"Kamu mau minum apa?"
"Apa saja, tidak apa."
Danee mengangguk lalu bergegas ke dapur, meninggalkan Hangyul sendirian di ruang tamu rumah itu. Hujan turun semakin lama semakin deras dan Danee merasa tidak enak jika tidak menawarkan Hangyul masuk rumahnya, apalagi setelah Hangyul menghantarnya betul - betul ke depan rumah. Hangyul tidak menolak tawaran itu. Ia justru senang karena mendapat kesempatan untuk mengenal Danee lebih jauh.
Hangyul memperhatikan sekelilingnya. Rumah Danee tidak begitu besar, namun rapi dan bersih. Semua perabotannya senada, berwarna putih dan coklat. Temboknya dilapisi oleh wallpaper berwarna putih gading bercorak bunga - bunga. Aroma kayu manis dan vanili menyapa hidungnya saat ia melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah Danee. Rumah itu sepi. Sepertinya tidak ada orang lagi selain Danee dan dirinya.
Danee kembali sambil membawa satu teko teh panas untuk menghangatkan badan mereka beserta satu toples snack. "Maaf, hanya ini yang ada.", kata Danee sambil menuangkan teh kehadapan Hangyul.
"Its okay. Kamu sendirian?"
Danee menghela nafas, "Ya. Orangtuaku sedang pergi. Adikku ikut mereka."
"Pergi kemana?"
"Amerika."
Hangyul membulatkan matanya. Amerika? Untuk apa keluarga Danee kesana? Melihat Hangyul yang kebingungan, Danee berkata, "Mereka mencoba bisnis disana, berharap mereka akan beruntung."
"Kapan mereka akan pulang?"
Danee menggeleng lemah. "Tidak tahu. Sepertinya mereka tidak akan pulang dalam waktu dekat. Sudah 2 bulan lebih aku sendirian. Adikku disana malah sudah didaftarkan untuk bersekolah."
Hangyul tidak mampu berkata - kata. Ia dapat melihat bahwa Danee sangat merindukan orang tua dan adiknya. Merasa bersalah karena telah membuat suasana menjadi muram, Hangyul mengalihkan topik pembicaraan. "Terima kasih tehnya, pasti enak sekali." Ujar Hangyul seraya menyesap teh yang masih mengepul itu.
"Aw!!!"
Hangyul terkejut karena rasa panas yang menyengat bibirnya. Ia sontak melepaskan cangkir teh itu yang sialnya justru tumpah membasahi tangan kanannya. "Arghhh...Panas!" jerit Hangyul tertahan. Danee panik. Ia langsung berlari ke dapur dan mengambil baskom berisi air sejuk.
"Kenapa sih tidak berhati - hati?" Omel Danee. Ia meraih tangan kanan Hangyul dan merendamnya di air sejuk. Hangyul terkejut saat merasakan tangan lembut Danee menyentuhnya, tapi ia membiarkan gadis itu. Setelah direndam selama beberapa saat, Danee mengoleskan krim pada tangan Hangyul yang kemerahan karena terkena panas. Danee lalu meniup - niupnya supaya lekas kering. Hangyul terdiam memperhatikan Danee yang sibuk mengobati tangannya. Ia memang sudah menyadari dari awal bahwa Danee cantik, tapi kali ini cantiknya Danee berbeda. Danee terlihat seperti bidadari. Hangyul terpesona.
"Lain kali hati - hati ya." kata Danee, mengalihkan pandangannya dari tangan Hangyul dan tidak sengaja matanya bertemu mata Hangyul. Mata coklat jernih dan tajam itu. Sensasi itu datang lagi. Perutnya terasa seolah jatuh dari tempat tinggi. Danee dengan gugup mengedipkan matanya dan segera beranjak dari situ untuk mengembalikan baskom ke dapur.
Tarik nafas .... hembuskan...
Tarik nafas .... hembuskan...
Tarik nafas .... hembuskan...Di dapur, Danee sibuk menenangkan dirinya. Ada apa sih ini? Ya pabo! Aku tau dia tampan, tapi tak bisa kah kau bersikap normal?
Setelah dirasa dirinya sudah tenang, Danee kembali ke ruang tamu dan menemukan Hangyul sedang berdiri dan memandangi foto - foto keluarga yang dipajang di dinding.
Hangyul mengamati foto - foto itu. Danee sepertinya tidak berubah sedari dulu. Rambutnya yang sepunggung selalu digerai. Wajahnya disetiap foto juga hanya menatap kamera dengan datar. Namun ada satu foto yang berbeda. Disitu, Danee tampak tertawa bahagia didalam pelukan seorang laki - laki tampan. Hangyul mengerutkan alisnya. "Ini siapa?" Tanyanya pada Danee yang kini sedang membereskan sisa tumpahan teh. Raut muka Danee seketika berubah. Danee langsung mengambil foto itu dan memasukkannya ke dalam laci supaya jauh dari pandangan. Hangyul menelan ludah. Lagi - lagi ia membuat keadaan menjadi canggung. Sepi menyelimuti mereka berdua.
"Itu Wooseok. Mantan kekasihku."
Kesunyian itu dipecahkan dengan suara Danee yang serak menahan tangis.
"Kami bahagia. Aku tidak melihat sama sekali alasan untuk putus. Ya, kami berjauhan. Dia di Jepang, aku disini. Menurutku tak masalah. Tapi ia berbeda. Ia pikir, aku akan lebih baik tanpanya. Ini semua demi kebaikanku, katanya. Ia salah. Setiap hari terasa seperti neraka semenjak ia pergi meninggalkanku..."
Sesenggukan, Danee menangis dan terduduk lemas di lantai.
"Maaf... kita baru kenal, tapi aku sudah membebanimu dengan cerita konyolku." Danee memaksakan tertawa yang justru terdengar memilukan.
Hangyul yang tidak tahu harus berbuat apa akhirnya memutuskan untuk menghampiri Danee yang masih terduduk dan menangis. Air mata masih mengalir di pipi Danee, namun bibirnya tersenyum. Dengan perlahan dan penuh ragu, Hangyul merangkul bahu Danee. Saat Danee tidak bergerak untuk menepisnya, Hangyul memeluk Danee erat. Dalam pelukan Hangyul, Danee menangis semakin keras.
"Tidak apa. Menangislah. Habiskanlah air matamu untuknya sampai kamu tidak akan bisa menangisinya lagi."
***
Jangan lupa vote dan komennya ya kalau suka! Kritik dan saran juga diterima dengan tangan terbuka! Terima kasih ya sudah mau baca :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Now You're Here [✔]
Fanfiction"Kita akan jatuh cinta kepada orang yang tidak kita sangka dan pada waktu yang tidak kita duga." Lee Hangyul dan Kim Danee. Dua insan yang memiliki luka batin yang sudah lama tidak bisa terobati. Pada suatu hari, mereka dipertemukan dalam situasi ti...