Sebelumnya aku minta maaf kalo cerita ini nggak sesuai dengan ekspektasi kalian. Alurnya emang sengaja aku buat selow dan nggak ngeribetin. Konflik di dalamnya juga seringan bulu kapas. Jadi nggak ada tuh acara bunuh dirian segala atau lebih cringe daripada itu hehehe.
Semoga kalian tetap suka dan jangan bosen-bosen ya mengunjungi lapakku ini. Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar kalian biar aku makin semangat:)
Sorry for late update.
......
Playlist: Imagine Dragons - Bad Liar
•¤•¤•¤•
Mobil hitam Bagas membelah padatnya jalanan Ibukota di jam setengah tujuh pagi. Bergabung bersama pengendara lain yang saling mendahului, berlomba-lomba untuk sampai ke tempat tujuan guna menghindari kemacetan yang sebentar lagi terbentuk.
Tak bisa membayangkan bagaimana mobilnya tercebak macet dan berakhir menyesakkan dadanya, Bagas memacunya dengan kecepatan sedang. Bila ada sedikit celah, Bagas menyalip pengendara lain yang melintas di depannya. Berbekal keahliannya dalam dunia balapan, akhirnya Bagas bisa bernapas lega setelah melewati lampu hijau yang sudah bergeser menjadi warna merah. Itu artinya dia tak perlu menunggu beberapa menit di belakang garis putih.
Perjuangan kecil sang abang yang sama sekali Hazel abaikan. Harus Bagas ingat bila dia masih marah pada pemuda itu karena seenak jidat menyuruh Aziel untuk menjemputnya. Terlebih lagi, Bagas tidak menyukai kedekatannya dengan Guiza. Lagipula, apa yang salah dari Guiza? Dia baik, ramah, rasa solidaritasnya diruang lingkup pertemanan tinggi, suka menolong sesama dan yang paling penting tidak memiliki catatan kriminal di sekolah.
Malah sebaliknya, Bagas lah yang suka mencari keributan bersama keempat temannya saat di lingkungan sekolah. Sering mendapat surat panggilan orang tua sampai kadang sang bunda menyita ponsel serta mobil cowok itu. Namun tak kunjung jera dan semakin dilakukan. Kelakuannya buruk, tak seperti wajah kalemnya. Akibat salah pergaulan. Gimana mau bener kalau ternyata kelakuan temannya lebih buruk daripada Bagas.
"Mau sampai kapan lo diemin gue kayak gini?" Bagas buka suara.
Pertanyaan yang jelas masuk ke telinga kiri keluar telinga kanan. Hazel memilih sibuk dengan ponsel di tangannya, membuka situs blog-nya yang sudah dua hari tidak dia sentuh.
Tadi malam, Hazel sempat memposting sebuah cerpen karangannya tentang seorang cewek yang sangat mencintai tetangga sebelah rumahnya. Cowok berpenampilan rapi yang kerap memegang tongkat untuk mempermudahnya dalam bergerak. Ya, cowok itu buta selepas kecelakaan motor dan si cewek mencintai kekurangannya. Namun, cintanya bertepuk sebelah tangan sebab si cowok menyimpan rasa pada adik tirinya. Seseorang yang dengan penuh kasih merawatnya di saat orang tuanya tak bisa mengurusnya dengan baik lantaran sibuk bekerja. Dan si cewek hanya mampu tersenyum pedih di balik jendela kamarnya, memandang keduanya yang suka menghabiskan waktu, duduk di balkon sembari tertawa lepas.
Entahlah. Kadang tanpa di duga, ide mengalir begitu saja di kepalanya. Melintas dengan cepat dan agar tidak lupa, Hazel menulisnya di selembar kertas kosong. Coret sana-sini lalu setelahnya direvisi. Hasil revisinya dia posting di situs blog-nya.
Terhitung dari selesai sholat subuh Hazel memposting cerpennya, dalam dua jam karya tulisnya dibanjiri komentar berupa pujian. Sedikit banyaknya berupa protes kenapa ceritanya berakhir dengan menyedihkan. Si cowok mendapatkan donor mata dari cewek yang diam-diam mencintainya. Menyakitkan lagi, si cewek rupanya mengidap penyakit jantung.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cool Boy
Подростковая литератураBermula dari sambungan video call di ponsel temannya, untuk pertama kalinya seorang Guiza Abel Roqu tahu keberadaan gadis berparas cantik yang dia ketahui bernama Hazel Luvena. Entah bagian permainan takdir atau hanya kebetulan semata, sehari setel...