Chapter 10

7.3K 547 2
                                    

Kayla baru saja datang dari rumah Farhan sang Paman. Ia memasuki kamarnya namun, ia tidak  menemukan teman-temannya. Kamarnya terlihat sepi kemungkinan mereka sedang mencuci karena sekarang waktu luang.

Kayla membuka lemarinya mencari handphone, ini kesempatannya memegang handphone saat keadaan sepi. Setelah mencari-cari ia tidak menemukan benda pipih itu.

"Perasaan aku taruh di sini tapi kok gak ada ya?"

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, kepada ukhti Farah, Nabila, Dewi dan Kayla yang saya panggil mohon temui saya di kantor Keamanan. Sekian dan terima kasih."

Kayla menepuk jidatnya mendengar ada namanya yang di panggil oleh wanita itu. Handphonenya tidak hilang melainkan di sita oleh keamanan.

"Argh ... kenapa harus di panggil lewat toa sih! Bikin malu aja." Kayla berdecak kesal karena mendengar ada namanya.

Kayla kembali keluar menuju kantor keamanan. Akhirnya handphonenya di temukan oleh keamanan, Kayla kira mereka tidak akan senekat itu menggeledah lemarinya.

"Kakak ya yang ngambil handphone gue?"

Wanita itu menggelengkan kepalanya mendengar nada Kayla bicara. "Biasakan ucapkan salam!"

"Beraninya membuka lemari orang tanpa sepengetahuan pemiliknya. Lemari hal privasi!"

"Hey! Jaga cara bicara kamu! Kamu sedang berhadapan dengan Senior!"

"Kembalikan hp gue." Kayla mengulurkan tangannya meminta agar di kembalikan.

"Tidak! Jangan harap kami mau mengembalikan, hp kamu kami sita karena kamu sudah melanggar peraturan pondok!"

"Jika salah tetap salah! Kami tidak pernah membenarkan dan mengizinkan santri atau santri wati membawa handphone jika sampai kami menemukan maka akan mendapatkan hukuman. Jangan salahkan kami, kami hanya menjalankan tugas kami sebagai pengurus pondok."

"Jadi hukumannya apa? Jangan bertele-tele, buang waktu saja." Bahkan Kayla merasa tidak takut berbicara seperti itu pada para pengurus yang paling di takuti.

"KAYLA! Jangan bicara seperti itu! Tidak sopan!"

"Er, sabar," tegur Aza

"Lalu membuka lemari orang itu sopan?"

"Itu memang tugas kami untuk memeriksa dan mengamankan takut kalian membawa hal yang di larang termasuk handphonen!"

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Semua menunduk saat seorang Ustadz muda memasuki ruangan itu.

"Afwan, ada yang tidak terima handphonenya di ambil," ucap Erna.

Ck, so lembut tadi bicaranya teriak-teriak

"Siapa?"

"Kayla, Ustadz."

Ustadz itu menatap Kayla, ini pertama kalinya ia melihat wanita itu. "Santri wati baru?" tanyanya.

"Iya."

"Berikan dia peringatkan pertama dan kembalikan handphonenya setelah dia melalukan hukuman itu," ucapnya lalu pergi.

Hal itu membuat mereka tercengang mendengar apa yang dia ucapakan. Selama ini tidak ada santri yang bisa membawa handphone mereka kembali jika sudah di sita.

"Syukur Ustadz Fikri yang bilang, kalau bukan sudah aku hancurin nih handphone!"

"Hancurin aja kalau berani tapi ganti rugi hp gue. Lo gak tau aja kalau hp gue itu mahal, mahal dari pada harga sepeda motor!"

Lelaki Untuk Kayla (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang