Banyaknya tanah yang hancur di medan pertempuran itu menjadi tanda bahwa pasukan Eric memberikan perlawanan yang sengit. Namun yang Fairi lihat di depan bangunan kuno itu lebih mencekam daripada pertarungan di dekat jembatan; tubuh gosong bergelimpangan, entah terkena pengendalian api eric atau phoenix yang saat ini terbang tak menentu dan menyemburkan apinya ke segala arah, para pegassus mengamuk dengan menyerangkan anginnya ke setiap orang, ada juga nyanyian para siren di bawah sana yang menyebabkan banyak orang terbuai dan jatuh ke jurang.
Dengan hati was-was, Fairi berhasil masuk ke dalam. Pemandangan darah yang menggenang dan tubuh-tubuh bergelimpangan menjadi saksi korban Iridessa. Cewek itu langsung berlari begitu mengenali salah satu korbannya, masih hidup, namun terkapar tak berdaya.
"Sudah kucoba sembuhkan, tapi darah ini tak mau berhenti!" seorang pengendali penyembuhan berseru putus asa, memandangi pria itu hampir menangis.
Tanpa pikir panjang, Fairi langsung ke sisinya dan menghentikan pendarahannya. Menyadari kehadirannya, Benjamin membuka mata dan menggenggam lengan cewek itu erat,
"Eric di dalam, tolong dia!"
Fairi mengangguk, itu tujuannya datang ke sini. Usai menghentikan luka ayah Quinn, cewek itu langsung masuk lebih dalam ke dalam kuil. Ia menemukan banyak ruangan dan sejujurnya bangunan ini lebih tepat disebut labirin.
Pada setiap ruangan yang ia masuki, hampir selalu menjadi medan pertempuran antara zombie, Havardur, dan para pengendali. Namun sosok pangeran mahkota itu belum ia temukan!
Fairi akhirnya mengeluarkan pengendalian darahnya dan mencari detak jantung Eric;
Arah timur laut, dan cewek itu pun berlari.
"Apa yang kau lakukan, Cleo?!"
Suara ibunya adalah yang mula-mula didengarnya kala ia memasuki sebuah ruangan yang ia yakini adalah tempat Eric berada. Ruangan itu merupakan tempat terluas dari seluruh ruangan yang Fairi lihat sepanjang perjalanan ke ujung kuil ini. Atapnya terbuat dari kaca, membuat cahaya yang masuk lebih rakus dan meninggalkan kesan suram khas bangunan tua.
Pandangan Fairi langsung terpaku pada sosok yang bersimbah darah di tengah. Matanya membulat.
"ERIC!!!!"
Cowok itu masih terbatuk-batuk ketika Fairi memangku kepalanya. Melihat darah yang masih keluar dari mulut dan hidungnya, cewek itu segera menstabilkannya. Dari kondisinya, jantung Eric hampir saja ditarik putus, namun entah kenapa tidak jadi. Fairi bersyukur ia masih dapat menyelamatakannya, seraya bersumpah bahwa ia akan membunuh Iridessa.
"Bertahanlah, Eric.."
Di tengah konsentrasinya pada penyembuhannya, ia masih dapat mendengar suara ibunya serta seorang suara wanita yang ia yakini adalah Cleo, sedang beradu argumen. Ada juga suara rapalan mantera dari orang lainnya. Apakah itu Sirius?
Serombongan Havardur masuk dan maju menyerang ke arah sebuah tongkat yang sedang menyala dan juga sedang dibacaman mantranya.
Itukah Relic? Benda yang bisa menyedot kekuatan para makhluk legendaris dan mengalirkannya pada Kilu sekaligus mengaktifkan pedang cahaya The Dawn?
Eric terbatuk dan akhirnya menyadari keberadaan sosok di sampingnya. Dengan suara yang masih bergetar, ia memanggil nama cewek itu, memastikan ia masih hidup dan sedang tidak berhalusinasi karena kehabisan banyak darah.
"Fai?"
"Hei." Fairi tersenyum, agak lega karena akhirnya cowok itu tersadar, "jangan bangun dulu, sebentar lagi."
Pengendaliannya sedang mentrigger agar produksi darah cowok itu lebih cepat untuk menggantikan darah yang banyak keluar.
"ibuku," suara parau Eric terdengar lagi, "benar-benar sudah mati. Yang berdiri di sana hanyalah zombienya." Fairi kembali melihat ke depan, menyaksikan Cleo sedang mengeluarkan pengendalian api, sedang Iridessa menggunakan air untuk menghalau para Havardur.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAIRI : Istana Kaca (Buku 2) ✔
FantasyUsai meninggalkan Menara Langit, Fairi melanjutkan perjalanannya ke Barat untuk mencari penyihirnya dan mengobati sakitnya... atau ia akan mati di tangan orang yang memberinya kekuatan? disclaimer: cover image isn't mine, i took it from pinterest.