Playlist: The Chainsmokers - Dont Let Me Down
•¤•¤•¤•
Jalanan lenggang di tengah malam dimanfaatkan ketiga cowok itu dengan kebut-kebutan di atas motor, saling menyalip satu sama lain, memacu kecepatan melewati batas normal.
Masing-masing dari mereka mengenakan jaket hitam dengan lambang singa di bagian punggung belakang. Lambang yang memperjelas siapa jati diri ketiganya. Ciri khas Geng Malachi. Musuh bebuyutan anak Drakkar.
Sesuai perintah Bagas pada anggotanya dalam rangka mengibarkan bendera perang kepada Guiza karena sudah berani mendekati adik perempuan satu-satunya yang dia sayangi, Bagas selaku tangan kanan Aziel, menurunkan Rene beserta Farell guna menemaninya melancarkan aksinya.
Tentu Aziel tak perlu repot-repot turut serta yang hanya akan menghabiskan tenaga dan waktu berharganya menghadapi musuhnya itu. Sebab Bagas bersedia sendiri mewakilkannya tanpa dirinya minta. Tangan Aziel yang bersih, enggan dia nodai walau percikan darah sekalipun. Tugasnya, menunggu kabar, lancar tidaknya perhitungan yang anggotanya lakukan malam ini.
Sedangkan Gama diperintah untuk tetap tinggal di markas. Bagas mana mau melepaskan temannya itu di mana Guiza begitu mengenalinya. Bisa-bisa posisi Gama sebagai mata-matanya Geng Malachi, ketahuan.
Sebentar lagi mereka sampai di tempat tujuan. Bagas menuntun kedua temannya untuk berhenti di depan sebuah bangunan bekas toko roti di sudut jalan kenanga. Ketiga motor itu terparkir sejajar. Bagas mengisyaratkan keduanya jangan turun dan tetap memakai helm.
"Kenapa gak boleh dilepas sih, Den? Pengap, anjir! Mana tadi gue abis mandi, rambut gue masih basah ini. Lepek nanti!" protes Rene setelah menaikkan kaca helmnya.
Seringnya, ketika sedang bersama teman segengnya, Bagas kerap disapa Baden, karena itulah nama aslinya.
Bagas yang posisinya berada di tengah antara Rene dan Farell, mendengus kasar. Perkataan Rene persis seperti Hazel ketika Bagas tengah menyodorkan helm setiap pagi, sebelum mengantarkan sekolah, "Pulang tinggal cuci pake shampo njing favorit lo! Gitu doang, diribetin, Ren."
"Tambah huruf A di depan jadi anjing dah tuh. Benernya itu Z.I.N.K," ujar Rene mengeja kata terakhir yang dia ucapkan dengan penuh penekanan, "Pake Z, bukannya N ataupun Jing pake J."
"Bacot lo makin berbelit-belit ye. Alah pokoknya bagi gue sama aja. Mau beda huruf awal, mau beda pelafalan sekalipun, gak ada masalah. Mulut ya mulut gue. Gue yang ngomong, kenapa lo yang sewot," Bagas merasa jika hawa panas mengelilinginya. Emosinya dibuat menguap oleh Rene hanya karena shampo doang. Shampo yang gak bersalah pun dighibahin.
Rene menggeram kesal ditandai urat-urat lehernya yang menegang, "Ah, gak bisa gitu! Apa kata yang punya pabrik kalo merk shamponya lo plesetin jadi njing?! Mereka pasti gak terima dan bakal nuntut lo!"
Selama perdebatan unfaedah itu berlangsung meriah, satu sosok yang sedari sampai lebih memilih mengatupkan bibirnya, memutar bola matanya malas. Tak pernah beres memang bercakap dengan Rene. Farell lebih aman jika diam kayak gini. Takut meletup-letup seperti yang Bagas alami.
Stres melanda jiwanya, Bagas mengacak-acak rambutnya frustasi, "Arghh!! Serah lo dah, Ren! Lama-lama isi kepala gue meledak gara-gara ngeladenin lo! Ampun gue!"
Tak bisa menahan diri terlalu lama, akhirnya Farell jengah sendiri dan dia menyeletuk santai meski orang yang dia bicarakan sedang berada di samping kirinya, "Udah tau si kawan otaknya rada korslet malah lo ladenin terus. Nih ya, sampe negara api menyerang pun pembahasan dia suka lari, ngalor ngidul gak pernah bener."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cool Boy
Подростковая литератураBermula dari sambungan video call di ponsel temannya, untuk pertama kalinya seorang Guiza Abel Roqu tahu keberadaan gadis berparas cantik yang dia ketahui bernama Hazel Luvena. Entah bagian permainan takdir atau hanya kebetulan semata, sehari setel...