Chapter 46

5.6K 451 8
                                    

Kayla sedang duduk santai di teras rumah sambil menikmati semilir angin sore. Fikri belum datang karena ada kesibukan lain di kampus, itu juga membuatnya bosan sendirian hingga memutuskan duduk di teras rumah.

Beberapa menit kemudian, mobil Fikri memasuki halaman rumah mereka. Senyuman manis terukir di wajah Kayla, orang yang sedari tadi ia tunggu akhirnya datang.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawab Kayla

Fikri mendekati Kayla lalu kemudian mengecup kening sang istri. "Cilok, cimol dan cireng pesanan kamu," ucapnya menyodorkan plastik berisi makanan pesanan Kayla.

"Aw ... makasih Abang. Gih, mandi dulu."

"Iya, Abang ke dalam dulu."

"Abang mau?"

"Gak, itu khusus untuk kamu aja." Fikri mengusap kepala Kayla yang tertutup hijab lalu masuk kedalam rumah.

"Permisi."

"Iya? Mbaknya cari siapa ya?" tanya Kayla.

"Ini bener rumah Pak Fikri?"

"Iya, ada apa Mbak?" Kayla bangkit dari duduknya.

"Syukurlah, kami berdua mahasiswi Pak Fikri, mau bertemu Pak Fikri."

"Oh mau bertemu. Silakan duduk dulu, Mbak, saya panggilkan dulu," ucap Kayla melangkah masuk.

"Bang ... Abang dimana?"

"Dapur," jawab Fikri.

"Di depan ada dua cewek, katanya mahasiswi Abang."

"Mau ngapain?"

"Gak tau, katanya mau bertemu Abang. Mandi aja dulu, biar aku yang nemuin."

"Suruh mereka nunggu."

"Iya, Bang." Kayla kembali keluar.

"Mbaknya tunggu dulu ya, Pak Fikri nya mandi, baru saja dari kampus."

"Iya, Kak. Gapapa."

"Tadi kami sempat nyari di kampus, kata Pak In Pak Fikri sudah pulang, jadi kami langsung ke sini."

"Mau minum apa?"

"Eh, gak usah, Kak."

"Gak usah repot-repot, kami cuma sebentar kok, apalagi Kakak lagi hamil."

"Sudah berapa bulan, Kak?"

"Tujuh bulan," jawab Kayla.

"Istri Pak Fikri?" tebak wanita satunya.

"Iya."

"Maa syaa Allah, gak nyangka istri Pak Fikri muda hihi..."

"Muda banget, mungkin lebih tua kalian dibandingkan saya."

"Eh, beneran, Kak?"

"Iya, umur kalian berapa?"

"Dua puluh dua."

"Tuh kan, saya baru dua puluh."

"Ehehe ... lebih muda rupanya."

"Yaitu, jangan panggil Kakak ya! Sebentar, saya bikin minuman dulu, mungkin sebentar lagi Pak Fikri selesai mandi. Saya ke dalam dulu," ucap Kayla. Ia tidak nyaman tidak membuatkan minuman untuk tamunya, apalagi mereka menunggu lama.

Sampai di dapur, Kayla mengambil dua cangkir kosong, lalu kemudian memasukan gula di setiap cangkir, hanya ada teh yang ada, tidak ada sirup ataupun minuman lainnya, setidaknya tamunya tidak kehausan.

"Ay."

"Eh, sudah mandinya?"

"Sudah."

"Temui tamunya, atau suruh mereka masuk kedalam aja."

"Iya."

"Abang mau minum juga?"

"Iya."

Kayla mengambil satu cangkir lagi untuk suaminya. Terdengar suara obralan dari jarak dekat, kemungkinan dua wanita tadi sudah masuk kedalam, duduk di kursi ruang tamu.

Setelah selesai membuatkan minuman, Kayla menghampiri mereka. Kayla tidak tahu ada urusan apa mereka sampai-sampai menghampiri suaminya di rumah.

"Silakan diminum."

"Terima kasih."

"Iya. Ini untuk Abang, diminum."

"Iya, Ay."

Setelah memberikan minuman, Kayla pamit ke atas, ia tidak mau menggangu mereka yang terlihat sibuk membicarakan sesuatu. Tidak lupa, Kayla membawa plastik hitam yang berisi makanan yang Fikri belikan, itulah alasannya kenapa ia tidak mau ada di ruang tamu, ia ingin cepat-cepat memakan cilok yang Fikri beli.

"Ah ... enak banget ... ugh ... kenapa minta sedikit ya, harusnya banyakin." Saking enaknya, Kayla sampai merem menikmati cilok kuah saos kacang, baru cilok ia nikmati, masih ada cireng dan cimol yang menunggu untuk dimakan.

Setelah dirasa cukup, Kayla meletakkan plastik hitam itu di atas nakas, ia baru ingat, ia belum mandi, membuatnya harus beranjak dari kasur.

"Ay, kamu di dalam?" tanya Fikri diluar kamar mandi.

"Iya."

"Jalannya hati-hati," pesan Fikri. Seperti itulah suaminya jika ia masuk kedalam kamar mandi, Fikri selalu mengingatkannya untuk hati-hati saat di kamar mandi.

Dengan cepat tanpa bertele-tele Kayla menyelesaikan ritual mandinya. Setelah selesai mandi, ia keluar kamar dengan berbalutkan handuk yang melilit ditubuhnya.

"Katanya gak mau," ucap Kayla menatap Fikri yang sedang makan cireng.

"Hehehe ... tiba-tiba ngiler, Ay. Saos kacangnya sangat menggoda."

"Tamunya sudah pulang?"

"Iya, gak mungkin Abang ada di sini."

Kayla duduk di tepi ranjang di samping Fikri. "Abang gak malu kan punya istri seperti aku? Masih muda banget, ke anak-anak."

"Ya Allah, kenapa harus malu? Kamu memang muda, tapi kamu sudah dewasa, sangat dewasa, wajah kamu juga tidak seperti anak-anak. Ini lebih baik, dibandingkan tua, tapi kelakuan seperti anak-anak alias gak dewasa."

Kayla tersenyum mendengar jawaban suaminya. "Ah ... Abang." Kayla melingkarkan tangannya di perut Fikri, kepalanya ia bersandar di bahu Fikri.

"Ay..." ucap Fikri dengan nada serak.

"Apa, Bang?"

"Kamu wangi banget." Fikri suka aroma sabun yang Kayla pakai, apalagi saat ini Kayla baru saja mandi dan tidak memakai baju.

"Mulai kan."

"Kamu sih, gak pakai baju lagi."

"Ya udah aku pakai baju."

"Yah ... kok pakai baju."

Kayla menghela napasnya menatap Fikri, wajah cemberut suaminya membuatnya gemes. "Abang gak capek?"

Fikri menggelengkan kepalanya. "Gak."

Kayla melirik jam dinding, lama terdiam ... ia menyetujui keinginan Fikri, membuat senyuman bahagia terlukis di wajah Fikri.

Singkat banget ya😅 cuma 700 kata wkwkw... bingung mau gimana lagi.
.
.
.
Jangan lupa votenya
.
.
.
Ig: @yuyun_erlinna

Lelaki Untuk Kayla (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang