003.

66 17 0
                                    

#Happy Reading

Biasakan follow dulu sebelum membaca.

Hope you like it!

-----

Semua keputusan ada di tanganmu, karena Kamu adalah pemeran utama dari kisahmu sendiri.

- PST-

-----

Motor yang dikendarai Alga melewati gerbang yang dijaga ketat oleh dua orang pengawal, Ia menghentikan motornya di garasi rumah, di mana beberapa mobil mahal berderet apik di sana. Rumah yang terletak di salah satu komplek terelit itu terlihat sangat mewah dengan arsitektur yang dominan bergaya Eropa, tembok luarnya ditutupi dengan warna cream yang indah. Sepasang mata biru Alga melirik deretan mobil yang terparkir, kemudian Ia menghela napas ringan saat tidak mendapati sebuah mobil yang dicarinya, yaitu mobil milik Ainesh Wadana, ayahynya.

"Alga," sapa seorang wanita dalam balutan dress selutut yang baru saja menuruni tangga. Sebuah senyum simpul merekah dari bibir merah jambunya, membuat hati Alga menghangat.

Tidak ada senyuman sebaik senyuman Ibu, Alga memegang erat kalimat itu sampai saat ini. Mau saindah apa pun senyuman perempuan di luar sana, tetap senyuman Anastasya yang akan menjadi pemenangnya. Namun wanita itu akan selalu menjawab "Akan ada saatnya Kamu menemukan senyuman yang lebih indah dari senyuman mama," dan Alga akan selalu menggeleng dengan yakin.

"Gimana sekolahnya? Lancar?" pemuda itu mengangguk dengan senyuman tipis, Anastasya sadar bahwa putranya sudah banyak berubah. Keadaan memang selalu menuntut manusia untuk berubah.

"Alila akan wisuda bulan depan, Kamu mau ikut ke German?" tanyanya seraya menuntun Alga untuk duduk di sofa ruang tengah, Alila adalah saudara perempuan Alga yang kini memilih untuk menetap di German bersama sang Oma.

"Kamu gak mau ketemu Oma?" Alga menggeleng untuk yang kedua kalinya, Ia sangat tidak menginginkan Berlin. Sifat pemaksa Ainesh adalah turunan dari sang Oma yang juga sangat pemaksa, menuntunya untuk menjadi ini dan itu sesuai khendaknya, padahal Alga tidak pernah menginginkan hidupnya terkekang dalam ambisi orang lain, Ia ingin hidup dengan pilihannya sendiri.

"Alga, Kamu tau kan kalo Wada-" wanita itu menatap putranya lembut saat anak itu memotong kalimatnya dengan cepat, seolah sudah menebak isi pikirannya.

"Wadana butuh pewaris?" Alga berdecih.

"Bukan Alga yang Dia butuh-in, Alga mau istirahat dulu," pemuda itu beranjak menuju kamar, menghiraukan tatapan sang Ibu yang menatap kepergiannya nanar. 

☀☀☀

Di Cafe dekat sekolah, Renata bersama kedua sahabatnya menghabiskan waktu sepulang sekolah. tempat yang tak begitu luas namun terasa sangat tenang karena tak banyak orang yang datang. terdapat banyak buku di tiap rak-rak yang terletak di sudut-sudut ruangan.

"Baiklah permirsa, Saya kini sedang bersama biduan SMA Garuda Sakti, yaitu Renata Neella," Metana berteriak meriah dengan sedikit tepuk tangan, sedangkan Aster merekam dengan ponsel.

"Renata, bisa diceritakan bagaimana rasanya bertabrakan dengan seorang Alga?" tanya Metana seraya menyodorkan botol minum pada Renata, seolah itu adalah mic, Renata menatap kedua sahabatnya malas. Metana melotot saat gadis itu tidak kunjung bersuara, alhasil Renata mau tak mau mengikuti permainan kedua sahabatnya-berperan menjadi narasumber abal-abal.

Penghujung Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang