KESEDIHAN

6.7K 408 6
                                    

Selalu saja ada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan, selalu saja ada kejadian-kejadian yang terjadi di luar dugaan, selalu saja ada sesuatu yang tak sesuai dengan harapan.

Tuhan Maha Baik, sudah seharusnya kita percaya bahwa apa saja yang terjadi adalah yang terbaik, jika sekarang tidak kita lihat letak baiknya, mungkin saja nanti.

***************

Neva yang tidak tega melihat sahabatnya menitikkan air mata itu memilih untuk menghilangkan rasa gengsinya. Saat masih jam pelajaran terakhir, Neva dengan penuh kecemasan mengirim sebuah pesan kepada Ken, mantan kekasihnya, untuk menanyakan alamat rumah Kio.

"Ken, maaf. Gue ngga bermaksud ganggu lo. Gue cuma mau nanya, lo tau alamat rumahnya Kak Kio kan?"

"Hey. Bukannya nomor gue lo blokir ya?"

"Udah jangan bahas itu, kasih tau alamat kak Kio. Gue bener-bener butuh!"

"Ada hubungan apa lo sama Kio? ini gue sama temen-temen sekelas sama wali kelas udah di rumah Kio"

"Bukan untuk gue, untuk Naraya. Lo tau kan? sahabat gue"

"Kirain. Gue langsung share loc aja ya. Biar lebih mudah ntar"

"Makasih ya"

"Iya, sama-sama. Keadaan lo gimana sekarang?"

"Ngga perlu basa-basi. Lo paling paham gimana kondisi hati gue setelah lo milih ninggalin gue"

Pesan terakhir Neva hanya dibaca tanpa ada balasan. Neva merasa ada sesak di dadanya. Tapi yang bisa dilakukannya hanya diam dan menerima.

"Nara, gue udah dapet alamat Kio. Gue share ke lo ya lewat WhatsApp, ya" bisik Neva pada Naraya yang sedari tadi terlihat menyimpan kecemasan. Naraya mengangguk pelan.

Setelah hampir satu jam, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi juga. Semua murid keluar dengan wajah lelah yang dihiasi senyum bahagia sebab pelajaran telah usai.

"Nara, mau gue anter?" Neva memegang pundak Naraya yang masih terdiam padahal kelas sudah sepi.

"Eh, gue sendiri aja, Va. Makasih ya, maaf juga gara-gara gue lo jadi harus berurusan sama Ken lagi"

"Udah, lo tenang aja. Hati gue ngga serapuh itu. Lo berangkat sekarang gih, biar ngga kesorean. paling temen-temen sekelas Kak Kio udah pada pulang dari rumah Kak Kio."

"Iya, tapi va. gue takut. gue takut kalau dia ngga mau nemuin gue."

"Nara, ini semua sudah diatur sama Tuhan, ini semua bukan kesalahan lo. udah ayo...."

Naraya mengikuti langkah Neva keluar dari sekolah. mereka menunggu bus di halte depan sekolah, Bus yang harus Naraya naiki untuk sampai ke rumah Kio sudah tiba, sedikit sesak karena memang masih jam pulang sekolah, Neva memeluk Naraya sebelum menaiki bus.

Tidak ada tempat duduk yang tersisa, Naraya terpaksa berdiri. Tatapannya kosong, di hatinya hanya ada ketakutan, kecemasan juga rasa bersalah. Airmatanya menetes, buru-buru ia menghapusnya.

***********

Naraya turun dari bus tepat di depan sebuah toko bangunan besar, Naraya melihat Share Loc yang dikirim Neva padanya, Naraya mengikuti arah yang ada di sana, untungnya rumah Kio tidak terlalu jauh dari jalan raya.

Naraya berhenti di depan rumah berpagar coklat, di depan rumah itu terdapat bendera kuning kecil. Rumahnya sudah terlihat sepi, mungkin para pelayat sudah pulang.

Naraya menekan bel yang ada di depan pagar. tiba-tiba keluar seorang laki-laki yang kemarin di lihatnya di rumah sakit. laki-laki itu membuka gerbang, tatapannya tajam ke arah Naraya.

"Lo! lo yang kemarin di rumah sakit kan? lo yang ngajak si Kio pergi ninggalin nyokap gue kan! lihat sekarang! gara-gara lo ini semua terjadi, andai Kio nurut perintah gue buat jagain nyokap, pasti ini semua ngga bakal terjadi!" teriak laki-laki itu. Naraya menunduk, hatinya merasa hancur. ia merasa benar-benar bersalah dan tak ada kata yang bisa dia ucapkan untuk menjawab perkataan laki-laki itu.

"Bang! apa-apan sih!" teriak Kio yang tiba-tiba keluar dari rumahnya, matanya sembab. terlihat jelas raut kesedihan di wajahnya. Naraya menoleh ke arah Kio. menatapnya dengan dalam. ingin sekali Naraya mengucapkan maaf, tapi ia sadar bahwa permintaan maafnya tidak akan mengembalikan apapun yang telah hilang.

"Urus nih temen lo!" Kata laki-laki itu.

"ngga perlu nangis di sini! ngga guna!" tambahnya lagi ketika melihat air mata yang keluar dari mata Naraya.

Kio mendorong tubuh lelaki yang merupakan kakaknya itu. "Udah bang! tolong! ini bukan salah temen gue!"

kakak Kio itu masuk kedalam rumah dengan sesekali melirik tajam ke arah Naraya. Naraya hanya bisa diam dan terus memandangi Kio.

"Kio, gue...."

"Jangan nangis. Ngga boleh cengeng" Kata kio memotong perkataan Naraya, tangannya mengusap air mata di pipi Naraya. Naraya terdiam, entah kenapa ketika bersama Kio ia merasakan sesuatu yang berbeda. perasaan yang selama ini sangat dia hindari kedatangannya.

"Duduk dulu" Kio menarik tangan Naraya, mengajaknya duduk di bangku yang ada di taman kecil di depan rumahnya.

Naraya kembali menangis, ia seakan ikut merasakan kesedihan yang Kio rasakan. Ia merasa bahwa apa yang terjadi benar-benar kesalahannya. Ia merasa bahwa seharusnya Kio tidak mengantarnya pulang, seharusnya ia pulang sendirian.

Kio menatap Naraya yang menangis di depannya.

"Kenapa? Nyonya Nara ternyata cengeng ya?" kata Kio pelan.

"Gue, gue minta maaf. gara-gara gue ini semua terjadi, seharusnya gue ngga menyita waktu lo kemarin, seharusnya lo ngga nganterin gue pulang, seharusnya kita ngga perlu ketemu kemarin, seharusnya........"

"husssh" kio menempelkan jari telunjuknya di bibir Naraya yang membuat Naraya terdiam dan tak melanjutkan perkataannya.

"Nyonya Nara tidak salah" ucap Kio

"Tapi....."

"Sudah, jangan tapi tapi lagi. Oh ya, tau rumah ini dari mana?"

"Ken"

"Lho... kenal? ternyata semesta ini sempit ya" Kio tersenyum, senyumnya manis seperti biasanya tapi meski begitu tetap saja terlihat jelas kesedihan yang sedang ia simpan.

"Kio, jangan cuma tersenyum dan pura-pura baik-baik saja. gue tau keadaan lo sedang tidak baik-baik saja sekarang." kata Naraya. Naraya merasa khawatir melihat keadaan Kio. Naraya tau bahwa senyum yang Kio tunjukkan kepadanya itu hanyalah sebuah sandiwara. Naraya tau bahwa ada banyak kesdihan yang sedang Kio coba sembunyikan.

Kio tersenyum ke arah Naraya. tapi di sudut matanya menetes sebuah kesedihan. Naraya menggenggam tangan Kio, berusaha menenangkan hatinya. Meski sulit, yang ditinggal pergi memang seharusnya tidak terlalu lama larut dalam rasa sakit.

mereka sama-sama diam. Kio tak mampu menyembunyikan kesedihan yang dia rasakan sedangkan Naraya tak mampu melihat Kio bersedih hingga demikian.

**************

Tidak semua kesedihan bisa dinikmati sendirian, ada beberapa kesedihan yang memerlukan teman berbagi, ada beberapa kesedihan yang tidak bisa ditanggung seorang diri.


******************

Terima kasih sudah berkenan membaca kisah ini.

jangan lupa share, komentar dan votes ya....

tunggu kelanjutan ceritanyaaaa....

love yaaaaah

Lulux RF

#KioNara ( SUDAH TERBIT ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang