Playlist: Adera - Muara
•¤•¤•¤•
Gerbang sekolah Ambarita terbuka lebar saat Hazel mendorongnya dengan buru-buru lalu segera berlari masuk, melewati koridor lantai satu khusus anak sains dan begitu di penghujung lorong, Hazel mengambil jalan kiri untuk sampai di depan ruangan ekskul PMR.
Pak Burhan, satpam penjaga tepat di gerbang utama mengalihkan pandangannya pada sosok Hazel yang menghilang ditelan belokan lorong. Pria paruh baya itu mengerutkan dahi, sekilas melirik jam tangannya. Jarum mengarah pukul 6 pagi. Sang mentari saja masih malu-malu menampakkan diri sepenuhnya di cakrawala. Burhan hanya heran saja kenapa sepagi ini Hazel sudah tiba di kawasan sekolah. Tergesa-gesa pula. Burhan pun menghiraukannya dan kembali duduk di pos satpam.
"Bego banget sih lo, Zel!" Hazel bergumam frustasi sambil mengacak-acak rambutnya secara brutal, "Kenapa bisa hape yang selalu ada di sisi lo dan menemani hari-hari lo selama enam tahun bisa ke tuker sama kalkulator?! Gimana caranya coba?!"
Pintu ruang PMR terhempas kuat akibat ulah Hazel. Sungguh, tadi malam Hazel sangat panik ketika dirinya tak menemukan hapenya di dalam tas. Hazel ingat pasti bahwa dia yang menaruh benda pipih itu di sana setelah mengambilnya dari jas putih yang sering Hazel pakai ketika upacara berlangsung. Jas khusus anggota PMR. Tidak mungkin dia lupa. Dia kan belum tua. Yang Hazel dapatkan malah kalkulator hitam dengan ukuran sedang. Warnanya persis seperti hape miliknya. Hazel pun mendesah berat. Kenapa jika Hazel tengah memikirkan Guiza, dia mendadak amnesia?
Guiza benar-benar ajaib dan ampuh menghilangkan fokusnya. Dasar Hazel lemah.
Di depan lemari kayu yang tertutup rapat, tempat jas-jas PMR di gantung rapi, Hazel menyatukan kedua telapak tangannya dan berdoa, "Plis, jangan hilang ya hape. Di galeri tuh banyak foto doi. Kalo kamu hilang siapa lagi yang bakal aku pelototin sebelum tidur?" ujarnya lirih. Kalau saja murid lain melihat aksi menggemaskannya itu, dipastikan mereka terkekeh geli.
Seusai merapal doa-doa, perlahan Hazel membukanya dan meraih jas dengan ukiran namanya di bagian atas dada kanan, lalu merogoh saku jas itu. Seketika mata indahnya berbinar, menemukan benda yang dia cari-cari.
"Ya allah, akhirnya ketemu," Hazel memeluk benda pipih itu erat-erat selepas mengembalikan jasnya ke tempat semula. Layaknya pacar yang tiba-tiba muncul setelah bertahun-tahun menghilang, Hazel berkata, "Udah enam tahun kita bersama, tapi masih lupa aja sama wujud kamu. Maafkan Hazel ya hape."
Demi teman seperjuangannya di kala men-stalker pujaan hati, Hazel rela bangun pagi-pagi demi menjemputnya di sini. Di satu sisi dia juga takut benda miliknya itu diambil orang. Padahal kalau diingat-ingat, Hazel tidak pernahnya berangkat lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
"Lo ngapain di situ?"
Hazel menegang saat suara berat itu masuk ke pendengarannya. Dengan gerakan slow motion, Hazel membalikkan badannya. Matanya seketika membulat menemukan Guiza, berdiri di ambang pintu, meniliknya penasaran.
"Hazel?" Guiza tampak terkejut begitu mengenalinya, "Lo kenapa ada di sini?"
"Eh..itu gue ngapain ya.. Eh maksudnya gue anggota PMR," Hazel tergagap. Baginya, keadaannya sekarang, ibarat persembunyiannya kepergok tukang rentenir yang ingin nagih hutang.
"Seriusan?"
"Kalo gak percaya, liat aja bagan kepengurusan yang dipajang di dinding dekat pintu itu," kata Hazel berusaha menyakinkan Guiza yang kemudian mengikuti arahannya dan setelahnya manggut-manggut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cool Boy
Ficção AdolescenteBermula dari sambungan video call di ponsel temannya, untuk pertama kalinya seorang Guiza Abel Roqu tahu keberadaan gadis berparas cantik yang dia ketahui bernama Hazel Luvena. Entah bagian permainan takdir atau hanya kebetulan semata, sehari setel...