15. Kamu yang Waktu Itu

85 9 0
                                    

Sabtu pagi, tangis di kamar Fairi pecah.

Cewek berambut merah itu baru saja selesai dari latihannya dengan Ares dan bermaksud berganti pakaian ketika pintu kamarnya diketuk. Wajah sahabatnya basah bercucuran air mata, dan tangannya memegang sepucuk surat, "Quinn terbunuh, Fai."

Butuh waktu beberapa menit bagi Fairi untuk mencerna berita itu, sementara Emma memeluknya sambil menangis keras. Perlahan, ketika kesadarannya mulai ia dapatkan, air mata mulai mengaburkan matanya, kemudian jatuh, bagai hujan.

Quinn?

Dalam sepucuk surat yang ditulis oleh Derek itu, ia menceritakan bagaimana tim mereka mendapatkan misi untuk memeriksa makhluk legenda di utara setelah kemunculan phoenix di hutan barat. Selain karena utara yang situasinya sedang kacau, segel tanah tertinggi ternyata juga rusak. Ketidakstabilan ini memicu gejolak di antara para makhluk yang sebagian mulai liar.

"Ia terluka setelah berkelahi dengan sebagian pegasus yang tak terkendali," Emma sesenggukkan menceritakan isi surat Derek, "namun yang menghabisinya adalah Ratu Siren yang marah karena manusia semena-mena memasuki Tanah Tertinggi."

"Apa?"

"Para siren bernyanyi dan menjatuhkannya ke laut, Fai! Mereka memangsa... mereka.. mereka membu-" tangis Emma pecah lagi di bahu Fairi.

Badannya gemetar, menahan kesedihan. Mereka semua sudah seperti keluarga, tinggal bersama di Moonlight. Kehilangan satu orang seperti kehilangan anggota tubuh sendiri. Dan itu sangat berat.

Fairi mengusap punggung sahabatnya, berusaha menenangkan meski ia sendiri masih belum mampu menghentikan air matanya. Namun di ujung benaknya, ia merasa sesuatu tidak pada tempatnya.

~**~

Shadan bergabung dengan mereka saat malam tiba, ketika kedua cewek itu telah siap untuk pergi ke pesta. Emma yang menyembunyikan mata bengkaknya dengan maskara dan eyeliner tebal, langsung setia menemani Putri Anne yang tampak gugup di pesta pertunangannya sendiri. Sang Putri sudah berkali-kali ke toilet, dan mendapat tertawaan Quentine.

"Benjamin sedang ditahan di utara dan kita sedang melobi untuk membebaskannya." Shadan bersandar di salah satu sisi dinding, mengingat lagi perjalanannya tadi siang setelah ada kabar bahwa ayah Quinn itu mengamuk di tanah tertinggi.

Suara musik terdengar samar, tertutup oleh tawa dan obrolan para tamu. Pesta ini hampir sama penuhnya dengan pesta sebelumnya, dengan tamu-tamu kehormatan dan pengawalan ekstra.

Terdengar hembusan nafas dari Fairi. Meski ia masih berusaha menerima kenyataan bahwa sahabatnya telah tiada, namun di dalam benaknya ia tahu ada sesuatu yang janggal.

Dari buku yang ia baca di tempat Maddox, Fairi tahu bahwa nyanyian Siren sama sekali tidak berpengaruh pada pengendali hewan (juga pengendali air dan Havardur/penjaga tanah tertinggi). Makanya kalau dibilang para siren bernyanyi untuk menariknya ke laut dan membunuhnya... ada puzzle yang hilang di sini.

"Tuan Shadan," sebuah suara feminim memanggil, membuat Fairi menoleh ke arah sahabatnya. Di depan mereka ada seorang gadis cantik yang mungil.

"Mau berdansa denganku?" ucapnya malu-malu namun langsung to the point.

"Nona Kiara." Shadan memberi hormat pada cewek itu sebelum mengulurkan tangannya, "tentu."

Namun sebelum mereka beranjak ke lantai dansa, cowok itu sempat menoleh ke arah Fairi yang membalasnya dengan senyuman. Have fun! bisiknya.

Merasa otaknya buntu dan nggak ada temen untuk ngobrol, Fairi memutuskan untuk mendekati meja minuman dan mengambil segelas jus anggur. Semoga dia nggak kenapa-kenapa setelah meminum ini.

FAIRI : Istana Kaca (Buku 2) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang