Epilog

271 43 12
                                    

Anyway, aku gak sejahat itu buat karamin mereka. Aku cuman mau buat sedikit surprise buat kalian :)

✨Wonderland✨

Angin lembut menyapa surai halus milik Jihoon. Rasanya sangat nyaman ketika menikmati musim semi di Styria, Austria. Setelah lulus kuliah, Jihoon memutuskan untuk menjadi penulis dengan mencari inspirasi sambil traveling ke berbagai negara sekaligus belajar tentang budaya beberapa hal yang ada di negara lain.

"Festivalnya telah dimulai apa belum ya?" melirik jam tangan yang melingkar ditangannya. Ya, hidupnya telah kembali normal. Ia tidak pernah dihantui oleh mimpi lagi, bahkan dia sudah jarang melihat Jinyoung karena keduanya telah sibuk menyelesaikan studi masing-masing. Bahkan Jihoon tak tahu, bagaimana keadaan Jinyoung sekarang.

Jihoon mencoba menyelusup diantara kerumunan orang, festival musikmya telah dimulai. Tubuh mungil berdarah asia miliknya terlihat sangat kecil bagaikan semut diantara tubuh orang-orang berdarah eropa. Dengan perjuangan, akhirnya Jihoon dapat melihat seseorang memainkan piano disana.

Mendadak tubuhnya terasa membeku.

Tatapannya terkunci, pada sosok itu. Mereka saling bertatap, seakan mengagumi satu sama lain seperti dejavu ketika pertama kali bertemu didunia semu dalam mimpi masing-masing.

Jihoon langsung bergerak menjauh dari kerumunan, dia butuh waktu untuk sendirian. Matanya terasa panas karena akan mengeluarkan air mata.

Bodoh, kau benar-benar sangat bodoh.

Bohong jika Jihoon tak pernah tulus mencintai Jinyoung. Bahkan, dia tak pernah bisa menghapus sosok Jinyoung dalam pikirannya beberapa tahun ini. Dia hanya ragu, ragu bahwa Jinyoung adalah takdirnya. Ragu bahwa mereka benar-benar akan bersama hingga tak ada yang memisahkan. Karena itulah, dia memilih pergi daripada diselimuti oleh keraguan yang sayangnya berimbas pada dirinya sendiri.

"Park Jihoon bodoh, kenapa harus menangis sih?" Jihoon menghapus air matanya kasar. Berusaha menguatkan hatinya kembali, dia harus bertemu dengan Jinyoung. Ya, harus! Sekedar menanyakan kabar, tak ada salahnya bukan?

Netra tajam itu tak henti-hentinya menatap Jihoon, sedangkan yang ditatap merasakan sedikit rasa tak enak dengan menunduk.

"Umm.. bagaimana kabarmu?" tanya Jihoon berbasa-basi.

"Tak usah berbasa-basi, apa tujuanmu ingin berbicara denganku?" ucap Jinyoung datar. Jihoon sedikit tersentak, beberapa tahun tak bertemu Jinyoung menjadi lebih dingin dari biasanya.

"A-aku.. hanya ingin bertanya kabarmu, sungguh aku tak punya maksud lain." sanggah Jihoon. Jinyoung hanya menatapnya datar lalu melirik arlojinya.

"Aku akan pergi, apa kau mau ikut?" Tawarnya.

"Kenapa mengajakku?" tanya Jihoon bingung.

"Yasudah kalo tidak mau, selamat tinggal." kata Jinyoung santai, meninggalkan Jihoon didalam cafe sendirian.

"T-tunggu! Aku ikut!" seru Jihoon menyusul Jinyoung. Berlari dengan berusaha mengimbangi langkah lebar milik Jinyoung.

"Kita mau kemana?" Jihoon sedikit meraih coat milik Jinyoung agar langkah mereka sama. Sementara Jinyoung menghempas tangan Jihoon lalu beralih menggandengnya dengan erat. "Kita mau ke hotel." jawab Jinyoung dengan santai, tak tahu saja bahwa beribu pikiran negatif telah menghantui pikiran Jihoon.

"Tak usah bertingkah seakan aku akan menidurimu, kita hanya akan makan malam disana sambil mengobrol sebentar." diam-diam Jinyoung tertawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukan oleh si mungil. Bagaimana tidak, mereka mungkin pernah melakukan hal intim walaupun itu hanyalah sebatas mimpi. Tetapi, tetap saja kan mereka pernah melakukannya dan Jihoon tak akan pernah bisa melupakan kejadian tersebut.

WonderlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang