Suara pria dan wanita saling bersahutan; kadang berdebat, kadang bernyanyi, seringnya hanya percakapan tentang betapa sulitnya bertahan hidup sekarang ini.
Ada juga suara kereta kuda yang ditarik; kuda-kuda yang melenguh, atau suara barang-barang yang saling bertabrakan satu sama lain di dalam kereta.
Selang beberapa jam, samar-samar terdengar suara hewan malam; lolongan serigala, kicauan burung hantu.
Lalu semuanya berhenti.
Terdengar suara kunci, kemudian seberkas cahaya menyilaukan menusuk matanya, membuat cewek itu memejamkannya lagi erat-erat. Seseorang mendekatkan lampu minyak padanya, lalu ke arah lain. Kini Fairi bisa melihat bahwa dalam kegelapan itu, bukan hanya dia yang berada di sana, ada beberapa orang lagi duduk di sudut-sudut, semuanya cewek.
dimana ini?
apa yang terjadi padanya?
"Biarkan mereka di dalam! Kasih saja makanannya!" seseorang berteriak dari luar, suara wanita.
"Kau yakin kita akan bawa cewek sakit ini ke Gacco? Apa ada yang mau beli?" balas orang yang memegang lampu, sekali lagi mengarahkannya ke Fairi.
"Akan kuurus setelah kita sampai!"
Lalu orang itu pergi dan mengunci lagi keretanya, meninggalkan ia dan yang lainnya terperangkap dalam kegelapan.
"Mereka berhenti untuk istirahat," seseorang dari samping Fairi berkomentar, "sepertinya besok pagi kita sampai di barat."
"Ha.. aku nggak percaya, aku akan kembali lagi ke Gacco. Kalau tuanku yang lama tahu, mungkin aku akan di bunuhnya."
"Tempat seperti apa Gacco itu?"
"Kamu bukan dari Barat?"
"Selatan.. aku ditangkap saat sedang mencari tanaman obat di hutan."
"Koll memang bandit keparat!"
"Gacco itu semacam tempat pelelangan, kita akan dijual di sana, dijadikan budak. Kalau beruntung, kamu akan dibeli oleh tuan yang baik, tapi kalau lagi sial, kamu harus cari cara untuk menyelamatkan hidupmu."
"Makanya aku lari ke selatan, karena di sana nggak ada perbudakkan, tapi sial si Koll itu tahu aku seorang budak."
Fairi mencerna dalam diam, di gerbong kereta itu ada enam orang cewek termasuk dirinya, tiga orang masih melanjutkan obrolan, satu orang masih menangis meskipun pelan, dan satu lagi-yang terdekat dengannya, memilih diam, terbang dengan pikirannya sendiri.
Jadi ia ditangkap pasukan Koll, meskipun Fairi tidak bisa mengingatnya. Ia hanya tahu saat menuju desa tenggara, tubuhnya kesakitan luar biasa, sepertinya ia langsung pingsan. Mungkin saat itu pasukan bandit ini membawanya. Apa Yellow juga ada di sini?
Cewek itu meraba bajunya, lalu menghembuskan nafas lega; belatinya masih ada padanya.
Terdengar suara kunci dibuka, kemudian orang yang memegang lampu kembali lagi, membawa enam buah mangkok.
"Makan!"
Kini Fairi bisa melihatnya;
Pasukan Koll ada sekitar dua puluh orang, sebagian besar pria. Beberapa dari mereka sedang mengelilingi api unggun tempat dimana mereka membakar daging. Mungkin rusa, mungkin kelinci, atau babi.Ia bisa saja membunuh mereka semua, walaupun akan pingsan lagi, tapi menurutnya hal itu nggak praktis. Ia tidak melihat kudanya ada di luar sana, dan mereka sepertinya berada dalam hutan. Akan sulit baginya mencari arah. Mungkin ia akan menunggu hingga mereka tiba di barat.
"Makanlah, minimal untuk hidup besok." Sebuah suara yang daritadi belum terdengar, membuat Fairi menoleh ke arahnya.
"Kamu berlumuran darah saat mereka menaruhmu di sini. Apa sebentar lagi nyawamu akan hilang?" cewek itu mulai menggigit daging dalam mangkoknya, "Aku ingin mati, tapi darah ini dikutuk untuk abadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
FAIRI : Istana Kaca (Buku 2) ✔
ФэнтезиUsai meninggalkan Menara Langit, Fairi melanjutkan perjalanannya ke Barat untuk mencari penyihirnya dan mengobati sakitnya... atau ia akan mati di tangan orang yang memberinya kekuatan? disclaimer: cover image isn't mine, i took it from pinterest.