Siang ini terik sekali. Bahkan burung-burung enggan berterbangan kesana kemari. Langit terlalu biru untuk hati yang sedang patah. Dan jalanan terlalu sepi untuk jiwa yang lelah sendiri.
Tidak terjadi apa-apa di gudang dan tidak perlu kecewa. Dilona merasa terlalu sulit untuk menjawab dan Alka melepaskan Dilona begitu saja dan tertawa untuk melanjutkan tidurnya meski beberapa menit Dilona keluar dari sana dengan wajah yang memerah dan perasaan yang terlalu panas bell sekolah pun berbunyi.
Hari ini, Dilona menumpang dengan Fey. Mereka berdua dengan kaki jenjangnya berjalan menuju parkiran. Fey memakai topi hitam yang memang sedia setiap saat di tasnya, sedang Dilona menutupi terik matahari menggunakan buku tulis di tangannya agar tidak mengenai wajahnya.
"Tadi lo lari kemana? Gue cari dimana-mana kaga nemu."
"Gue ada kok, di sekolah."
"Itu mah gue tau etdah!"
"Hehe. Fey lo kaga mau pindah ke IPA 1 lagi?"
"Kaga di kasih lagi sama Pak Sandrosono. Gue kaga bisa berlaku semau gue. Itu bukan sekolah gue, Na."
Mereka berdua telah sampai di parkiran dan langsung masuk. Dilona mengipas tubuhnya dengan buku yang ia pegang ketika Fey masih sibuk membuka topinya hingga ia menghidupkan AC. Udara sejuk menyapa dengan baik di dalam sana.
"Tapi itu sekolah Ogra." Kembali Ona melanjutkan pembahasan mereka di dalam mobil.
"Kalo itu sekolah Ogra, trus kenapa?"
"You know what I mean darl."
"Gue kaga mau manfaatin Ogra buat hal kaya gini. Salah gue sendiri sih kekanak-kanakan sampe maksa buat pindah kelas." Fey mulai mengendarai mobilnya.
Meskipun sekarang tidak berada di kelas yang sama lagi, Dilona tetap merasa bersyukur bisa menjalankan hari-harinya lagi bersama sahabatnya itu. Walaupun rasanya ada bagian yang hilang, dibawa pergi oleh Geran.
"Lo udah berapa kali nolak Ogra?" Tanya Dilona bercanda.
"Ck. Gue kaga tau."
"Ogra itu baik, ntar kalo udah kaga ada juga lo bakal ngerasa kehilangan."
"Gue tau dia baik. Tapi lo tau betul apa yang udah gue alami."
"Kenapa ga coba buat bangkit dari masa-masa kelam lo? Yang salah ayah lo Fey, bukan Ogra."
Fey sempat tertegun beberapa detik setelah mendengar ucapan Dilona hingga ia kembali bersuara "Gue bakal coba, barengan sama lo. Kaya gue ngelupain kesalahan ayah gue, lo juga harus ngelupain kesalahan Geran."
Fey menatap Dilona sebentar, gadis itu terlihat menghela nafasnya panjang setelah mendengar penuturan dari Fey. Mereka berdua sedang mencoba untuk saling mengingatkan agar memaafkan kesalahan orang lain dengan tulus. Walaupun mereka sama sama tau, itu tidak lah mudah terutama untuk melupakan sebuah pengkhianatan.
Fey tidak pernah menyukai ataupun mendekati hubungan yang disebut 'cinta' karena takut apa yang dialami mamanya akan terjadi padanya.
Saat ia masih berusia 8 tahun, ayahnya berselingkuh di rumahnya sendiri. Bahkan saat ketahuan oleh mamanya, apa yang pria satu anak itu lakukan? Bukannya meminta maaf, dia malah memukuli istrinya itu. Semuanya terjadi di depan Fey kecil. Semua terekam dan melekat diingatannya. Setiap malam yang ia dengar hanya tangis yang keluar dari mulut mamanya bukan lagi nyanyian penghantar tidur. Karena itulah ia takut menjalin hubungan seperti itu meski ia sadar perasaannya pada Ogra, tak lain adalah cinta.
Dahulu, Dilona sering memberikannya bekal makan siang di Sekolah Dasar. Bahkan gadis itu sering membantunya mengerjakan tugas sepulang sekolah dan membawakannya mainan. Waktu itu, hanya Dilona yang mau bermain dengan gadis yang diledeki oleh orang lain karena tidak punya Ayah. Itu adalah awal mula persahabatan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilona (Bukan Persinggahan)
Genç KurguHidup ini sama seperti terminal. Tempat persinggahan bagi orang yang ingin datang dan pergi, Dilona Sandrachia Ananda yang bertutur. Namanya secantik wajahnya namun, apakah kisahnya seberuntung anugrah kecantikannya?