016.

26 7 1
                                    

#Happy Reading

Biasakan follow dulu sebelum membaca.

Hope you like it!

-----

Bibir bisa berdusta, tapi tidak dengan mata.

-PST-

-----

Semalaman mata Renata tidak bisa terpejam, pembicaraannya dengan Ares waktu itu benar-benar menyelimuti kepalanya. Bahkan wajah Alga entah bagaimana kini terpantul di langit-langit kamar, membuat Renata frustasi. Hanya tersisa 180 menit sebelum matahari terbit, dan Ia belum tidur sama sekali.

"Arggh," erangnya kesal, bisakah si Dingin itu enyah dari kepalanya? Sungguh menyusahkan.

Di tempat lain, seorang pemuda berdiri di balkon kamarnya, menikmati hawa dingin. Tidak jauh berbeda dengan Renata, Ia juga belum bisa memejamkan mata. Kepalanya terngiang-ngiang dengan pembicaraan mereka di rooftop.

"Lo bahkan gak kasih Ares kesempatan untuk membuktikan kalo Dia gak bersalah."

"Gak perlu bukti, Gue tau itu pasti ulah Dia."

"Lo bukan Tuhan yang tau segalanya."

"Ck!" terdengar decakan alus meluncur dari bibir Alga. 

Siapa yang menyangka bahwa gadis seperti Renata berhasil menerobos kepala Alga, dan kini dengan tidak tau diri malah bersarang di sana. Alga berjalan masuk, mendekat ke arah ranjang. Sudah terlalu terlambat untuk tidur sekarang, namun Ia tetap menarik selimut dan memejamkan mata, begitu pula dengan Renata.

☀☀☀

Nolan berjalan menyusuri koridor sekolah, Ia ingin mengambil buku di loker Devandra. Pemuda dalam setelan seragam rapi itu tidak sengaja melihat kakak kelasnya ternyata juga berbelok menuju koridor berisi loker para siswa. Namun seseorang yang mengekori Renata membuatnya mengernyit.

Jika hanya kebetulan searah, tidak mungkin kan langkah pemuda itu terlihat sangat sama dengan Renata? Nolan tetap berjalan pelan, mungkin hanya perasaannya saja.

"Kak Renata, awas!" teriak Nolan, langkahnya yang secepat kilat itu langsung membawa tubuh Renata ke dalam pelukannya saat menyadari bahwa pemuda tadi memang berniat jahat. Renata mendongak, mendapati adik kelasnya dengan napas memburu. Renata merasakan sebuah tangan melindungi bagian kepala belakangnya dari benturan loker.

"Kakak baik-baik aja?" Renata mengangguk, Ia bingung dengan hal yang baru saja terjadi secara tiba-tiba tanpa dapat Ia prediksi.

"Jangan dikejar," lengan Nolan dicekal oleh gadis itu.

Renata bergerak, memungut batu berukuran sedang yang tadi hampir memecahkan kepalanya jika saja Nolan tidak tepat waktu. Dahinya berkerut, ternyata benda itu bukan batu biasa, ada kalimat terukir di atasnya.

Jangan menaruh tangan di tempat yang tidak seharusnya, salah-salah Kamu bisa terluka.

Ini bukan pribahasa, melainkan sebuah ancaman. Ingatan Renata kembali pada saat Ia mengatakan akan membantu Ares menemukan bukti, apa ini ada kaitannya dengan itu? Jika Iya, maka tebakan Renata benar-pelakunya ada di sekolah ini, dan kemungkinan besar Renata sedang dalam bahaya. Nolan merampas benda keras itu dari genggaman Renata, membuat gadis itu menoleh.

Penghujung Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang