Sepuluh

255 41 2
                                    

Perlahan, (Namakamu) menoleh ke belakang untuk melihat siapa pemilik suara tersebut. Jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya.

"Cari jalan keluar, kan?" ulangnya lagi.

Mata mereka pun saling tatap dan si pemilik suara tersebut melemparkan senyum jahil pada (Namakamu).

"Raf ... to ..." ujar (Namakamu) terbata-bata.

Raftolah pemilik suara itu.

Rafto melangkah mendekati (Namakamu) sambil masih tersenyum jahil. "Kenapa muternya jauh banget coba? Hm?"

"Eh ... anu ... emm ...."

Dalam sekejap lidah (Namakamu) menjadi kelu dan tak mampu berkata-kata.

Bagaimana bisa Rafto mengetahui keberadaannya, padahal ia sudah memilih jalan yang sepi.

"Udah tau dari awal kok kalo kamu dateng. Duduknya paling belakang. Deket AC, kan?" Rafto menaikkan sebelah alisnya yang dibalas senyum kikuk dari (Namakamu).

"Hehehe."

"Terus tadi ngapain ngumpet di dinding segala?"

"Duh. Buset. Ini cowok punya mata batin kayak Roy Kimochi, ya?" batin (Namakamu). "Malu banget gue, woy! Help me!!"

"Hehe. Udah deh, kasihan. Udah merah gitu pipinya." Rafto terkekeh.

"So ... rry ..."

"Hahaha. Lucu banget, sih."

(Namakamu) menundukkan kepalanya berusaha menyembunyikan semburat merah di pipinya.

"Yes! Gue di bilang lucu! Gapapa, deh. Udah bosen dibilang cantik!" batin (Namakamu).

"Pulang naik apa?" tanya Rafto.

"Duh, kalau ditanya gini, kayaknya mau nganterin, nih. Macam di film-film!" batin (Namakamu) lagi.

"Naik kereta."

"Oh. Yaudah. Hati-hati, ya."

"Dih. Gue kira mau nawarin pulang bareng! Udah siapin jawaban gue, nih! Yalord!!!" gerutu (Namakamu) dalam hati.

"I ... ya."

(Namakamu) langsung berlari kecil menuju pintu gerbang yang kemudian memesan ojek online untuk ke stasiun terdekat.

Sayangnya, (Namakamu) mendapat penolakan dari driver ojek online dengan alasan macet atau keberadaan driver-nya yang terlalu jauh.

"Yah. Di cancel mulu. Capek gue, nih! Mana panas!" keluh (Namakamu) mengibas-ibaskan tanganya ke wajahnya.

Kemudian, sebuah mobil Ford hitam yang sepertinya (Namakamu) tahu siapa pemilik mobil ini, berhenti di depannya.

Si pemilik mobil menurunkan kaca mobilnya dan melempar senyum ke arah (Namakamu).

"Mati gue. Dia lagi!" batin (Namakamu) dengan jantung yang kembali berdegup.

Ia adalah Rafto. Entah apa yang direncanakan pria itu?

"Kok gak jadi pulang?"

"Eh ... To ... aku nunggu ojol, tapi ini di cancel mulu," jawab (Namakamu).

"Mau ke stasiun, kan?"

(Namakamu) mengangguk pelan.

"Bareng aja. Aku lewat stasiun," ujar Rafto dengan mudahnya tanpa memikirkan detak jantung (Namakamu) yang nyaris berhenti.

"Ettt ... kagak ada yang mau namper gue apa? Jangan-jangan masih bobo cantik gue di ranjang," batin (Namakamu) yang kemudian mengigit bibirnya.

"Jangan suka gigit bibir. Entar luka." Rafto terkekeh yang membuat (Namakamu) salah tingkah.

American TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang