Chapter 45

5.7K 409 9
                                    

Maaf baru up, diusahain untuk lanjut nulis walau lagi gak enak badan, supaya ceritanya juga cepat tamat.
.
.
.
.
Selamat membaca
.
.
.

Hari ini, di pesantren sedang mengadakan acara syukuran dan doa bersama untuk Kayla. Tidak banyak yang tahu Kayla hamil, karena semenjak hamil Kayla jarang sekali ke pondok. Tidak seluruh santri diundang, hanya beberapa orang saja yang ikut group Habsyi namun seluruh ustadz dan ustadzah semua diundang, begitu juga dengan keluarga Kayla dan Fikri, mereka semua datang.

Tanpa terasa, usia kandungannya sudah memasuki tujuh bulan. Selama kehamilan, tidak banyak hal yang Kayla inginkan, tidak ada hal yang aneh-aneh yang ia pinta, mual pun sudah tidak ia rasakan, itu terjadi hanya di trimester pertama.

"Sudah mau jadi Ibu aja sahabat kita ini, lah kita? Jodohnya aja belum keliatan sampai sekarang," ucap Putri.

"Iya, yang deketin juga gak ada," sahut Raisa.

"Kalian ini, sabar aja. Kalau sudah waktunya menikah ya pasti menikah," ucap Zahra.

"Betul kata Zahra, kalian sabar ... Allah lagi mempersiapkan seseorang untuk kalian, mungkin bukan sekarang waktunya tapi nanti,"  ucap Kayla.

"Kamu mau cepat-cepat nikah, Put?"

"Gak sih haha ... belum siap."

Putri dan Raisa rela dari kampung datang ke pondok demi menghadiri acara syukuran yang keluarga Kayla lakukan. Suasana terasa lengkap dengan hadirnya orang-orang terdekat, Tiara pun ikut hadir demi Kayla.

"Kalau kamu, Ti? Ada keinginan nikah muda gak?" tanya Raisa menatap Tiara.

"Gak ada, aku mau fokus kuliah, apalagi aku satu-satunya harapan Mama alias anak Mama. Soal nikah aku jadikan prioritas kesekian, nanti aja deh kalau sudah sukses, sudah bisa membahagiakan orang tua."

"Mantap jawaban Tiara, tuh dengerin apa kata Tiara. Kalian juga, fokus bahagiakan orang tua dulu," ucap Zahra.

"Iya-iya..."

"Kay, Bibi sama Paman pulang dulu ya."

"Ah iya, Bi. Makasih sudah datang. Ada bawa lauk?"

"Ada kok, Ibu kamu yang nyiapin. Jaga baik-baik kesehatan kamu," pesan Wanda.

"Iya, Bi."

"Ya udah kami pulang dulu. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Suara tangisan bayi mengalihkan perhatian mereka, suara itu berasal dari kamar.

"Siapa yang nangis?" tanya Putri.

"Anak Kak Nay."

"Oh iya, itu yang tadi pengen aku tanyain. Aku mau liat anak Kak Nay."

"Masuk aja, sepertinya dia gak tidur, tuh dengar kan dia nangis?"

"Kak Nay, kami mau masuk boleh?" tanya Putri diluar kamar

"Masuk aja."

"Hore..."

Keponakan Kayla sudah lama lahir usianya sudah memasuki tiga bulan, kadang dari Nayla lah Kayla belajar merawat bayi, belajar cara memandikannya dan hal lainnya sebelum mengurus anak sendiri nantinya.

"Ibu sudah mau pulang?" Kayla berdiri menghampiri Ibu mertuanya.

"Iya, Nak. Takut semakin malam sampai rumahnya."

"Kak Ais, Ibu, terima kasih sudah datang."

"Iya, Nak. Jaga kesehatan ya. Fikri, istri kamu jangan dibiarkan kelelahan ngurus rumah, kamu bantuin juga," ucap Aminah menatap Fikri

Lelaki Untuk Kayla (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang