-13-

26 11 8
                                    

Malam hari merupakan waktu yang tepat bagi seseorang yang patah hati untuk menangis. Entah aura apa yang di bawa oleh siang sehingga menangis merupakan sesuatu yang sulit dilakukan dan akan lebih mudah jika malam tiba. Mungkin karena segala jenis kenangan menghampiri sebagai mimpi-mimpi.

Beberapa kali air mata menetes begitu saja dari mata Dilona. Bahkan dia tidak mengerti rasa apa yang sedang menyelimutinya, dia hanya ingin menangis. Ia menghusap jejak air di pipinya karena ia benci sesuatu yang membasahi wajah mulusnya itu.

Belum juga ia melepas mukenahnya, hp yang berada di atas tempat tidurnya terus bergetar menandakan panggilan masuk. Ia semakin bersemangat ketika ia lihat panggilan dari Mamanya.

Di tariknya hp itu dari sana dan membawanya ke dalam kamar Dean yang berada di sebelah kamarnya sembari menerima panggilan video itu. Dilona langsung melompat ketempat tidur Dean dan merangkul pria kecil yang tengah bermain game itu untuk ikut terlihat di layar ponselnya.

"Papa Mama Hao Xiang Niiiiiiiiii! (Papa Mama aku merindukan)" teriakannya memekikkan telinga dean. Pria malang itu selalu merasa risih dengan cara bicara kakaknya itu namun ia memilih untuk bungkam dan melanjutkan gamenya meskipun lehernya terus dijepit oleh Dilona yang membuatnya semakin merasa tidak nyaman.

"Mama sama Papa juga rindu kalian. Nak gimana sekolahnya?"

"Sekolahnya baik baik aja,kitanya gak tau ahahaha."

"Ka ona tambah ga waras maaa!" Teriak Dean. Dan Dilona tanpa segan menoyor kepala adiknya itu.

"Dean kabarnya gimana?"

"Baik ma, udah bisa lari."

"Udah bisa stalker-in cewe juga lo ma!" Dilona menggoda Dean yang membuat Dean berdesis menatapnya. Gadis beramput panjang yang sedikit bergelombang ini memang suka mengadu hal-hal yang tidak penting kepada orang tuanya, menurutnya semua yang ia katakan untuk menghidupkan suasana saja.

"Hahaha ada saja kalian ini. Mama sama Papa gak bisa pulang dalam waktu dekat, kalau urusan di sini udah selesai kami akan segera pulang."

"Cepetan ma di selesaiin, kita kangen..."

"Iyaa sabar ya... Dion mana?"

"Abang dimana?" Tanya Dilona kembali kepada adiknya yang masih sibuk dengan gamenya itu, dia memang belum melihat abangnya setelah pulang dari kediaman Franzee tadi.

"Lagi ngurusin sesuatu. Katanya mau hapus semua video tentang ka Ona" jawabnya dengan begitu santai.

"Ha? Video apa dean?" Tanya Dilona kembali dengan penasaran. Pasalnya dia memang tidak tahu apa-apa, sepulang dari rumah keluarga Alka ia tidur siang dan belum melihat hpnya sampai saat mamanya menghubunginya.

"Video apa nak? Ona kenapa?"

Dean tak menjawab. Dia diam membisu karena ia pikir Dilona tau bahwa diluar sana orang orang telah menonton video saat dia ribut dengan Geran dan Sharin.

"Ma, Ona matiin dulu ya? Kita juga mau siap-siap pergi keluar" kata Dilona dan mamanya mengiyakan permintaannya.

Setelah mematikan hpnya ia duduk di tempat tidur Dean dan menarik hp adik tampannya itu secara paksa.

"Ka balikiin ih kebiasaan,mati dah tuh!"

"Bilang dulu video apa?"

"Video lo mutusin Geran, yang nonton juga udah jutaan. Tadi bang Dion bilang mau hapus itu semua, demi lo."

"Sialan siapa yang nyebarin itu sih!"

"Udah balikin hp gue!"

Dilona tidak memberikan hpnya dengan mudah. Ia malah mengecek akun instagram-nya dari hp Dean. Dia selalu me-log out akunnya di hpnya namun akun instagram-nya selalu login di hp Dean maupun Dion.

"Followers lu makin bertambah terus yang dm juga banyak, gue private akun lu takut foto foto lu dijadiin meme."

"Lu baik. Tiba tiba gue jadi ga mood"

"Anjir jangan badmood! Siap siap sana kita kan mau beli skincare buat lo!"

"Eh iya ya? Muka gue udah kusam banget ini!"

Ia melempar hp Dean asal, dan segera pergi dari sana. Dean akhirnya tau untuk menghidupkan kakaknya hanya perlu menyebut kata 'skincare' saja. Mudah sekali, padahal jika dikasih uang dia tidak akan sehidup itu. Entah kesenangan apa yang dia dapat dari skincare.

Dilona Sandrachia Ananda, dia sangat memperhatikan penampilannya. Waktunya tidak pernah dihabiskan untuk membaca maupun belajar saat di rumah. Menurutnya, dia adalah salah satu manusia yang merugi dengan melakukan itu semua. Karena, tanpa belajar pun dia bisa terus-terusan mendapatkan juara umum, memang dasarnya pintar. Dia lebih memilih merawat kulitnya dimana bagi sebagian orang hal seperti itulah yang membuang-buang waktu saja.

Tentang sesuatu yang terjadi hari ini, tidak meraung bukannya berarti Dilona tidak merasa patah hati. Beberapa kali ia menarik nafasnya dalam-dalam ketika kenangan sekaligus kebejatan Geran terputar otomatis pada ingatannya. Dia benar benar menahan diri agar tidak terperosok ke dalam lembah luka yang telah dibuat oleh Geran. Meski telah dikhianati, cinta itu tidaklah mudah pergi dari tempatnya.

"Ger, gue benar-benar kecewa" tangannya mengepal menatap dalam dalam bayangannya di cermin. Matanya mulai memerah menahan sesuatu agar tidak keluar dari sana.

"Kak Na! Gue tunggu di bawah! Bang Dion ada di bawah!" Teriak Dean melintas dari depan kamar Dilona.

"Iyaa!" Kembali teriak Dilona, terdapat sedikit getaran dalam suaranya namun, karena kalimatnya sangat singkat jadi tidak terlalu jelas di dengar oleh telinga bahwa dia hampir menangis di dalam sana.

"Lo harus kuat Na! Dikhianati aja kuat kok! Digoresin aja sekuat itu masa nahan lukanya enggak!" Ucapnya menyemangati dirinya sendiri untuk tetap tegar.

Dilona Sandrachia Ananda
Memang benar kuat itu karena keinginan kita sendiri.  Meski sulit, yakinkan jiwa dan raga kita bahwa ia mampu mengatasinya, maka semesta pun akan berada dipihakmu!










LANJUTIN?













JANGAN LUPA VOTE!!












Dilona (Bukan Persinggahan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang