25. Segitu dekatnya

5.2K 468 96
                                    

Playlist: Sia feat Sean Paul - Cheap Thrills

•¤•¤•¤•

Kemenangan tim futsal yang dikaptenin Guiza di turnamen siang tadi turut dilanjutkan dengan sebuah acara makan-makan di kediaman cowok itu.

Tidak sampai sekampung yang diundang. Hanya anggota satu timnya, kelima sahabatnya dan teman-teman sepermainannya di sekolah lain yang kebetulan masing-masing dari mereka membawa pasangan serta dua anak asuhnya, Rangga dan Geisha. Rata-rata semuanya dekat dengan Guiza. Bagaimana wataknya mereka tahu. Sebaik dan seramah apa Guiza sama orang asing, mereka tahu. Sesolid apa dia di dunia pertemanan, mereka tahu. Tapi di luar itu, yang tahu Guiza luar dalam cuma kelima sahabatnya. Segala rahasianya ada digenggaman mereka.

Saat ini, ruang tamu di rumahnya sudah seperti bascamp sekelompok geng bar-bar. Ada yang berselonjoran, ada yang dia sambil natap hape, membentuk forum kecil, bermain PS dan kegiatan unfaedah lainnya. Sampai di ruangan seluas itu banyak terdapat sampah bungkus kacang dan kaleng minuman.

Beberapa sofa panjang melingkar telah terisi penuh. Di atas karpet juga. Di depan televisi apalagi. Sisanya sibuk makan sambil mengghibah. Kira-kira ada dua puluh orang lebih. Anak cowok lebih dominan daripada cewek. Cakep-cakep lagi mukanya.

Auto borong deh kalau semisal mereka tersedia di shopee. Ah, novel kali ah.

Gelak tawa tidak sekalipun lenyap di sana. Ada saja bahan obrolan mereka yang ujung-ujungnya memegangi perut sangking tak kuasa menahan geli.

"Bor, gue ada pertanyaan nih buat lo," itu suara Okta Mahadri. Teman Guiza yang bersekolah di Kindara. Cowok bertindik hitam pecinta sempak tayo garis keras.

Nayaka langsung menegakkan punggungnya saat tahu pertanyaan itu ditujukan untuknya. Jarak keduanya cukup dekat. Nayaka duduk di sofa sedangkan Okta duduk bersila di bawah kakinya. Cowok itu menyerong sedikit untuk bisa leluasa melihat lawan bicaranya.

"Apaan? Jangan aneh-aneh."

"Selo napa, Bor. Takut amat ke gep nyonya besar," ejek Okta, satu matanya mengedip nakal pada Nayaka yang dibalas dengan pelototan tajam. Okta hafal kelemahan seorang Nayaka Senior.

Pasalnya di sini ada Alana. Bucinnya Nayaka. Cinta matinya Nayaka. Kalau Okta menanyakan hal yang enggak-enggak, misalnya pernah grepe-grepean sama mantan gak? Pernah nonton bokep gak? Ciuman sama mantan berapa kali? Haduhhh, kacau. Bisa-bisa Alana menggorok kepala burungnya secara sadis begitu mendengar jawabannya. Nayaka ngeri membayangkannya. Alana kayak mak lampir kalau naik tensinya.

Meski dua pertanyaan diantaranya ketiganya pernah Nayaka lakukan, tetap saja, Alana tidak boleh tahu jiwa fakboi nya dulu. Cewek yang mukanya tampak kalem itu akan berubah menyeramkan ketika marah. Nayaka sering kali menjadi saksi mata. Lah, ya iyalah, orang dia penyebab kenapa Alana nya marah.

"Awas aja kalo melenceng kemana-mana. Pulang gue tunggu lo di perempatan jalan." ancam Nayaka cari aman.

"Siap!" Okta mengacungkan jempolnya, "Tapi kalo lo gak bisa jawab, lo harus minum tiga kaleng bir sekaligus di depan Alana sambil megang tangannya, deal?"

Tawaran terakhirnya menarik, sayangnya Nayaka masih ingin hidup lebih lama lagi di muka bumi ini jika seandainya opsi pertama tidak dia laksanakan. Nayaka berpikir keras.

The Cool BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang