Playlist: Alessia Cara - Out Of Love
•¤•¤•¤•
Pesta hitam.
Sekiranya dua kata itulah yang ada dipikiran para tamu undangan ketika sampai di pesta ulang tahun Daven Sunarto.
Lantai satu rumahnya, tepatnya di ruang tamu, sudah disulap sedemikian rupa dengan barang-barang aneh seperti kepala tengkorak main-mainan yang ditata rapi di titik-titik tertentu dan beberapa lukisan penyanyi Rapper dalam negeri maupun luar negeri terpajang di dinding ruangan megah itu. Kecintaannya pada musik Rap dan sejenis Rock And Roll menjadikan Daven gemar mengoleksi keduanya. Hampir mendominasi warna hitam serupa dengan tema yang telah ditentukan.
Memang kelihatannya mengerikan sekaligus aneh. Tapi, ya namanya suka akan sesuatu yang memacu semangat, kenapa tidak diaplikasikan ke kehidupan sehari-hari?
Toh, yang dilakukannya juga tidak merugikan siapa-siapa.
Kalimat itu selalu tertanam di otak Daven. Bahkan saat Daven menghabiskan uangnya hanya untuk menonton konser, padahal uangnya bisa untuk biaya sekolahnya selama lima bulan, Daven sama sekali tidak peduli. Uangnya adalah uangnya. Tidak boleh ada yang mencampuri segala urusannya. Uang itu dia dapatkan dari hasil kerjanya di Distro milik Guiza, bukan dari orangtuanya.
Dana untuk keperluan pestanya saja sudah Daven kumpulkan dari jauh-jauh hari dan sedikit banyaknya juga dibantu oleh Maminya. Daven sempat menolak, namun Davina--Mami Daven bersikeras ikut berkontribusi. Tidak ada cara lain bagi Daven selain menerimanya. Lagipula, untuk dinikmati bersama-sama.
Selagi menunggu kehadiran yang lain, Daven menyambangi satu-persatu dari mereka, mengajak mengobrol sebelum acara inti di mulai. Meninggalkan kelima temannya di salah satu sofa melingkar di sudut ruangan.
Aura yang mereka pancarkan menarik daya pikat hampir rata-rata kaum hawa di sana. Apalagi penampilan anak Drakkar malam ini serba hitam, jauh berbeda dari biasanya.
Guiza mengenakan baju bercorak dengan bawahan celana jogger dan penampilannya semakin keren kala sebuah headband melingkar di kepalanya. Nayaka dengan baju bali yang ujung-ujung bajunya disisipkan ke dalam celana robek-robek di bagian lututnya. Haryaka membungkus tubuh tegapnya dengan jaket kulit, tak lupa aksesoris tubuh seperti gelang-gelang besi, jam warna emas, kalung perak sekaligus topi menutupi rambut ikalnya. Yang mencolok darinya adalah tato di area lengan kirinya. Gathan memakai baju hitam garis-garis putih dipadu celana jeans. Rantai besi menggantung di lehernya. Ajisaka sendiri memilih hoodie rose tanpa baju dalaman, celana putih selutut lalu dipermanis oleh topi hitam gambar mawar kecil di bagian depannya yang ditutupi lagi menggunakan topi hoodie-nya untuk menyempurnakan gayanya pada malam hari ini.
Sedangkan sang empunya pesta--Daven Sunarto paling sederhana. Hanya berbalut jaket baldu abu-abu bergambar tengkorak. Semua orang bisa mengenalinya karena warna bajunya berbeda dari yang lainnya.
"Sumpah ya, gue berasa lagi di dalem goa peninggalan jaman belanda tau gak! Serem!" di sisi kanan sofa, Nayaka berseru sembari memeluk tubuhnya yang merinding. Matanya terus memendar mengamati dekorasi pekat ruangan.
"Apa sih lo! Gak usah lebay!" Haryaka menyahut galak mendengar protesan Adiknya itu.
"Bodo! Lo liat aja tuh banyak banget tengkoraknya!" Nayaka menunjuk rangka main-mainan di setiap titik dengan ngeri, "Mangap-mangap lagi serasa mau makan orang!"
Ajisaka memutar bola matanya malas. Kerap kali menyaksikan Nayaka parno hanya karena benda-benda yang disinyalir mistis, "Dasar penakut aja bilang! Jadi cowok kok cemen! Cepu lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cool Boy
Подростковая литератураBermula dari sambungan video call di ponsel temannya, untuk pertama kalinya seorang Guiza Abel Roqu tahu keberadaan gadis berparas cantik yang dia ketahui bernama Hazel Luvena. Entah bagian permainan takdir atau hanya kebetulan semata, sehari setel...