Semalem Anisa bilang hari ini juga dia bakal pulang. Dia minta gue buat nganterin dia jalan kaki sampe halte bus. Dan dia juga bilang mungkin ini terakhir kali dia ke Jakarta, karna besok-besok dia nggak punya alasan untuk dateng kesini lagi. Jadi dia pengen gue menuruti permintaannya.
Dan gue nurut. Gue nggak tau kenapa gue kayaknya nggak ikhlas kalo Anisa balik.
Sebagai hari terakhir, Anisa bilang gue harus lebih ceria.
"Hati-hati ya, Anisa! Ibu pasti akan rindu sama kalian... Tolong kalo suatu hari nanti kalian ada di daerah deket-deket sini, jangan lupa untuk mampir..." pinta Bu Seno setelah kami pamit.
"Pasti Bu! Anisa nggak akan lupa sama Ibu kok! Anisa juga bakalan mampir, kalo Anisa kesini lagi. Kalo kesini lagi..."
"Makasih ya, Bu. Kita udah dikasih tumpangan."
Bu Seno mengangguk lalu melihat gue dan Anisa secara bergantian lalu tersenyum.
😄😄😄
"Burung merpati!" teriak Anisa begitu melihat kawanan merpati putih yang sedang memenuhi jembatan yang kita lalui kemarin. Anisa lalu berlari dan membubarkan merpati itu. Semua merpati terbang sementara Anisa melambaikan tangannya pada merpati-merpati itu.
"Sa disana ada lagi noh." Kata gue semakin membuat Anisa berlarian membubarkan burung merpati.
...
"Fotoin dong, kak!"
"Gue ngerasa jadi babu Lo."
"Ehehe, sekali ini aja..."
"Cantik." Komentar gue.
"Apa kak?"
"Nggak! Udah ayo jalan lagi..." Gue melangkah duluan, dan Anisa mengikuti gue dari belakang sambil berlari.
Gue lalu berbalik dengan cepat. Dan hal yang udah gue prediksi benar. Lagi-lagi Anisa menabrakkan badannya ke badan gue.
"Aduh!"
Gue terkekeh. "Udah berapa kali lo nubruk gue kayak gini?"
"Abisnya kakak mendadak banget."
"Kan gue udah pernah bilang jangan suka lari-larian...,"
Anisa cuma cemberut sambil mengusap-usap dahinya.
Gue tersenyum kecil. Gue lalu meraih tangan kecil Anisa, "jangan lari-lari dibelakang gue, mulai sekarang lo harus jalan disamping gue."
Anisa terbengong. Dia membiarkan gue menggenggam tangannya. Dan secara perlahan menerbitkan secercah senyum di wajahnya.
Setelah 10 menit berjalan kaki, akhirnya gue dan Anisa nyampe halte bus. Sekarang tinggal nunggu aja.
"Makasih ya, kak, udah nganter aku sampe sini." Kata Anisa sambil tersenyum.
"Lu juga yang maksa."
"Ehehe,"
"Oh iya, gue juga mau bilang makasih sama lo."
"Untuk?"
"Kemaren dan hari ini, lo udah bikin gue ngerasa kalo gue nggak nolife. Gue ngerasa normal. Gue ngeliat dunia baru. Dan itu semua karena ada lo."
Anisa memandang gue. "Aku seneng, kakak seneng."
Gue juga memandangnya. "Makasih ya."
Anisa mengangguk. "Terus setelah ini gimana?"
"Maksudnya?"
"Aku pulang ke rumah. Terus kakak pulang ke mana?"
Gue menunduk dan berpikir. Nggak tau harus jawab apa karna gue belum ada rencana.
"Kenapa nggak balik ke hotel aja? Ya, seenggaknya kakak harus hargai pemberian Mama Kak Arif."
Gue mangernyit. "Ya, mungkin waktunya buat gue bertindak lebih dewasa."
Anisa tersenyum puas.
Dan melihatnya seperti itu ada sesuatu di dalam dada gue yang ikut lega.
"Anisa," kata gue pelan.
"Hm?"
"Lu boleh kasih judul ke lagu gue."
Anisa tersenyum sumringah. "Serius?"
Gue mengangguk cepat.
"Singing at 12 aclock'." Katanya dengan cepat.
Gue nggak keberatan dengan judul itu.
Dari arah selatan, sebuah minibus melaju dengan kecepatan sedang lalu berhenti di hadapan kami.
Kiww
Ini Arif POV yang terakhir guys!
Ada yang mau say goodbye ke Arif?
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGING AT 12 ACLOCK'
Teen FictionCeweknya nggak gercep, dan cowoknya nggak peka? Gimana bisa jadian! Nyetalking kakak kelas dari 12-IPA-A, Arif Alexander, adalah hobi Anisabelle si cewe SMA yang biasa-biasa aja. Sebenarnya Kak Arif nggak ganteng-ganteng amat, tapi ntah kenapa Anisa...