Happy reading
.
.
.
Azalea sendirian di rumah dinas ini. Azlan sedang berada di luar kota bersama Arsa. Azalea memandang foto Aila sang bunda yang ada di nakas kamarnya, dan diary sang bunda yang selalu menjadi pengantar tidurnya kala malam.
"Bunda, Lea kesepian. Bang Rey gak mau nemenin Lea" Azalea mencium foto sang bunda. Membaca diary Aila adalah favoritnya, dan kedua adalah jurnal kedokteran yang setebal batu bata.
"Apa bunda merasakan sakit saat mengandung Lea? Maafin Lea ya bunda" Azalea tertidur setelah membaca diary sang bunda.
Azalea bertugas pagi ini di UGD. Dia melihat seorang ibu hamil yang usianya hampir sama dengannya. Wajahnya terlihat pucat pasi. Azalea mendatangi sang ibu hamil itu.
"Ada yang bisa dibantu ibu?" Tanya Azalea ramah. Dia selalu teringat sang bunda kala ada wanita hamil yang pergi memeriksakan kandungannya sendirian.
"Saya mau periksa--" belum sempat meneruskan kata-katanya, ibu hamil itu pingsan. Azalea yang tanggap, segera memegangnya. "Suster, tolong bantu saya"
Dua orang suster membawa kursi roda dan segera membawanya ke UGD. Azalea segera memeriksa kondisi ibu hamil.
"Tolong panggilkan dokter Ria" titah Azalea. "Baik dokter"
Tak lama setelah itu dokter Ria, dokter obgyn datang dan ikut memeriksa kondisi ibu hamil. Dia teringat dengan wajah pasien di depannya ini.
"Dek, tolong kamu ambil sampel darahnya ya, kemarin saya minta dia untuk tes darah" Azalea mengangguk. "Baik dokter"
Azalea segera mengambil sampel darah dan memberikannya pada petugas laboratorium. Azalea kembali ke UGD untuk melihat kondisi ibu hamil tadi.
"Dokter" sapanya, Azalea mendekat "ya Bu?"
"Bagaimana kondisi saya dan anak saya?" Azalea tersenyum teduh. "Ibu masih harus istirahat, kondisi janin ibu baik-baik saja. Tinggal kita mengetahui hasil lab lebih dulu" ibu itu mengangguk.
"Nama dokter siapa? Saya Inayah" Azalea mengulurkan tangannya. "Saya Lea"
"Bisa bicara sebentar Bu" dokter Ria masuk bersama rekannya dokter Eric spesialis kanker. Azalea mengetahui tentang dokter Eric yang sangat dipuja oleh kaum hawa, minus Azalea.
"Maaf ibu, apa yang saya takutkan kemarin, terjadi" dokter Ria menghembuskan nafas sejenak. "Ibu terkenal Leukemia"
Azalea melotot mendengarnya, dia teringat akan sang bunda, kisahnya yang selalu dia baca dan menjadi motivasi dirinya untuk menjadi seorang dokter. Azalea seperti melihat sang bunda yang berjuang untuk dirinya.
"Kalau ibu mempertahankan janin ibu, saya tidak bisa melakukan pengobatan kemoterapi karena ibu sedang hamil. Dan saran saya adalah untuk menggugurkan kandungan ibu" Inayah menangis.
"Tidak dokter, saya tidak akan menggugurkan kandungan saya, ini adalah penyemangat hidup saya dokter" Inayah menangis, Azalea yang tidak tega, memeluk Inayah.
"Dokter, bisa saya bicara berdua dengan mbak Inayah?" Mereka mengangguk, lalu meninggalkan Azalea berdua dengan Inayah.
"Mbak, mbak bisa cerita dengan saya" Inayah mengangguk dan mengusap air matanya.
"Suami saya meninggal saat dikirim ke Papua. Saat itu saya baru saja dinyatakan hamil. Dia senang, tapi tugas negara memanggilnya. Hiks.. dia gugur ... Hiks. .. dan anak ini saja yang saya punya dokter. Saya tidak punya saudara, keluarga suami juga tidak ada. Saya sebatang kara" Inayah kembali menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lasting Love (Tersedia ebooknya Di PlayStore)
RomanceDokter ada rencana untuk menikah secepatnya? Saya sudah mengajukan lamaran ke komandan untuk menjadi calon imam dokter" "Hah?"