18.Nggak Akan Kubiarkan

95 9 0
                                    

Fajar belum menyingsing kala rombongan dari Selatan itu melakukan perjalanan ke Barat. Quentine memimpin mereka di depan dengan kuda putihnya, didampingi Fairi yang mengendarai Yellow. Sang pangeran menyerah mengajak cewek itu bicara saat dilihatnya wajah Fairi yang tak berubah meski ia sudah menceritakan kisah-kisah konyolnya. Salah satunya tentang bagaimana ia pernah salah merayu wanita yang ternyata adalah ibu dari gadis yang ingin ia dekati karena koneksinya yang luas. Ia dikenal sebagai playboy semenjak itu.

Suara Ares yang sedang berdebat dengan Janewa terdengar dari belakang, membicarakan perang di masa lalu dan siapa pahlawan yang paling berjasa di Selatan. Emma akhirnya bertemu lagi dengan musuh bebuyutannya, Robin, dan segera terjadi perdebatan jilid keseribu. Sementara Sia tampak menikmati obrolannya dengan Shadan. Di belakang mereka ada beberapa pengendali lainnya seperti Leon, Tara, dan linnya, serta pasukan tempur pedang dan pemanah.

Ingatan Fairi melayang pada percakapannya dengan Eric empat hari yang lalu. Sang Pangeran memberitahunya bahwa ia sudah mengetahui tentang ibunya dan memintanya untuk tidak memikirkannya. Kematian Cleo adalah murni perbuatan Iridessa, dan tidak ada sangkut pautnya dengan Fairi.

Sambil mendekapnya semalaman, Eric mengecup keningnya dan mengatakan isi hatinya.

"Perasaanku belum pernah berubah, Fai. Aku tetap mencintaimu sampai detik ini, namun keputusanmu yang tak ingin berada di sisiku adalah sesuatu yang akan selalu kuhormati."

Cowok itu menghela nafas berat, sebelum mengusap lagi rambut merahnya, "Aku tahu, kau pun mencintaiku dan kita bisa lari dari semua keruwetan ini. Tapi temanmu benar; aku adalah seorang putra mahkota yang bertanggungjawab pada kerajaan ini dan rakyatku. Hidupku adalah milik mereka."

Fairi menangis lagi di dada Eric. Ia merasakan cowok itu berusaha menenangkannya dengan mengusap punggungnya.

"Hidup yang baik, Fai, karena aku akan melepaskanmu saat pagi nanti."

Kalimat perpisahan itu begitu manis dan tragis. Fairi tak pernah mengira ia bisa mengalami kisah cinta yang penuh drama seperti ini bersama Eric. Namun cowok itu sudah mengatakannya; bahwa mereka resmi berpisah.

Pada sisa-sisa dari malam itu, Eric menciumnya untuk yang terakhir kali.

"Kerusuhannya udah mulai!"

Di depan, terlihat sekelompok besar orang berkumpul. Asap mulai membumbung dari sesuatu yang mereka bakar, mungkin ban, mungkin juga sebuah toko, atau seorang pengawal. Fairi tak bisa melihat lebih jelas karena terhalang oleh barisan perusuh dan penonton yang membentuk lapisan manusia yang besar. Para manusia membawa berbagai senjata tajam; pedang, panahan, belati, tongkat besi dan kayu, dan segala macam yang dapat mereka kumpulkan. Belakangan ia tahu, mereka yang tak ikut menjadi pemberontak memilih melarikan diri dan bersembunyi di Desa Koll. Desa bandit itu secara mengejutkan tidak mengambil peran dari kerusuhan ini. Mungkin sudah tobat.

Quentine memerintahkan pasukannya untuk menuju istana kaca terlebih dahulu, membahas strategi bersama Julia dan Maddox. Pihak Barat sangat mengapresiasi bantuan Selatan untuk
melewati kerusuhan kali ini.

Saat melewati ujung pemukiman, seseorang berjubah hitam yang membungkus kulit putih tanpa celanya, mendekatkan kudanya ke arah Yellow, "sudah baikan?"

"Alde!"

Cowok itu tersenyum dan langsung menggenggam tangan Fairi meski hanya sesaat, namun cukup untuk membuat rasa hangat menjalar dari telapak tangannya ke dadanya. Entah mengapa Fairi merasa perasaannya menjadi lebih baik seketika.

"Seriously, kamu beneran punya indera keenam atau gimana, sih?"

Tawa cowok itu menular padanya, membentuk garis lengkungan di bibir Fairi. Ia menyukai perasaan ini.

FAIRI : Istana Kaca (Buku 2) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang