"Nyonya Nara, kita pulang sekarang?"
tanya Kio menatap lekat ke arah Naraya. Naraya mengangguk pelan, ada perasaan enggan untuk berpisah dari laki-laki yang ada di depannya itu. Naraya merasa ada yang salah dengan perasaannya, tapi entah apa, ia tak bisa menemukan letak kesalahannya.
Kio mengajak Naraya memasuki ruang tempat Ibunya sedang dirawat, Naraya menurut.
"Bu, Kio nanti ke sini lagi. tapi sekarang Kio harus memastikan Naraya sampai rumah dengan selamat. Ibu tunggu di sini dulu ya." Kata Kio pada Ibunya yang sampai sekarang belum sadar juga.
"Tante, Nara pamit ya. Nara pinjam Kio sebentar, nanti setelah mengantar Nara pulang Kio akan kembali ke sini nemenin Tante." Naraya mengikuti apa yang dilakukan Kio, sedangkan Kio terus tersenyum ke arah Naraya.
"Kenapa lo?" kata Naraya yang menyadari bahwa sejak tadi telah dipandangi Kio.
"Kenapa harus pinjam sebentar? kenapa ngga jadikan gue sebagai milik lo saja? oh gini aja, gue yang akan menjadikan lo sebagai milik gue. Tunggu ya, segera!"
Naraya terkejut mendengar penuturan Kio, ia memilih untuk berjalan keluar meninggalkan Kio daripada harus menanggapi apa yang Kio katakan. Tiba-tiba saja ada perasaan takut yang mengetuk hatinya, takut terluka, takut berurusan dengan cinta. Ada rasa sakit yang kembali mengusik hatinya. Sesak.
"Tunggu gue!" Teriak Kio seraya mengejar Naraya yang telah jauh di depan.
*********
Di tengah perjalanan, Naraya tetap diam tak mengatakan apa-apa. hanya sesekali menunjukkan arah jalan menuju rumahnya pada Kio.
"Nyonya Nara. Jangan bengong, nanti ayamnya mati" Goda Kio.
"Jangan panggil gue Nyonya Nara." kata Naraya pelan.
"Lalu? gue harus manggil lo apa? Nyonya Kio? eh kalau itu nanti setelah kita resmi sebagai pasangan menurut agama, negara, nusa dan bangsa. Sekarang panggil sayang saja gimana?"
"Kio! gue lagi ngga mood buat bercanda"
"Padahal gue ngga sedang bercanda"
*********
"Itu tu berhenti di depan rumah yang pagar biru, ya" Naraya menunjuk sebuah rumah berpagar biru yang terdapat banyak bunga di depannya.
Kio berhenti tepat di depan rumah Naraya.
"Terima kasih, ya" Naraya menyodorkan helm ke arah Kio. Kio tersenyum.
"Nara, kok temannya ngga disuruh masuk? ayo sini mampir dulu jangan buru-buru pulang" Teriakan dari Tante Hanun mamanya Naraya itu semakin membuat Kio tersenyum lebar.
"Boleh tante?" tanya Kio memastikan, Naraya melotot ke arah Kio tapi tak dipedulikan. Naraya merasa ingin menghilang dari dunia sekarang juga. seharusnya ini tidak terjadi, seharusnya Naraya menolak ajakan Kio untuk jalan-jalan pagi tadi dengan begitu tak akan ada hal-hal semacam ini.
"Tentu boleh... Nara, cepet itu temennya disuruh masuk dulu. Kasihan, pasti capek nganterin kamu pulang."
"Iya maaaah" Naraya pasrah, dibukanya gerbang hingga motor Kio bisa memasuki halaman rumahnya. Kio memarkirkan motornya lalu berjalan menghampiri Tante Hanun.
"Kio, tante" kata Kio memperkenalkan diri, ia mencium tangan mama Naraya.
"Saya mamanya Naraya. Sudah duduk dulu, mau di teras saja atau di dalam? di teras saja ya lebih sejuk sore-sore gini"
"Iya Tante" Kio mengikuti tante Hanun duduk di kursi kayu di depan Rumah Naraya.
Naraya sendiri masih tak percaya dengan apa yang terjadi, ia benar-benar tak pernah membawa cowok ke rumah untuk dikenalkan pada mamanya itu, kecuali Bumi, seseorang yang pernah menjadi bahagianya yang telah lama tak lagi terdengar kabarnya.
Tapi kali ini bukan naraya yang mengajaknya ke rumah untuk diperkenalkan pada mamanya, ini adalah rencana semesta yang bahkan membuat Naraya terkejut.
"Nara, buatin minum temanmu ini."
"Iya, mah" Naraya berjalan masuk ke dalam rumah, tasnya ia letakkan di atas kursi besar yang berada di ruang tamu lalu ia berjalan menuju dapur untuk menuruti perintah mamanya itu.
***********
Naraya keluar dengan membawa 3 cangkir teh panas serta sepiring roti kering.
"Silakan, Nak Kio. Tante tinggal ke dalam dulu. Ngobrol sama Nara dulu ya. Tapi hati-hati, dia galak, suka gigit"
"Mamah ih!"
"Tuh lihat, galak kan?" Tante Hanun tertawa, ia masuk ke dalam rumah membawa secangkir teh yang telah disiapkan oleh Naraya.
"Ngobrol apa tadi sama mamah? gue denger lo ketawa lo keras banget tadi?" selidik Naraya.
"Ada deeeeh"
"Kasih tau ngga! Gue usir nih lo!"
"Bener kata mama lo ya, lo galak" Kio mengambil roti dan mencelupkannya pada teh yang ada di depannya. Lalu memakannya.
"Tuhan, jauhkan hamba dari makhluk menyebalkan ini, Tuhan. Tuhan kenapa hamba harus bertemu dengan makhluk ini!" Teriak Naraya memelas.
"Tuhan jangan dengerin doa Nyonya Naraya Tuhan, dengerin doaku saja: Jangan jauhkan hamba dari dia, soalnya hamba merasa bahagia karena sudah dipertemukan dengan dia, ya meskipun dia galak akan tetap kuterima." Kio tertawa melihat ekspresi Naraya yang penuh dengan kekesalan itu.
Kio tengah menatap Naraya yang meniup tehnya ketika kemudian dia mendapat telepon.
"Halo, iya?! Kio kesana"
Naraya kembali menemukan kesedihan di wajah Kio, kali ini lebih dalam dari sebelumnya.
"Nyonya Nara, gue pulang dulu ya. Sampein sama mamamu makasih dan maaf karena tidak bisa pamit langusung" Naraya melihat ada air mata di mata Kio. Kio langsung pergi meninggalkan Rumah Naraya.
"Tuhan ada apa lagi ini?" tanya Nara dalam hati.
"Nara, Kio kemana??" tanya Tante Hanun yang keluar karena mendengar suara motor melaju.
"Pulang Mah, tadi habis dapat telepon langsung buru-buru pergi, ngga tau kenapa. Oh ya, kata Kio makasih buat mamah, sama maaf karena pulangnya ngga izin mamah dulu"
"Dia anak baik" kata Tante Hanun lirih, Naraya hanya tersenyum mendengar perkataan Mamanya.
***********
semoga semuanya baik-baik saja.
************
Hay...
Maaf ya baru update kisah KIO dan Naraya. semoga kalian terhibur.
Kira-kira apa ya yang akan terjadi selanjutnya?
Jangan lupa vote dan komentarnya ya teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
#KioNara ( SUDAH TERBIT )
Teen Fiction[ FOLLOW DAN VOTE YAAA ] Tersedia di gramedia. Pesan online DM instagram @kopioppi "Kamu; yang membuatku kembali percaya bahwa bahagia benar adanya. Kamu; yang membuatku paham bahwa kesedihan bukan hal yang bisa dihindari keberadaannya" 1 #Kata (...