MEMASTIKAN

6.7K 378 6
                                    

Menjadi manusia memang harus selalu kuat dan tahan dengan banyak keadaan. kalau tidak, bisa-bisa jadi kehilangan arah.

Menjadi manusia memang harus selalu siap dengan banyak kejutan yang mungkin saja semesta berikan, entah bahagia entah kesedihan, semuanya harus dilewati dan tidak akan bisa dihindari.

**********

"Nara, jangan lupa hari Minggu ya." kata seorang cowok yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Neva dan Naraya yang sedang lahap memakan bakso di kantin sekolah.

"Eh, oke. Jam 9 Pagi, kan?" Naraya menjawab tanpa menoleh sedikitpun sebab ia sudah hapal dengan pemilik suara itu. Azki, teman sekelasnya yang menyebalkan dan entah kenapa Naraya harus satu kelompok dengan cowok ini. Mau menolak, tapi tidak bisa. Sebab memang kelompok yang terdiri dari dua orang itu dipilih langsung oleh Pak Riza, guru Bahasa Indonesia.

"Okeh deh" Jawab Azki, tangannya mengambil alih sendok yang ada di tangan Naraya lalu mengambil satu bakso yang ada di mangkok dan memakannya seolah tak punya dosa.

"Woyyy! Beli sendiri." Naraya memukul punggung Azki, memang cowok satu ini tidak pernah menyenangkan sama sekali. Neva hanya tertawa melihat reaksi Naraya atas kelakuan Azki.

"Pelit emang lo!" Azki berlari meninggalkan Naraya dan Neva, takut dipukul lagi.

"Tugas Bahasa Indonesia?" tanya Neva dengan mulut masih penuh dengan kerupuk.

"Iya, heran asli. Gue kayaknya ngga berbuat jahat deh, kenapa harus dihukum dengan satu kelompok sama orang tengil macam Azki itu." Naraya menghela napas panjang. membayangkan betapa menyebalkannya hari Minggu yang akan dia lewati bersama cowok tengil yang satu itu.

"Terus maunya sama siapa lo? hahaha"

"Siapa aja asal bukan Azki"

Baru saja Naraya ingin melahap satu bakso terakhirnya tiba-tiba ponsel yang dia letakkan di atas meja berdering, tertera nama Calon kekasihnya Nara. Neva menatap dengan tatapan penuh selidik ke arah Naraya.

"Biarin udah." Jawab Naraya. meski sebenar-benarnya dia ingin sekali mengangkat telepon itu tapi ia sadar bahwa tak seharusnya merasa demikian, hal itu tak seharusnya dilakukan. Naraya merasa harus membatasi diri, ia tak ingin jatuh pada cinta lalu terluka seperti yang ia alami terakhir kali.

Neva yang penasaran langsung mengambil ponsel Naraya dan mengangkat telepon dari Calon Kekasihnya Nara itu. Naraya mendelik ke arah Neva. Tangannya berusaha merebut ponsel itu tapi tak berhasil.

"Halo, Nyonya Nara sedang istirahat? atau malah sudah mau masuk ke kelas lagi?" terdengar suara di ujung telepon, suara cowok yang benar-benar meneduhkan. Neva makin penasaran dengan siapa pemilik suara itu dan kenapa bisa namanya di ponsel sahabatnya itu "Calon Kekasihnya Nara" ?

"Halo, ... Nyonya Nara? kok diem?"

Naraya merebut ponselnya dari tangan Neva. "Halo, Kio. Gimana?" Ucap Naraya pelan.

Neva menatap Nraya dengan tajam seakan ada banyak sekali pertanyaan yang akan segera menghujani Naraya.

"Ngga, cuma mau mastiin lo baik-baik aja tanpa gue" kata Kio, nada bicaranya seakan menandakan keseriusan.

"Dengan atau tanpa lo, gue bakal tetap baik-baik aja"

"Iya, sekarang emang gitu. Tapi nanti setelah ini, lo ngga akan lagi merasa baik-baik aja tanpa gue"

Naraya terdiam, tak ada kata yang bisa dia ucapkan untuk menjawab perkataan Kio.

"Nyonya Nara lihat saja nanti. Apa yang gue omongin bakal segera gue wujudin, sudah dulu ya. Oh ya, gue di sini baik-baik aja, gue tau lo ngga nanya, gue cuma kasih info aja biar lo ngga khawatir." Kio mematikan sambungan telepon, Naraya masih terdiam.

#KioNara ( SUDAH TERBIT ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang