Playlist: Camilla Cabello - My Oh My
......
•¤•¤•¤•
"Ada yang ngikutin kita."
Sedari mereka menjauhi markas Boomber Club, mobil jeep besar sudah mengekor di belakang mobil Guiza. Tidak hanya Hazel yang menyadarinya. Guiza pun sejak awal sudah mencium gelagat mencurigakan saat jeep itu mengikuti kemanapun mobilnya melaju.
Terlintas beberapa nama di benaknya. Aziel tidak mungkin. Rene, anggota geng Malachi juga tidak mungkin. Setahunya cowok itu menaiki mobil Ferrari. Farrel apalagi. Cowok itu suka menumpang dengan Rene. Meskipun mereka bermusuhan, setidaknya Guiza paham betul apa yang sering mereka lakukan dan apa barang-barang yang sering mereka pergunakan. Misalnya saja mobil.
Apa mungkin salah satu diantaranya meminjam pada orang lain?
Atau mungkin saja itu Baden?
Mengingat cowok itu suka mencari gara-gara dengannya dan sampai saat ini Guiza tidak tahu apa kesalahan yang sudah dia perbuat pada Baden. Guiza cuma punya urusan sama ketua mereka. Bukan Baden yang keberadaannya tidak terlalu dia pedulikan.
"Nanti kalo kita dikepung gimana?" tanya Hazel dengan gelisah. Pandangannya tak lepas dari kaca spion. Memperlihatkan cahaya mobil jeep yang terus membuntuti mereka.
Guiza tidak ambil pusing selama dirinya sendiri. Tapi saat ini di sampingnya ada gadis yang paling dia sayang. Dia hanya tidak ingin gadisnya kenapa-napa. Membuatnya khawatir juga tidak ada dalam kamus percintaannya.
Belum ada sejam mereka berpacaran sudah diuji begini. Guiza sih tidak masalah. Toh, dia tidak pernah takut pada siapapun kecuali kemarahan Kakek dan Neneknya. Lain cerita bagi cewek. Makhluk paling ribet, paling benar, tidak mau disalahkan, terlalu membesar-besarkan masalah, mengeluh ini-itu. Guiza mampu-mampu saja menghadapinya. Dia jadi penasaran apa Hazel juga begitu?
"Kamu tenang aja ya. Aku bakal ngebut. Kamu pegangan yang kuat sambil pejam mata aja."
Mata Hazel sudah berkaca-kaca. Tidak pernah terbayangkannya dia bisa terjun langsung dalam aksi kejar-kejaran dengan seorang penjahat. Baginya para penjahat suka mengendarai mobil jeep. Hazel takut bila asumsinya benar. Korban sinetron sekali.
Telapak tangannya yang besar sudah mendarat di pucuk kepala gadisnya. Mengelus surai panjangnya dengan penuh kehati-hatian, "Jangan nangis dong, sayang. Nanti aku beliin coklat deh buat kamu. Mau berapa? Sepuluh? Dua puluh? Atau sak toko-tokonya?"
"Kamu ih, keadaannya genting kayak gini masih sempat-sempatnya becanda. Keselamatan kita lebih penting daripada coklat."
Bukannya menenangkan justru malah bikin nangis anak orang. Guiza garuk-garuk kepala padahal tidak gatal sama sekali. Apalagi berkutu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cool Boy
Teen FictionBermula dari sambungan video call di ponsel temannya, untuk pertama kalinya seorang Guiza Abel Roqu tahu keberadaan gadis berparas cantik yang dia ketahui bernama Hazel Luvena. Entah bagian permainan takdir atau hanya kebetulan semata, sehari setel...