Kantin selalu ramai di jam istirahat pertama. Tapi selalu ada meja kosong di sana. Biasa tempat Geran CS nongkrong. Tapi hari ini tempat itu hanya di huni dua makhluk astral, siapa lagi kalau bukan Sandi dan Ogra.
"Sepi juga ga ada Geran. Sejahat jahatnya gue, gue ngerasa jahatan Geran. Heran gue, Dilona secantik, sebohay, sepintar, sesetress itu bisa di duain coba! Kurang apa lagi tuh anak?"
"Kurang bergairah man!" Ketus Ogra kurang ajar. "Sialan!"
Satu pukulan mendarat sukses di kepalanya. Bukan Sandi yang melakukan tapi Dilona sendiri yang mendengar semua percakapan mereka. Dengan kotak susu di tangan kanannya dia membelai rambut Ogra perlahan hingga turun ke wajahnya.
"Gue kurang bergairah dimananya?" Cara bicaranya sedikit centil, ia membawa tubuhnya duduk di atas meja tepat di depan Qiogra Deniasmar. Jari-jarinya tengah menghusap pipi Ogra dengan lembut. Pria itu hanya mematung.
"Si brengsek itu aja yang terlalu mesum!"Dilona mengeluarkan emosinya dan menampar pipi Ogra, tidak kuat tapi tamparan itu berhasil menyadarkan Ogra. Seperti biasa, Sandi tertawa lepas menyaksikan ini.
"Minggir lo Na! Ngalangin pandangan gue aja. Rusak nih mata ngeliat elo!"
"Eleh, ntar ngeliat Fey aja udah langsung balik seger."
"Fey?" Sadar akan kehadiran Fey, Sandi malah bersembunyi di bawah meja sedang Ogra tidak dapat pergi kemana-mana sebab Dilona masih menahannya.
"Awas bego! Tamat riwayat gue kalo ketangkep bidadari cantik itu!"
"Emang kenapa sama Fey? Lo bedua kaya lagi liat setan aja"
"Iya tuh anak lagi kesetanan!"
"OGRAAAAA! SANDIII!" pekik Fey, pandangannya berapi-api. Tentu dia mencari mereka untuk balas dendam. Karena mereka berdua dia dijemur di lapangan.
Ogra berusaha kabur namun, Dilona dengan sengaja memegang lengannya dengan erat. Ogra terus mengumpat dan gadis yang masih duduk di meja kantin itu malah menikmati tawanya. Pria yang badannya bugar tersebut melepaskan dirinya paksa sampai harus menarik tangannya lebih kuat agar terlepas dari Dilona. Dan usahanya tidak sia-sia tapi aksinya tersebut membuat Dilona ikut tertarik seperti melayang dari atas.
Dia berteriak, mereka benar-benar membuat kehebohan di kantin. Bahkan semua orang yang ada di kantin sedang memperhatikan mereka. Tontonan geratis.
"Ograaaaa aaaaaakh!" Pekik Dilona ketika wajahnya hampir menyentuh lantai. Namun bahunya tertahan oleh lengan besar. Matanya telah membulat sempurna karena sedikit lagi, wajah mulusnya sudah akan mencium lantai kantin. Dia menelan ludahnya tak percaya dia selamat, atau usahanya menjaga wajah mulusnya selama ini sia-sia.
"Hati-hati. Lo terlalu ceroboh."
Keriuhan di sana terhenti. Semua pasang mata menatap mereka. Bahkan Dilona yang telah di bantu untuk berdiri dengan sempurna. Fey melupakan amarahnya begitu juga dengan Ogra yang mengurungkan niatnya untuk kabur dari sana. Si Sandi Harsono Punana juga memilih keluar dari persembunyiannya. Dilona diam tak menjawab tangannya bergetar, dan bisikan-bisikan kembali terdengar di telinganya.
"Geran?" Suaranya bergetar, matanya mulai berair. Tangannya mengepal di bawah sana. Rasa sakit yang sama masih hidup di dalam hatinya, ia memilih pergi dari sana tanpa sepatah katapun.
"Dilona!" Teriak Fey ikut mengejarnya.
Pagi tadi mereka heboh dengan pindahnya Geran dan Sharin. Namun, siang ini melihatnya ada di sini benar-benar menarik khalayak untuk membicarakannya lagi.
Tidak memusingkan Dilona yang pergi, Ogra dan Sandi memilih duduk dan berbicara dengan Geran. Mereka tahu, Dilona akan baik-baik saja jika Fey bersamanya.
'Ga tau malu banget'
'Itu tuh si tukang selingkuh. Selingkuhnya sama cewe bego itu lagi!'
'Gak punya hati apa ya, kak Dilona di gituin. Sayang banget..'
Bisikan-bisikan dan tatapan yang jujur tidak ia sukai menemani mereka dalam obrolan singkat ini. Geran sadar betul akan kesalahannya dan dia menerima konsekuensi atas perbuatannya. Selingkuh itu benar-benar bukan hal yang menyenangkan meski tidak ketahuan sekalipun.
"Gue mau pamit sama lo bedua."
"Lo pindah kemana?" Selidik Sandi.
"Gue pindah ke luar kota. Jujur gue nyesal udah ngelakuin semua kebodohan ini."
"Sumpah! Gue mau ngumpat tapi kaga bisa!" Ketus Ogra kesal, Geran malah tertawa kecil mendengarnya.
"Lo bedua baik-baik di sini. Tadinya gue kaga mau masuk, tapi gue bakal lebih menyesal kalo gue ga ketemu kalian buat terakhir kali."
"Jangan ngomong gitu. Lo masih temen buat kita. Masalah lo, itu urusan lo sama Dilona. Kita bakal ketemu lagi nanti di waktu yang tepat, Ger"
"Sialan lo bedua bikin gue sedih"
"Cengeng sih lo!"
Di tempat lain, Dilona tengah menahan tangisnya agar tidak di dengar oleh siapapun. Air matanya terus mengalir begitu saja, dominan dalam perasaannya adalah rasa rindu meski dia tahu pasti telah dikhianati oleh Geran.
Dia merasa baik-baik saja karena tidak melihat wajah pria yang pernah ia berikan hatinya selama 2 tahun itu sebelumnya, kedatangannya bahkan hari ini tangan pria itu telah menyelamatkannya membuatnya mengingat semua kenangan manis yang pernah mereka jalin bersama.
Fey tidak menemukan Dilona yang bersembunyi di gudang sekolah. Dia terus mencarinya di sekitaran kelasnya dan tempat lainnya.
"Nangis itu gak bikin cantik. Buat apa lo nangis?" Ucapan seseorang yang membuatnya tersentak. Dia tidak tahu bahwa di dalam sini ada orang lain. Keberadaan pria yang terbangun dari tidurnya itu membuat air matanya berhenti secara otomatis.
"Ngapain lo di sini?" Tanya Dilona sesegukan. Tangannya dengan cepat membersihkan wajahnya dari air bening yang jatuh dari pelupuk matanya.
"Gue nyari ketenangan di sini. Dan lo malah ngancurin ketenangan gue!"
"Ciih. Lo kasar banget ke gue," ucap Dilona sedih. Pria berambut hitam pekat itu hanya mengernyitkan dahinya saja.
"Kaga bisa apa bersikap baik ke gue? Perasaan gue lagi berat banget."Lagi-lagi pria itu tidak menjawab. Dia mengacuhkan Dilona dan tidur di atas matras. Mereka di pisahkan oleh lemari yang isinya bola basket, meski tak melihat wajahnya namun, Dilona tau pasti suaranya. Alka Franzee.
Ia merangkak untuk sampai ke tempat Alka, dan dilihatnya pria itu memejamkan matanya, benar-benar menikmati tidurnya. Ia semakin mendekat dan untuk pertama kali dia melihat wajah Alka sedang tidur dari dekat.
"Ck. Muka lo jahat kaya omongan lo!" Gumamnya pelan sambil mengerucutkan bibirnya.
Tangan Alka menarik dan merengkuhnya secara tiba-tiba. Dilona terkejut setengah mati dibuatnya. Gadis itu merasakan jantung Alka yang berdetak, hal itu membuat jantungnya ikut berdetak bahkan lebih kencang dari biasanya. Apalagi posisi mereka benar-benar berada di satu matras berdua.
"Lo pengen gue bersikap baik?" Tanya Alka dengan suara seraknya diikuti matanya yang terbuka dan menatap mata Dilona yang sangat dekat dengannya.
Terpesona dengan tatapannya, Dilona sempat mengangguk sebelum ia menggeleng kepalanya dengan kuat.
"Lo kaga bakal bisa lepas dari gue kalo lo pengen gue bersikap baik sama lo" lanjutnya.
"Brengsek!" Dilona memaksakan diri untuk lepas dari Alka, satu tangan Alka mampu menahan dua pergelangan tangan kecil gadis itu.
"Kasih gue jawaban. Kalau lo minta dilepasin, berarti lo pengen gue bersikap baik ke elo, kalo lo kaga minta di lepasin, berarti lo pengen gue terus bersikap jahat ke lo. Jadi, Dilona Sandrachia Ananda, lo pilih yang mana?"
Persetan untuk Alka. Pria ini benar-benar licik. Pilihan apa yang sedang ia buat untuk Dilona sekarang? Bibirnya menyeringai di dalam sana.
Penasaran Gak? Mau di lanjut??
Tekan bintang di kiri bawah yaaa! Biar author semangat mikirin ceritanyaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilona (Bukan Persinggahan)
Teen FictionHidup ini sama seperti terminal. Tempat persinggahan bagi orang yang ingin datang dan pergi, Dilona Sandrachia Ananda yang bertutur. Namanya secantik wajahnya namun, apakah kisahnya seberuntung anugrah kecantikannya?