Enam Belas

277 42 9
                                    

"Photobox?" ulang (Namakamu) dengan nada yang ragu.

"Iya. Kenapa?"

"Um ... enggak. Tumben cowok yang ngajakin photobox ... biasanya cewek duluan ..." gugup (Namakamu).

"Hehe. Gak tau, nih. Mood aku lagi pengen photobox aja. Atau kamu mau ke tempat lain?" tanya Rafto yang membuat (Namakamu) langsung menggeleng cepat.

"Enggak. Yaudah photobox aja." (Namakamu) beranjak dari tempat duduknya sambil menggemblok ranselnya.

"Eh. Tapi aku gak ganggu, kan? Tadi kamu lagi baca buku," tanya Rafto lagi.

"Duhilah, bikin gemes aja ini cowok!" batin (Namakamu) menatap gemas pria ini.

"Enggak. Aku juga bosen baca mulu. Yuk. Eh, tapi makanannya udah dibayar?" tanya (Namakamu).

Rafto memasang wajah panik. "Eh. Gak tau, deh! Bentar aku tanya dulu."

Rafto berjalan menuju meja kasir dan kembali dengan wajahnya yang kesal. Demi apapun, Rafto terlihat sangat menggemaskan ketika sedang kesal.

"Hahaha. Kenapa?"

"Ternyata Teteh belum bayar, dong! Ah! Ini mah bau-bau minjem duit aku!"

(Namakamu) tertawa. "Hahaha. Yaampun. Yaudah nih, aku bayar makanan aku."

(Namakamu) hendak mengeluarkan dompetnya yang langsung dicegah oleh Rafto.

"Hehe. Gak usah. Lagian kan tadi Teteh yang janji mau bayarin. Gampang kok, nanti aku tinggal nodong dia." Rafto menaikkan sebelah alisnya.

"Ih, serem! Mainnya todongan!"

"Hahaha. Iya, nih. Aku bekas preman di Terminal Kampung Melayu, loh!" Rafto tertawa.

"Ah! Muka-muka kayak kamu jadi preman? Gak cocok!" tukas (Namakamu).

"Terus, cocoknya apa?"

"Kang asongan aja!" seru (Namakamu) yang disambar gelak tawanya.

Rafto langsung memasang datar sebelum akhirnya ikut tersenyum.

"Kalo tukang asongan-nya kayak aku, nanti pada naksir. Bahaya," ujar Rafto pede.

"AH, MAU LO JADI KACUNG SEKALIPUN, GUE TETEP I LOVE YOU 8000. GAK USAH KEMBALI!" batin (Namakamu).

(Namakamu) merasa senang karena ia tak lagi canggung pada Rafto. Mereka sudah mulai bercanda sebuah candaan yang sebenarnya terdengar jayus.

Namun tak apa. Bagi (Namakamu), hatinya sudah cukup terhibur dengan candaan sederhana mereka.

"Eh. Jadi, kan?" tanya (Namakamu) mengingat kemana tujuan mereka setelah ini.

"Oh iya! Yaudah, yuk."

Mereka berdua berjalan menuju studio photobox yang jaraknya tak jauh dari restoran.

Jika ada layar monitor jantung, dapat dilihat betapa cepatnya turun naik-garisnya detak jantung (Namakamu).

Berulang kali (Namakamu) mengatur nafasnya yang memburu. Tenggorokannya pun mulai mengering.

"Mau yang berapa kali take?" tanya Rafto.

"Terserah. Hehehe."

"8 kali?"

"Hmm ... yaudah."

"SUMPAH DAH. ORANG LAGI DEGDEG-AN MALAH DITANYAIN URUSAN FOTO! MAU FOTONYA SAMPAI INI PHOTOBOX BANGKRUT JUGA GAPAPA! ASAL SAMA LO TERUS!!" batin (Namakamu) tersenyum masam.

American TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang