Sebuah Permulaan

41 7 0
                                    

Musik jazz mengalun merdu di kafe Sweet Tooth, tempat dimana Danee sedang duduk sendirian di pojok ruangan. Kafe itu tidak terlalu ramai sore itu, hanya ada beberapa mahasiswa yang sedang berkutat dengan laptop dan sepasang kekasih yang dari tadi terlihat seperti sedang dimabuk cinta. Danee melirik jam dinding dengan gugup. Sebentar lagi pukul 4, sebentar lagi Hangyul pasti akan datang.

Setelah dua minggu menghentikan kontak dengan Hangyul semenjak Hangyul menyatakan perasaannya, akhirnya Danee memberanikan diri untuk menelfon Hangyul dan mengajak untuk bertemu. Hangyul mengiyakan dan meminta Danee untuk menunggunya selesai kuliah sore di kafe itu. Meskipun tidak begitu suka duduk di kafe, Danee hanya menuruti keinginan Hangyul.

Danee menyesap matcha dingin yang sudah dipesannya sedari tadi untuk menemaninya menunggu. Danee memang sangat menyukai matcha. Matcha biasanya mampu menenangkannya, tapi kali ini sepertinya tidak mempan. Ia menggerakkan kakinya dengan gelisah, berkali - kali melirik jam dinding dan juga pintu masuk kafe sampai akhirnya sosok yang ia tunggu - tunggu sedari tadi menampakkan batang hidungnya. Hangyul sudah sampai. Hari ini ia memakai kemeja putih yang lengannya digulung hingga memperlihatkan tangan kekarnya. Beberapa butir kancing bagian leher juga tidak berkait, menampakkan collar bone Hangyul yang sungguh seksi. Hangyul tersenyum hangat begitu melihat Danee. Perut Danee kembali merasakan sensasi seperti jatuh dari lantai 13.

"Danee-ya..." sapa Hangyul sambil duduk di kursi hadapan Danee. Danee tidak mampu menyembunyikan senyumannya. Sudah dua minggu belakangan ini ia tidak melihat Hangyul dan mendengar suaranya itu. Jujur, Danee merasa senang. Setelah memesan segelas ice americano, Hangyul kembali membuka suara. "Apa kabarmu?"

"Aku baik. Kamu?"

Hangyul tersenyum manis dan berkata, "Sekarang setelah melihatmu, aku jauh lebih baik."

Pipi Danee bersemu merah karena malu, lantas ia mengalihkan pandangannya dan pura - pura fokus mengaduk - aduk minumannya yang tinggal setengah itu.

"Kamu bilang ingin membicarakan sesuatu?" tanya Hangyul lagi. Danee mengangguk pelan. Selama dua minggu ini, Danee sudah memikirkannya betul - betul. "Ya, aku ingin memberi jawaban."

Kini gantian Hangyul yang merasakan perutnya seperti dililit ular besar. Hangyul diam dan menatap Danee, menunggunya kembali bersuara. Setelah menghembuskan nafas panjang, Danee akhirnya berkata, "Aku ... aku tidak ingin kamu terluka."

Terjadi jeda yang cukup panjang. Hangyul tidak mampu menyembunyikan ekspresi kecewanya.

"Tapi... aku akan memberikanmu kesempatan." Danee melanjutkan perkataannya, "Jujur, aku juga menyukaimu, Hangyul-ah. Tetapi bagiku, masih begitu berat untuk melupakan Wooseok. Aku butuh waktu. Kamu mengerti kan? Jadi begini, aku akan memberikanmu kesempatan. Aku akan mencoba membuka hatiku untukmu. Sejauh ini, hatiku sudah cukup mau menerimamu namun aku belum yakin. Kamu mau kan menungguku dan meyakinkanku?"

Hangyul tertawa, tidak mampu menyembunyikan kebahagiaannya. Diraihnya tangan Danee, lalu digenggamnya. "Terima kasih, Danee-ya, karena sudah memberikanku kesempatan. Aku tidak akan menyia-nyiakannya." Dikecupnya tangan Danee untuk mengekspresikan hatinya yang sangat bahagia saat itu. Danee ikut tertawa senang.

***


Bergenggaman tangan, Hangyul dan Danee berjalan di tengah keramaian pasar malam. Setelah dari kafe, Danee berkata bahwa ia begitu menginginkan makanan pasar malam. Tanpa banyak berpikir, Hangyul langsung membawa Danee ke pasar malam terdekat.

Pasar itu ramai sekali. Banyak penjual yang menjajakan dagangannya. Ada berbagai jenis makanan, pakaian, mainan, dan beberapa aksesoris. Ada beberapa jenis permainan juga yang ramai didatangi pengunjung.

Now You're Here [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang