-2-

59 13 3
                                    

Satu hal yang tidak pernah lepas di kelas. Setiap orang memiliki gengnya masing-masing. Yang suka nyinyir dengan yang suka nyinyir, yang pendiam dengan yang pendiam, yang rajin dengan yang rajin, yang pinter dengan yang pinter, begitu seterusnya.

Meskipun Dilona terbilang pintar, namun dia tidak cupu seperti geng belajar lainnya yang semua anggotanya anak pintar berkaca mata. Dia bergabung dengan semua kelompok di sekolah. Mau itu orang terpintar, termalas, dan ternakal semua adalah temannya. Friendly.

"Na, pinjemin duit lo sini, gue mau beli minum. Dompet gue ketinggalan" pinta cewek berambut curly sebahu yang memiliki warna kecoklatan.

Teman Dilona namun, mereka berada di kelas yang berbeda.  Fersharin Retriyas. Guru pun sering kali terbelit lidahnya saat memanggil nama cewek yang memiliki tato bunga mawar di bagian belakang lehernya. Sebab itu dia tidak pernah mengikat rambutnya saat di sekolah. Atau dia akan di sidang di ruangan Pak Sandrosono.

"Eleh kebiasaan!"

"Lu mau kaga? Gue mau beli soda"

"Kaga. Gue dikasih susu kotak sama Geran."

"Dasar bucin lo!"

"Sssttt. Itu Geran."

Dilona segera membawa tubuhnya mendekati kekasihnya yang kini berada di bawah pohon besar di depan kelas pria jangkung itu. Karena mereka berada di kelas yang berbeda, jadi hanya bisa bertemu saat istirahat seperti ini saja. Kalau sudah jam pulang tidak usah di tanyakan lagi. Mereka bakal nempel berdua kaya pranko.

"Ger nanti temenin beli skincare dong!"

"Minta di temenin atau di beliin?"

"Hehe tau aja sih. Peka banget sih sayang."

"Anjir kaga usah tebar-tebar bunga bangke di depan kita njirr!" Dengus Ogra yang tingginya sepantaran dengan Gerandra. Pemilik nama lengkap Qiogra Deniasmar itu berhasil mendapatkan satu jitakan panas dari tangan Dilona.

"Sakit gila!"

"Mampus lo gra! Pedis kan bekas tangan nyonya Dilona Sandrachia Sanjaya" ledek
Sandi Harsono Punana yang memiliki rambut pendek dengan warna merah di ujungnya. Sandi merupakan generasi ke 5 dari keluarga Punana, pemilik Sekolah Punana.

Ogra yang kini tengah menghusap kepalanya. Ingin balas menjitak namun, tidak mungkin dia melakukan itu kepada seorang wanita. Terutama Dilona yang merupakan kekasih temannya, bisa bisa habis kepalanya berpisah dengan tubuhnya.

Mereka memang suka menambah embel embel 'Sanjaya' pada nama Dilona untuk menggoda pasangan ini. Seakan akan Dilona telah menjadi milik Geran seutuhnya.

"Panas nih, tahan banget disini. Perpus yuk ada AC" ajak Sharin menghampiri mereka. Tangan nakal Ogra langsung merampas minuman di tangannya. Sempat ingin protes namun, sharin lebih memilih mengerucutkan bibirnya memandang pria yang suka merebut minumannya itu.

"Ngapain lo ke perpus? Kaya anak yang pinter aja" sindir Sandi.

"Yuk ah. Panas di sini, gue setuju ngadem ke perpus" seru Dilona di saat yang lain tidak ingin merespon Sharin.

"Lu aja kita kaga ikutan" sahut Ogra memandang ke arah lain.

"Yaudah siapa juga yang ngajakin elu! Ger? Ayo"

"Kalian berdua aja deh. Kita lagi punya urusan."

"Urusan apa?"

"Si curut satu ini ni" dengus Geran dengan bibir yang lebih maju kedepan menunjuk Ogra.

Penasaran dengan apa urusan mereka, Dilona mengikuti arah pandangan Ogra. Ya di sebrang lapangan ada Fey yang berjalan mengikuti seorang pria jangkung.

Dilona (Bukan Persinggahan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang