Tiga Belas

248 37 5
                                    

(Namakamu) masih diam membisu setelah apa yang Rafto lakukan barusan. Begitu manis dan (Namakamu) sendiri tak bisa mendeskripsikan betapa bahagianya ia sekarang.

(Namakamu) memohon untuk waktu jangan cepat berlalu. Ia rasanya ingin hidup di hari ini saja.

"Eh. Gapapa? Topi ... mu ... hm ... entar kamu kepanasan ...."

"Pake aja gapapa. Mana tega aku ngeliat pipi kamu udah kayak kepiting rebus!" Rafto terkekeh.

"Oh ya, To."

"Ya?"

"Aku mau beliin Mommy-ku kerak telor. Nanti aku mampir ke rumahnya sebentar. Gapapa kok aku sendiri," ujar (Namakamu).

"Rumah Mama kamu dimana?" tanya Rafto.

"Senayan."

"Aku anterin aja."

(Namakamu) membelalakan mata. "Se ... rius?"

"Iya. Senayan doang kan? Gak sampe Bogor?" Rafto tertawa.

"Tapi ... ngerepotin gak?"

"Ya enggak, lah. Daripada kamu sendirian. Bahaya."

"Eh sumpah udah kayak mau ngenalin ke calon mertua ini! Gila gila!!!" batin (Namakamu) tersenyum.

"Kamu kenapa deh, suka bengong terus senyum-senyum sendiri gitu?" tanya Rafto.

"Eh ... eng ... gak. Gapapa." (Namakamu) tersenyum kikuk. "Makasih banyak, ya."

"Sama-sama."

Ketika hendak (Namakamu) beranjak dari duduknya dan ingin berjalan, (Namakamu) merasakan perih di sekitar jari-jaki kakinya.

Rasa perih itu sebenarnya sudah ia rasakan sejak di museum, namun (Namakamu) memilih untuk menahannya karena tak mau merepotkan Rafto.

"Duh!" keluh (Namakamu) menahan sakit.

"Eh. Kenapa?" ujar Rafto panik.

"Kayaknya kakiku lecet ..." ringis (Namakamu).

"Lecet? Duduk dulu sini."

Rafto membantu (Namakamu) untuk duduk dan membukakan sepatu (Namakamu). Benar saja, jari kelingking kakinya sudah memerah hampir mengelupas.

"Kamu gak pake kaos kaki?" tanya Rafto yang dibalas anggukan oleh (Namakamu).

"Kamu tunggu sini ya."

(Namakamu) sudah tak memikirkan betapa manisnya perlakuan Rafto kepadanya. Yang dibenaknya hanyalah menahan sakit.

Lecet di kakiknya adalah gangguan paling menyebalkan.

Tak lama, Rafto datang membawakan sepasang sandal dan plester luka.

"Tahan ya, aku pakein." Rafto memakaikan dengan lembut plester tepat di luka lecet itu berada.

"Kamu jangan pake sepatu dulu. Nih, aku tadi beli sandal." Rafto menyerahkan sepasang sandal itu kepada (Namakamu).

"Raf ... makasih ... padahal gak usah repot-repot gini," ujar (Namakamu) penuh haru.

"Gapapa. Lain kali pake kaos kaki, ya."

"Tadi lupa ... hehehe."

"Bisa jalan?"

"Bisa, kok."

"Sepatunya sini aku bawain."

"Eh gak usah! Serius ... gakpapa. Masa kamu yang bawain. Kan gak lucu." (Namakamu) terkekeh.

American TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang