnya. Dengan kesal ia menyurukkan handphone-nya ke bawah kasur dan lalu membenamkan kepalanya dengan bantal. Tiduuuurr....
Tiara akhirnya bisa menerima kenyataan bahwa perasaannya kepada Danu tidak mungkin akan bisa kembali seperti dulu lagi. Apalagi sejak ia mendengar cerita Danu mengenai asal-usulnya sebagai anak adopsi sepulang dari panti tempo hari. Rasa iba sekaligus kagum terhadap cowok itu begitu menumpuk dalam hatinya. Ia yakin kali ini ia benar-benar sudah jatuh hati kepada seseorang istimewa yang selama ini kebetulan telah menjadi sahabatnya sekian lama.
Lucu memang, cinta datang tanpa diduga dan begitu datang tidak bisa ditolak. Bila sebulan yang lalu ada orang yang memberitahunya bahwa Tiara bakalan jatuh cinta pada Danu, Tiara pasti akan tertawa ngakak. Tapi ternyata perkara hati memang tak bisa diramal. Lihat saja dirinya sekarang, tak bisa melawan perasaannya.
Sebenarnya yang paling membuat dirinya gundah adalah apakah ia mampu menyembunyikan isi hatinya dari Danu lebih lama lagi. Manakala bersama Danu ia merasa jantungnya berdegup berapa kali lebih cepat dan pipinya memerah. Ia juga takut, bukan hanya Danu, tapi lambat laun teman-temannya satu geng juga akan bisa mengendus perasaan Tiara.
Seperti tadi di kampus, karena hari ini ia dan Danu tidak sekelas, seharian Tiara diam-diam gelisah mencari sosoknya. Sewaktu istirahat di kantin matanya tak lepas dari pintu berharap Danu muncul. Tapi cowok tersebut sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya.
"Nyari siapa sih Tiara?" tanya Dina penasaran, "Dari tadi kok seperti gelisah?"
Tiara gelagapan.
"Nyari Danu ya?" tembak Aya sambil nyengir.
"Iya nih, gue mau ngomongin tentang persiapan akhir untuk acara pernikahan guru gitarnya Nia yang waktu itu gue ceritain," jawab Tiara berkelit.
"Kirain mau nanyain dompet elo yang ketinggalan di toilet."
"Dompet gue udah dianterin langsung kok sama Danu, dia nyusulin gue di rumah sakit."
"Baik bener ya dia. Jarang lo cowok model Danu. Pantes aja Yovita masih belum bisa move on sampai sekarang," gumam Dina sambil mengaduk-aduk es tehnya.
Aya tergelak, "Kasihan ya. Padahal kalau Danu sih, kayaknya lagi ada yang dia taksir tuh. Liat aja penampilannya akhir-akhir ini, rapih banget kan?"
"Iya," timpal Dina, "Kemarin Dion juga ngomong katanya Danu lagi naksir cewek."
"Oh ya?" tanya Tiara terkejut, "Sama siapa?"
"Elo coba tanya aja langsung ke Danu. Yang pasti bukan sama gue," ledek Dina senang,
Tiara merengut tahu dirinya dipermainkan. Ia pun buru-buru mengajak teman-temannya untuk masuk ke kelas dengan alasan takut telat. Aya dan Dina saling melempar pandang penuh arti sambil mengikuti langkah-langkah cepat Tiara.
Di tikungan dekat kantor Tata Usaha, mereka berpapasan dengan Dion yang juga sedang dalam perjalanan menuju ke kelas berikutnya.
"Dion, lo liat Danu nggak?" tanya Aya iseng.
"Nggak, tadi pagi sih sekelas sama gue. Emang kenapa?"
"Dicariin Tiara nih."
Tiara mendelik ke arah Aya.
"Oke, nanti kalau ketemu gue bilangin deh," jawab Dion sambil berlalu.
Aya tersenyum lebar dan masuk ke kelas mendahului Tiara.
Tiara menghela napas. Sabar... sabar... sabar....
Sepulang dari kuliah sore itu Tiara dikejutkan dengan bingkisan coklat dari Belanda yang dikirim oleh kurir sebuah ojek online. Tanpa membaca nama pengirimnya Tiara sudah bisa menduga bingkisan tersebut dari siapa. Erik.
Tiara membaca kartu yang tersemat di bingkisan tersebut.
Thinking of you.
Tiara menggeleng-gelengkan kepalanya dan langsung naik ke atas ke kamarnya.
Tak lama kemudian WA dari Erik masuk.
Tiara, sudah terima coklat dariku? Aku pesen khusus dari Tante di Belanda dan baru sampai kemarin. Semoga kamu suka.
Thanks, ya.
Kartunya juga udah dibaca?
Udah.
I am still thinking of you.
I am not.
Tiara mematikan ponselnya dengan kesal. Ini sudah kelima kalinya dalam beberapa bulan terakhir ini Erik mengirimkannya sesuatu, mulai dari bunga, donat, pulsa, dan terakhir ini coklat. Yang pasti di luar sepengetahuan Marsela. Apa maksudnya Tiara tidak tahu. Tapi ia tidak suka.
YOU ARE READING
Jadian Yuuk
ChickLit"Jangan cemberut, nanti makin cantik lo," goda Danu sambil tertawa. Cowok itu langsung menyalakan motornya dan menyuruh Tiara untuk naik. Dengan ragu-ragu Tiara melingkarkan tangannya di pinggang Danu. "Yaelah Tiara, jangan malu pegangan. Awas ja...