"Kak bangun udah jam 6! Lo nggak sekolah? Kak! Woi!" Teriakan serta gedoran pintu membuat Nara dengan sangat terpaksa terbangun dari tidurnya. Menyadarkannya dari alam mimpi yang indah, huft padahal di dalam mimpi ia hampir saja memeluk Xiumin. Dasar fangirl.
"Libur" Nara sedikit berteriak kemudian menyamankan kembali posisi tidurnya.
Matanya terpejam namun indra pendengarannya berfungsi dengan sangat baik. Samar-samar suara nenek terdengar ternyata beliau akan ikut kakek, menghadiri arisan kantor dengan Brian adiknya yang paling kecil.
"Enak banget kakak libur" Itu suara Al adiknya. Dan Nara tak mendengar suara apapun lagi karena semua orang telah pergi hanya ada dirinya dan bunda dirumah saat ini.
Baru saja 10 menit berlalu suara motor ayah kembali memasuki perkarangan rumah sepertinya ada yang tertinggal. Tak ambil pusing Nara kembali melanjutkan tidurnya walau tak nyenyak, berharap mimpinya tadi berlanjut kembali.
"Salah kamu sendiri nggak ngasih uang mingguan untuk aku sama anak-anak. Mereka butuh uang saku, keperluan mereka banyak"
"Apa gunanya kamu kerja kalo gitu? Mana uang kamu? Masa aku terus yang ngasih mereka uang saku?"
"Kamu itu kepala keluarga dan sudah tugas kamu untuk menafkahi, kenapa jadi aku? Uang aku untuk keperluan yang lain"
"Uang kamu juga uang aku kamu itu istri aku. Sesekali kamu lah yang ngasih mereka uang saku"
"Nggak ada yang namanya uang istri uang suami. Sesekali aku kamu bilang? Kamu nggak mikirin Nara mau masuk SMA nanti?"
Ribut lagi, sudah kesekian kalinya Nara mendengar pertengkaran kedua orang tuanya dan masalahnya masih sama, keuangan keluarga. Padahal keduanya sama-sama bekerja. Bunda bekerja disebuah hotel dan ayah seorang pemborong bangunan.
Tadinya ayah dan bunda bekerja di tempat yang sama kemudian memutuskan untuk menikah, karena pihak hotel tidak memperbolehkan suami istri bekerja di tempat yang sama seperti yang tertera di peraturan ayah mengalah dan mencari pekerjaan yang lain padahal jabatannya saat itu sudah tinggi.
Mereka tinggal dirumah kakek dan nenek, orang tua bunda. Semua kebutuhan mulai dari biaya listrik, air, hingga kebutuhan pokok lainnya ditanggung kakek yang masih bekerja di sebuah rumah sakit tentara sebagai PNS. Selain uang saku dan biaya sekolah tak ada yang harus mereka pikirkan lagi sebenarnya, tapi masih saja bertengkar. Sudahlah Nara capek.
"Gaji kamu tiap minggu kemana? Kamu cuma ngasih setengah dari gaji kamu ke aku dan itupun aku bagi 4 dengan anak-anak. Kamu pake hura-hura kan?"
"Kok jadi ngurusin gaji aku? Hak kamu apa?"
"Aku istri kamu"
"Emangnya ada istri yang ngebentak suaminya?"
"Kamu sadar nggak yang dari tadi ngebentak terus siapa? Kamu kan? Udahlah aku capek, malu didengar tetangga. Suara kamu juga nggak bisa kecil"
"Kamu sendiri yang mulai kenapa nyalahin aku?"
★★★
"Nara sampe jam berapa kamu mau tidur hah? Udah jam setengah 12 dan kamu belum bersihin rumah, belum jemur pakaian juga! Nara bangun!" Beginilah bunda saat Nara libur dan sedang ada masalah, seringkali melampiaskan semuanya dengan ocehan dan bentakan pada Nara. Untungnya tidak main tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
What If
أدب المراهقين7 Feb 2019 Jangan berharap pada manusia, menyakitkan. Berharaplah pada Tuhan. Karena Tuhan tahu apa yang terbaik untuk dirimu - Nara Verskey #3 in schoollife #45 in teenfiction #67 in reallife