Nafasnya berhembus panjang, siap untuk masuk ke dalam Sekolah Punana. Memang, video yang beredar sebagian besar sudah terhapus tapi tetap saja omongan dari mulut ke mulut tidak akan pernah bisa dihentikan.
Dilona Sandrachia Ananda, gugup menyelimuti dirinya, beberapa kali ia renggangkan jari-jarinya dan terus menghembuskan nafas khawatir dari mulutnya. 'Sialan' batinnya untuk mengumpat dirinya sendiri.
Saat kakinya melangkah masuk, bisikan-bisikan tentangnya benar-benar melayang di mana-mana. Ia melirik murid-murid yang berbicara tentangnya. Dia sedang menjadi pusat perhatian saat ini.
'Secantik itu aja di selingkuhin! Bege!'
'Yang bego tuh dianya atau siapa?'
'Kasian banget kak Ona deh'
'Si Sharin tuh yang ga tau malu. Cowo org di rebut. Pelakor!'
'Sayang banget kak Ona di bodohin sama Geran yang brengsek'
Kalimat-kalimat itu terdengar jelas di telinganya. "Benar kata Dean gue butuh ini" tangannya dengan cepat membuka hpnya dan sial! Kabel earphone-nya terbelit. Entah kenapa rasanya semakin sulit untuk memperbaiki kabel kecil yang telah kusut itu, sama seperti perasaannya saat ini.
"Ahh! Bangsat!" Ketusnya pelan kesal sendiri.
Secara tiba-tiba telinganya terasa dingin ketika telapak tangan besar menutup kedua telinganya. Betapa terkejutnya Dilona melihat orang yang melakukan itu adalah Alka Franzee, matanya membesar dan mulutnya terbuka lebar. Alka mengernyitkan dahinya dan menggerakkan kepalanya seakan mengintruksi Dilona agar berajalan. Yah mereka berjalan dengan posisi itu.
Untuk sesaat mereka berdua menjadi pusat perhatian. Dilona sendiri tidak protes dan masih belum sadar dengan apa yang tengah terjadi sampai Alka melepaskannya di depan kelasnya, IPA 1. Alka mengangkat kedua tangannya seperti sedang di todongkan pistol oleh Dilona. Padahal gadis yang rambut panjangnya di kucir itu masih mematung.
"Sialan" gumam Dilona pelan.
"Bukannya bilang makasih malah ngumpat ke gue!"
"Alka brengsek. Rese banget lu! Gue bisa jalan sendiri kali!" Ketusnya dan kakinya hampir saja melayang menendang bokong pria tampan itu. Alka melarikan diri dari sana sambil mendengus "Ga waras ni orang."
"Daaaaaar!! Hayo lo ngapain bengang bengong di sini!" Pekik Sandi yang membuatnya tersentak setelah beberapa detik mematung menatap kepergian Alka.
"Berisik! Ngagetin gue aja lu setan!"
"Ck. Apa-apaan tuh muka merah gitu? Lo pake blus blas apa sih namanya?"
"BlushOn maksud lo? Yang iya aja gue make itu ke sekolah! "
"Terus itu apa? Muka lo merah abis ngeliat gue yaaa?"
"Ngaco!" Dengusnya masuk ke dalam kelasnya meninggalkan Sandi di luar sana.
"Hah? Yang benar aja muka gue merah? Panas banget sialan!" Gadis itu kocar kacir memegang kedua pipinya sembari bercermin dengan hp-nya.
Persetan untuk Alka yang sepagi ini telah membuat pipinya menyemburkan semburat merah. Bukan keinginan Dilona tentunya namun perlakuan pria itu memaksa tomat berbuah di pipinya yang mulus itu. Ayolah, kesedihannya belum menghilang dan dia benci harus merasakan kegelisahan hati seperti ini.
"Ona na na na! Ona na na na na" gadis yang matanya sedikit sipit ini bersenandung memanggil nama Dilona dengan sedikit berlari masuk dengan centil.
"Apaan?" Kepala dilona sedikit mengangguk bertanya pada Feylin yang masih mengenakan tas di punggungnya.
"Gue dapat kabar baik nih. Kedua bajingan brengsek sialan itu pindah sekolah anjir!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilona (Bukan Persinggahan)
Teen FictionHidup ini sama seperti terminal. Tempat persinggahan bagi orang yang ingin datang dan pergi, Dilona Sandrachia Ananda yang bertutur. Namanya secantik wajahnya namun, apakah kisahnya seberuntung anugrah kecantikannya?