"Ini, itu, sama yang disana." Gue menunjuk aneka Action Figure One Piece yang entah kenapa harganya murah banget disini.
Gue udah nggak di mall. Gara-gara ngeliat toko cosplay di sebrang jalan, jiwa otaku gue berteriak. Dan Anisa masih ngintilin gue.
#Otaku : Semacam pecinta anime gitu. Anime bukan kartun ya bujank, ples lah mereka itu beda_- [Author]
"Belanja banyak-banyak gitu, nggak nengok kantong dulu?" Kata Anisa duduk manis di kursi yang entah ia dapet darimana, menunggu gue belanja.
Gue nggak menjawab pertanyaan Anisa. Mungkin niatnya ngasih nasihat, tapi pernak-pernik disini bikin iman gue goyah.
Mengingat Anisa yang bekerja paruh waktu di toko cat milik Papa Agung, Anisa ini pasti sangat menghargai nilai rupiah.
Beda sama gue. Yang kalo butuh apa-apa tinggal ngegesek kartu kredit.
Oh iya, soal kartu kredit...
"Mbak, bayarnya bisa pake kartu kredit?" Tanya gue pada pemilik toko yang daritadi tersenyum ramah sambil ngliatin gue milih Action Figure.
"Wah, kalo pake kartu kredit nggak bisa, dek." Jawabannya.
Nah kan. Gara-gara ngeganti mangkuk pecah tadi, uang cash gue jadi abis. Gua pikir nggak bakalan make uang cash hari ini, jadi gue cuma bawa dikit.
"Oh, mesin ATM disekitar sini ada?" Tanya gue lagi.
"Udah kak, pake uang aku aja." Anisa tiba-tiba nimbrung.
"Gue belanja banyak."
"Iya nggak apa-apa. Aku ada uang lebih."
😄😄😄
Sekarang udah sore.
Gue membawa banyak barang belanjaan. Gue berjalan di jembatan bersama Anisa dengan penuh rasa puas.
Barang gue lebih banyak dari punyanya Anisa, alhasil barangnya gue yang bawa semua.
"Kak fotoin aku disini dong... Oh iya bawain tas aku dulu.
Setiap kali melihatnya gue jadi malu nggak tau kenapa. Gue merasa dia lebih dewasa dan lebih mengerti perihnya hidup daripada gue. Meskipun wajahnya yang ceria dan imut nggak menunjukkan kelelahan atau kesedihan sama sekali.
Kita lalu nglanjutin jalan di trotoar.
"Tadi itu lu ngebayarin atau minjemin?"
"Minjemin." Jawab Anisa tanpa gengsi. Huft.
"Oke. Lu sejak kapan kerja disana?" tanya gue sambil masih berjalan.
Anisa hanya menengok gue sebentar. "Di toko cat maksudnya?"
"Iya."
"Sejak kelas 8 SMP." jawab Anisa sambil mencoba mengingat-ngingat. "Waktu itu gaji ku belum sebesar sekarang. Toko itu semakin besar dan semakin maju, jadinya aku bisa bayar sekolah tanpa bantuan Papa deh."
"Hmm, emang kenapa lu harus repot-repot kerja begitu? Orang tua lu kemana?"
"Pas umur aku 7 taun Mama meninggal. Dan mulai saat itu juga Papa suka pergi nggak tau kemana. Dulu aku hidup cuma atas belas kasian tetanggaku. Tapi sekarang dia udah tua, udah pensiun dari pekerjaannya. Jadilah aku yang gantian masakin dia setiap hari."
Gue mencerna kata-kata Anisa. Dan mengingat apa yang terjadi sama gue diusia 7 tahun. "Gue juga tinggal sendiri waktu kecil. Bedanya gue nggak perlu cari uang, karna Papa masih ngurusin gue lewat kartu kredit."
Dari sudut mata, gue melihat Anisa tersenyum. Dia lalu melihat gue. "Nggak, aku beda sama kakak! Aku nggak pernah sendiri. Aku selalu punya orang-orang yang peduli dan sayang sama aku walaupun sebenarnya mereka bukan keluarga aku. Tapi sekarang, kakak tenang aja! Aku akan ada disini buat kakak! Dan kakak nggak akan sendiri lagi..." Kata Anisa sambil tersenyum riang. Kini matanya benar-benar tenggelam dianta lipatan mata.
Begitu Anisa berhenti tersenyum dan otomatis membuka matanya yang tadi menyipit, dia terkejut karna kini gue melihatnya.
Dia terkesiap lalu berlari begitu saja.
Dasar anak itu.
Brruuk!!!
Kebiasaan _-
Acie Babank Arip...🤩
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGING AT 12 ACLOCK'
Novela JuvenilCeweknya nggak gercep, dan cowoknya nggak peka? Gimana bisa jadian! Nyetalking kakak kelas dari 12-IPA-A, Arif Alexander, adalah hobi Anisabelle si cewe SMA yang biasa-biasa aja. Sebenarnya Kak Arif nggak ganteng-ganteng amat, tapi ntah kenapa Anisa...