Delapan Belas

255 40 27
                                    

(Namakamu) terkejut akan hentakan dari Risa yang tiba-tiba berada disebelahnya. (Namakamu) benar-benar tidak tahu kapan Risa kembali.

"Ma ... af ... Ris ..." lirih (Namakamu) yang merasa bersalah.

Risa langsung merebut buku tersebut dengan wajah kesalnya.

"Gue gak pernah ya kalo ke apartment lo sampe masuk-masuk kamar! Gak sopan namanya!"

"Iya ... Ris. Gue minta maaf. Beneran, deh. Gue salah. Harusnya gue gak lancang." (Namakamu) menggigit bibirnya.

Risa masih menatap (Namakamu) sinis yang membuat (Namakamu) menunduk dengan rasa bersalahnya.

"Yaudah. Gue maaf in. Awas lo, ya, kayak gini lagi! Gue gak suka!"

(Namakamu) mengangguk cepat.

"Tuh matcha latte lo di meja."

"I ... ya ... makasih. Kayaknya gue langsung balik, deh," ujar (Namakamu). "Kenapa?" tanya Risa heran.

"Takut ganggu lo. Kan lo lagi marah," tutur (Namakamu) dengan polosnya. Risa terdiam.

"Duh. Mampus gue! Gak pernah liat Risa semarah ini," batin (Namakamu).

"Yaudah. Hati-hati."

(Namakamu) membelalakan matanya. "Tumben dia gak cegah gue buat pulang! Biasanya, kalo gue mau balik dia selalu melas mukanya biar gue gak pulang! Benar, kan, dia lagi ngambek sama gue. Duh!" batin (Namakamu) lagi yang membuat dirinya tambah merasa bersalah.

"Oke. Makasih, ya. Sorry banget sekali lagi."

(Namakamu) mengambil matcha latte nya di meja, kemudian meninggalkan apartmen Risa.

🗽🗽🗽


(Namakamu) membuka pintu apartmennya dengan wajah yang lesu sehingga membuat sang Papa bingung dengan tingkah putrinya itu.

"What's wrong, honey?"

(Namakamu) menggeleng pelan. "Nothing."

Papa (Namakamu) menghela nafas. "I made you a cup of tea. Mau cerita sambil minum teh?"

(Namakamu) berpikir sejenak. Ia bukam tipe orang yang pandai menyembunyikan sesuatu. Jika ada masalah, pasti ia akan menceritakannya pada Papa atau Risa. Menurutnya, itu dapat membuatnya lega.

"Okay, Dad."

Setelah cuci muka dan berganti pakaian, (Namakamu) duduk di sofa sambil menyeruput teh buatan Papanya sambil menenangkan hatinya untuk cerita.

"Ada masalah apa?" tanya Papa (Namakamu) pelan.

"Aku ribut sama Risa, Dad. Ya, yang salah aku, sih ...."

"Karena?"

"Aku masuk kamarnya terus baca private diary-nya. And then, she gets mad," jelas (Namakamu) lesu.

"Kamu sudah minta maaf?" (Namakamu) mengangguk. "Tapi kayaknya dia masih marah."

"It's okay. Jadi pelajaran buat kamu, ya. I'm sure that she will getting better tommorow. Mungkin, itu benar-benar privasinya, makanya ia tidak suka. Tapi menurut Daddy, Risa bukan orang yang pendendam," papar Papa (Namakamu) yang membuat (Namakamu) sedikit lega.

"Sudah. Don't be sad, honey. Pertemanan emang seperti itu, kadang ada bumbu-bumbu 'marahan'-nya dikit, lah."  Papa (Namakamu) terkekeh.

"Oh ya. Teman kuliah Daddy dari Indonesia mau ke New York bulan depan. Dia bawa anaknya juga, kok, seumuran kamu. Nanti kita ajak keliling New York, ya. Dia udah lama gak kesini," ujar Papa (Namakamu).

American TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang